The First of All

6.2K 331 190
                                    




“Prerequisite”
🖼









Di dalam keremangan malam, sepasang manik rubah mengerjap lambat. Sejenak menyesuaikan tatapan dengan kegelapan, lalu sang pemilik kembali memejamkan kelopaknya erat.


Dua detik berlalu, manik rubah yang terpejam itu kembali terbuka, tanpa ada rasa kantuk sama sekali kali ini.


Satu gerakan cepat, sebuah benda persegi dengan layar yang bersinar terang sudah tergenggam erat dan ditatap dengan penuh harap.


Lama nada sambung terdengar, akhirnya sosok seorang pemuda dengan senyum di kedua matanya tertampil di layar,


Good afternoon!


Senyum merebak di bibir tipis pemuda bermanik rubah yang kini sudah berpindah posisi; semula berbaring di atas ranjang, kini bersandar di headboard dengan nyaman.


Oh, aku keliru, seharusnya, good early morning, Jisung-ah!”


Tawa kecil terlolos, disusul oleh gelengan kepala yang sudah tidak tahan menahan gemas.


“Good afternoon, Lêlê-ya, apa kau sudah menungguku sedari tadi, hm?”









🖼









Pagi menyapa bumi dengan kemegahan matahari yang bersinar dengan cerah —sangat cerah. Di langit, sama sekali tidak ada awan yang terlihat; mungkin karena hari baru saja dimulai.


Tangkai dan mahkota bunga peony bergerak seiring angin sejuk sisa musim semi yang berhembus pelan. Di sebelahnya, dua pohon delima berdiri kokoh, mengapit sebuah kolam ikan kecil yang baru berisi tiga ekor ikan guppy.


Cahaya keemasan yang hangat dari sang surya perlahan berjalan, menyinari setiap sudut taman kecil yang berisi jejeran tanaman oregano, basil, dan juga beberapa bibit cilantro yang baru saja tumbuh, menyembul dari dalam tanah gembur.


Pagi yang indah bagi seorang pria bermarga Lee yang tengah sibuk memasak sarapan di dapur.


Uap air mengepul di udara dari dalam sebuah panci di atas kompor. Aroma kopi dan teh lavender saling bergelung di tengahnya.


Lama menikmati ketenangan yang disuguhkan pagi, Jaemin hampir saja lupa kalau ia harus bergegas untuk menyelesaikan tugasnya membuat sarapan.


Ia terkekeh pelan, meletakkan kembali cangkir teh yang bersisa separuh di atas counter, lalu ia mengambil pengaduk sup dan sibuk mencampurkan bumbu-bumbu penyedap.


“Appa~”


Suara serak dan sedikit parau terdengar, Jaemin menoleh, tersenyum lebar kemudian.


“Adek pusing~”


Jaemin mengernyitkan alisnya, sejenak menatap sang buah hati yang berjalan pelan mendekatinya, lalu ia berjongkok seraya menempelkan punggung tangan di dahi putri kesayangannya itu.


“Adek tidak demam.”


Rengekan manja terdengar.


“Tapi Adek pusing, Appa~”


“Heeee...” Jaemin menatap putrinya dengan tatapan menyelidik. “Jangan pura-pura sakit karena tidak mau pergi sekolah.”


“Ehehehe...”


CHASING MEMORIES || NOMIN || MEMORIES SAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang