Chapter # 78

745 124 115
                                    




“Purple Lilac”
🖼
(semoga belum bosan ya sama book ini)









Jam menunjukkan pukul delapan malam kurang sembilan menit ketika Jisung turun dari mobil Hwi, yang mengantarnya pulang setelah selesai latihan baseball malam ini.


Manik rubahnya menyipit kala tetesan air hujan menimpa wajahnya. Kedua tangannya pun segera terangkat, memegang erat tas jinjing di atas kepalanya.


“Terima kasih, Appa Jo!” serunya di sela ramainya ketukan hujan.


“Eoh! Segera masuk ke rumah! Nanti kau masuk angin!”


“Sampai jumpa besok, Jisung-ah! Nanti ku telepon, okay!” sela Hwi sembari mengintip dari balik kaca mobil yang diturunkan separuh.


Jisung, mengangguk mantap. “Hati-hati di jalan Hwi! Appa Jo!” Ia berpamitan sekali lagi sebelum bergegas membuka kunci gerbang dan bergegas masuk.


Sembari menggerutu, Jisung berlari menuju pintu depan. Dan belum sempat ia sampai, ia sudah lebih dulu disambut oleh Daddy-nya, yang ternyata mendengar kedatangannya dan membawakan payung.


“Telat, Dad,” gerutu Jisung sembari menepis air hujan dari tas jinjingnya di teras.


Jeno meringis. “Dad sedang mengerjakan sesuatu dengan Echan Samchon. Mianhae.” Jeno menjeda, lalu ia meraih handuk yang ia siapkan di atas rak sepatu. “Sini, kepalanya,” pintanya seraya mengeringkan rambut putranya yang basah.


“Appa belum pulang, Dad?” tanya Jisung seraya melepas sepatunya.


“Appa sedang pergi meninjau lokasi pemotretan dengan Hyunjin Samchon dan Auntie Rosé.”


“Semalam ini?”


Jeno mengangguk. “Ayo mandi dulu, setelah itu makan.”


Tanpa banyak memprotes dan bertanya lagi, Jisung bergegas pergi ke kamar mandi sembari menenteng sepatu dan kaos kakinya. Ia sudah terlalu lelah untuk sekedar mengomel tentang kenapa ia tidak dijemput kali ini.


Sepeninggal Jisung, Jeno kembali ke ruang tengah. Di mana Haechan masih sibuk dengan beberapa berkas yang sebagian sudah sukses tercecer di lantai.


“Apa aku harus memanaskan makan malam untuk Jisung, Jen?” tanya Haechan tanpa menoleh dari file yang sedang ia koreksi.


“Tidak, biar aku saja. Aku hanya tinggal memanaskan doenjang-jjigae yang kau bawa dan menggoreng telur untuknya,” tolak Jeno sembari melepas kacamata bacanya.

CHASING MEMORIES || NOMIN || MEMORIES SAGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang