Chapter # 80

1K 129 109
                                    




“Red Gladiolus”
🖼









Memandangi derasnya hujan lewat jendela besar sambil duduk bersandar di kursi tinggi, ditemani oleh secangkir teh hangat dan alunan musik klasik adalah combo yang amat sangat dipuja oleh sebagian orang.


Dan kombinasi kenikmatan dunia itu tengah Rosé nikmati saat ini. Tetapi, bedanya, suasana tidak terlalu sendu dan penuh haru seperti ekspektasi yang tertampil di film-film drama romantis.


Ini lebih seperti film bergenre horror thriller.


Suara jeritan, pekikan dan omelan bersahutan, membalut alunan Cello Suite No.1 In G Major, BWV 1007: 1.Prélude dari Johann Sebastian Bach, tanpa terjeda.


Di saat lagu mencapai akhir, Rosé mengulum senyumnya seraya menatap lurus pada sang aktor, yang sepertinya sudah lelah dengan segala aksinya.


“Minum dulu, kasihan tenggorokanmu,” ucap Rosé sembari menunjuk secangkir teh yang sedari tadi tidak bertuan di mejanya.


“UGH! Kau tahu? Seharusnya kita tidak boleh bersantai! Tinggal dua hari lagi kita akan melakukan pemotretan bersama Hyunjin. Dan sampai sekarang, kita belum menemukan model anak perempuan untuk koleksi dadakan yang tetiba muncul di kepala Boss! Dan kenapa hari ini semua orang tampak menjengkelkan?? Mulai dari Tim Produksi yang keliru memilih bahan, Tim Advertising yang salah menyematkan jadwal di majalah, sampai kau—aku menyerah, Rosé! Aku menyerah!”


Rosé menepuk mejanya, mengisyaratkan pada sang pengomel untuk duduk di hadapannya seraya berucap,


“Na, tidak lelah mengoceh? Ini sudah setengah jam.”


Sang pengomel—Jaemin—bersungut-sungut, “Hentikan menyuruhku diam. Aku tidak akan diam. Aku stress!”


Rosé terkekeh pelan seraya melirik arlojinya. “Na, sudah saatnya menjemput Jina.” Ia menunjukkan arlojinya pada Jaemin. “Apa aku yang menjemputnya? Aku sekalian menemui Aaron Hyung—”


“Oppa.”


“Hyung.”


“Rosé, seharusnya kau memanggilnya dengan Oppa, bukan Hyung.”


Rosé mengedikkan bahu. “Lebih pas jika kupanggil dengan Hyung.”


Keduanya lalu berdebat sekitar dua menit lamanya.


“Holly molly! Aku lupa kalau aku harus ke sekolah Jisung!” Jaemin menepuk dahinya. Rupanya semua masalah di butik membuatnya hampir saja melupakan tugasnya sebagai orang tua.


“Nah! Aku yang akan menjemput Jina, kau pergilah ke sekolah Jisung, how?”


Mau tidak mau, Jaemin mengiyakan. Tetapi setelah sebelumnya ia kembali melontarkan rentetan pesan yang harus Rosé taati ketika nanti ia menghadapi putrinya yang sedikit ajaib itu.


“Yes, Na. Yes. No candies, no ice cream, no playing in the rain, and no offense, but you're so cruel,” keluh Rosé sembari memakai mantelnya.


“Rosamund, please.”


“Okay, okay!”









🖼









Setelah berhasil memburu waktu, Jaemin akhirnya tiba di sekolah si Sulung. Dengan segera, ia berlari masuk ke dalam gedung dan sesegera mungkin menemukan di mana tempat diadakannya rapat orang tua murid yang diadakan khusus menyambut ... entahlah, Jaemin juga lupa tentang perihal yang mengharuskan para orang tua murid kelas dua berkumpul siang ini di sekolah.


CHASING MEMORIES || NOMIN || MEMORIES SAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang