Chapter # 71

892 128 139
                                    




“Mike is here!”
🖼









Pagi ini mega berjubah kelabu. Menyembunyikan kilau surya yang kini hanya bisa mengintip dari sendunya. Hawa dingin menyertai kedatangan angin, berebut masuk dari sela jendela yang terbuka tanpa sengaja, membuat seorang pemuda yang seharusnya terbangun, kembali menarik selimut dan menyamankan diri kembali ke alam mimpi.


Tidak memperdulikan jarum jam yang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi dan juga mengacuhkan panggilan sayang yang sedari tadi menggema riang dari balik pintu kamarnya.


Keinginan hati ingin terus seperti itu sepanjang hari; bercumbu dengan ranjang, mendekap erat selimut, menelan semua kehangatan, berteman dengan kemalasan.


Tapi apa daya...


“Ol mekdonel hed a pam, miya miya yoowww~ en his pam hed e kow, miya miya yoowww~”


“Ugh—”


“Mow mow hir~ mow mow der~”


“Ukh!”


“Miyaong hir~ miyaong der~”


Sret!


“OL MEKDONEL HED A—”


Geuman, Ndut... eum... geuman...”


Sang penyanyi terkekeh puas. Misinya sukses besar. Setelah memberi kecupan sekali di pipi Oppa-nya, ia bergegas kabur keluar kamar tanpa basa-basi lagi.


Pemuda itu—Jisung—hanya bisa menggeram rendah sembari berusaha mengembalikan semua nyawanya yang masih berhamburan. Tercerai berai karena alarm paginya yang semakin lama semakin aneh dan antik saja.


Setelah sekian menit berdiam diri di atas ranjang, ia akhirnya memutuskan untuk bergegas bersiap karena hari semakin siang dan seruan Appa-nya sudah kembali terdengar dari luar kamarnya.


Setelah beberapa saat dilalui dengan keributan, kini keluarga kecil Lee sudah duduk manis mengelilingi meja makan. Sarapan mereka pagi ini tampak sangat menggiurkan. Sang kepala keluarga sudah lebih dulu mengambil nasi dengan porsi yang cukup banyak, diikuti oleh si Bungsu, yang tidak mau kalah saat mengambil potongan daging galbi panggang yang terhidang hangat di atas piring saji.


Sementara si Sulung, well, dia masih dalam mode manja pagi ini; memeluk pinggang Appa-nya dengan erat, tidak membiarkannya menjauh barang satu inci pun. Entah kenapa dan apa penyebabnya, Jaemin hanya bisa tersenyum sembari sesekali menggusak surainya dengan gemas.


“Oppa sudah gede, malu manja-manja sama Appa, yek!” Si Bungsu mengoceh dengan pipi yang penuh dengan saus galbi dan bibir yang mengerucut seperti Perry the Platypus.


Yang disindir mendecak sebal, tidak membalas karena ia tahu kalau ia tidak akan menang.


“Oppa,” panggil Jeno, menyela kegiatan menyendok sup kimchi-nya.


Ne?” balas Jisung setengah malas.


“Sarapan dulu yang benar, Appa juga harus makan. Ayo dilepas,” pinta Jeno.


Jisung mendelik. “Bilang saja kalau Dad juga ingin.”


Maja.”


Helaan nafas panjang terlolos dari bibir Jaemin. “Tidak bisalah kalian tidak memulai hari dengan keributan?” tanyanya pasrah.


“Appa yang memulai keributan duluan,” tukas Jisung cepat.


CHASING MEMORIES || NOMIN || MEMORIES SAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang