Peculiar Chaper # 3

826 137 58
                                    




“New Neighbour”
🖼









“Ar yuw swiping, ar yuw swiping, dwaddy Jwen, dwaddy Jwen~ mowning bel is ring-eng, mowning bel is ring-eng, ring ding dong~ ring ding dong~ digiding ding dong~”


Jeno menggeram rendah, nyanyian yang sedari tadi menggema di telinganya membuat proses hibernasinya sukses terusik.


“... ring ding dong~ ring digiding ding ding ddaeng!”


“Hrrrgg!”


Duvet yang membungkus tubuhnya ditarik hingga menutupi wajah, Jeno lalu menenggelamkan diri dalam balutannya, mencoba untuk menghalau suara nyanyian yang semakin keras terdengar.


Namun, sebuah tangan mungil terulur, menarik selimut hingga membuat wajah Jeno kembali tertampil.


“Ar yuw swiping~ ar yuw swipiiiingh~ dwaddddyy Jweeeeenn!!!”


“.....”


Manik Jeno akhirnya mau tidak mau terbuka, menatap sang pelaku polusi suara yang tengah menyeringai lebar di hadapannya saat ini.


“Ehehehe...”


Jeno mengangkat tangan, meraih sosok putrinya dan membawanya masuk ke dalam selimut; mengajaknya tidur.


Tetapi si Kelinci Bantet malah memberontak hingga perut Jeno terkena tendangan kakinya.


Jeno baru tersadar, kalau Kelinci Bantetnya sudah besar, tidak mungil lagi seperti dulu.


“Adek kenapa bangunin Daddy, hm?” tanyanya sembari mengusap wajah, mencoba menyeka kantuk yang tersisa.


Yang ditanya menarikan jemarinya di sepanjang five o-clock shadows Jeno, menggosoknya dengan telapak tangan kemudian.


“Jangan digosok, Adek,” larang Jeno.


Jina memiringkan kepalanya. “Eung? Waeyo, Daddy? Nanti jin-nya keluar yes?”


“Eoh, maja.”


Jeno akhirnya bangun dan duduk malas di atas ranjang. Dan pangkuannya sudah terisi oleh Jina yang memainkan tali kaus dalamnya dengan serius.


Ia menghela nafas panjang seraya membelai surai legam putrinya. Ia lalu merangkum wajah bulatnya di kedua telapak tangan dan terakhir mendaratkan kecupan selamat pagi di puncak kepalanya, “Selamat pagi, Princess... mana Appa?”


“Masak sosyeeesss~” jawab Jina manja.


“Terus, kenapa Adek tidak menunggu Appa di dapur?”


Jina kembali menyeringai, kini ia menelusup ke dalam kaos dalam Jeno dan mengeluarkan tangannya lewat lengan kaosnya—seperti yang biasa ia lakukan.


“Dad, gendong sampai ke Appa!”


Mau tidak mau, Jeno menurut. Dengan susah payah, ia turun dari ranjang dengan Jina yang menggelayut di gendongannya.


Sedikit terhuyung, Jeno melangkah masuk ke dalam dapur. Dan di sana, ia menemukan Jaemin yang sedang menikmati teh hangatnya sembari mengaduk sup di dalam panci sedang di atas kompor.


Ia mendekat, mengecup bahu Jaemin lembut, lalu tersenyum saat manik kelinci kesayangannya itu melengkung, balas menyapanya dengan senyuman yang sangat cerah.


CHASING MEMORIES || NOMIN || MEMORIES SAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang