Chapter # 89

733 155 135
                                    




“Chasing The Memories”
🖼









Pagi di kediaman Na dipenuhi oleh aroma masakan, suara ketukan pisau yang beradu dengan cutting board dan juga kicauan merdu dari sepasang love birds kepunyaan Yuta, yang tidak mau ketinggalan memeriahkan suasana.


Tuan Na, Winwin, dan Yangyang sudah lebih dulu bangun, menyambut pagi. Sementara Yuta, masih bergelung, menyembunyikan diri di dalam duvet. Sepertinya Winwin akan mengomel lagi pagi ini.


Dan di sini, di dalam kamar yang terletak tepat di sebelah kamar Yuta dan Winwin, keluarga kecil Lee juga masih terbuai dalam mimpi.


Di atas ranjang berukuran sedang milik Jaemin di waktu masa lajangnya, dipaksa memuat empat orang; tiga orang dengan gaya tidur yang sangat ajaib.


Sebenarnya Jaemin sudah terbangun sejenak ketika ia samar mendengar suara alarm ponsel Jeno. Tetapi kembali tidur ketika alarm itu berhenti tiba-tiba, ia mengira kalau suara alarm yang ia dengar adalah sebagian dari mimpinya.


Ternyata keliru, itu Tuan Na yang mematikan alarm-nya. Tuan Na masuk dengan niat membangunkan putranya, tetapi mengurungkan niat karena melihat sepertinya ia masih memerlukan waktu lebih lama untuk melanjutkan mimpi dan mengistirahatkan raga.


Dan ketika sesuatu menimpa wajahnya, akhirnya Jaemin terbangun, dan mendapati telapak tangan putrinya sukses bersarang di pipinya.


Menggeram sejenak, Jaemin lalu bergegas turun dari ranjang. Ia melakukan sedikit perengganggan, membenarkan posisi tidur ketiga kesayangannya, lalu lekas berbersih diri dan siap menyambut pagi.


Suasana Natal masih tersisa di kediaman Na; kidung Natal menggema merdu dari ruang tengah, perapian menyala dengan indahnya dan beberapa toples biskuit serta manisan permen masih tertata rapi di atas meja.


“Sudah bangun?” tanya Tuan Na saat mendapati putranya memeluknya dari belakang.


Jaemin menggumam pelan sembari mendusal di punggung ayahnya. “Kenapa tidak membangunkanku, Appa?” Ia balas bertanya.


“Seperti biasa, mana tega aku membangunkanmu,” jawab Tuan Na, berbalik seraya merapikan surai Jaemin yang teracak. “Sudah sikat gigi dan cuci muka? Ayo bangunkan Jeno dan anak-anak, kita sarapan. Dan bukankah kau ada rencana penting hari ini?”


“Aku sudah empat puluh tahun lebih, Appa,” protes Jaemin.


Tuan Na terkekeh geli. “Geurae? Appa kira kau masih empat tahun. Sejak kapan ada angka nol di belakang angka empatnya??”


“Tidak lucu.”


Jaemin mendengar kikikan kecil. Itu Yangyang.


“Jangan tertawa. Kau memberikan Appa semangat dalam membuat lelucon garing lainnya, Yangyang.” Jaemin merengut, pipinya menggembung.


Gwaenchanha, Dàyé.” Yangyang ber-tos ria dengan Tuan Na. “Jii-chan lucu kok!”


Jaemin menggeleng pasrah.









🖼









Selesai sarapan pagi, Jaemin lekas membawa Jina kembali ke kamarnya. Ia memakaikan putrinya dress hitam berenda putih, lengkap dengan kaus kaki putih yang juga berhias dengan renda.


CHASING MEMORIES || NOMIN || MEMORIES SAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang