"BELLAAAA!!!"
Terdengar suara teriakan dari lantai satu ketika jam baru menunjukkan pukul enam pagi. Semua orang langsung menyadari bahwa itu adalah teriakan Lala.
Yangyang keluar dari kamarnya dengan mata yang masih setengah menutup. Saat dirinya sampai di lantai satu, dia melihat Lala sedang duduk di atas sofa sambil memeluk bantal.
Wajahnya tampak sangat kesal sekaligus ketakutan.
Sedangkan Bella menggonggong dan melompat-lompat seperti mengajak Lala bermain.
"Ihhh Bellaaaaa! Lala mau tidur tau, cape!" Bentak Lala dengan nada kesal.
Yangyang segera menghampiri Bella lalu menggendongnya dengan tangan. Bella pun menjilati wajah Yangyang hingga membuatnya merasa geli.
Lala memberikan tatapan tidak suka kearah mereka berdua, kemudian dia melempar bantal ke sembarang arah sebagai tanda cemburu.
Yangyang menoleh sekilas kearah Lala, dia segera menurunkan Bella dan menyuruh anjing itu untuk bermain dengan mainan karetnya.
Kemudian Yangyang duduk disebelah Lala sambil menatapnya dengan pandangan jahil, tak lupa ada seulas senyuman manis di wajah Yangyang.
"Belum tidur ya?" Tebaknya.
Masih dengan wajah kesal, Lala pun mengangguk.
"Bella ngajak main terus, Lala cape." Keluh gadis itu kepada Yangyang.
"Yaudah, sini tidur." Yangyang menepuk-nepuk pahanya, dia memberi kode kepada Lala untuk menidurkan kepalanya disana.
Lala pun menuruti perintah Yangyang, dan tak lama dia tertidur karena merasa badannya sudah sangat lelah. Ditambah elusan lembut dari tangan Yangyang ke rambutnya yang terurai membuat tidur Lala semakin lelap.
Yangyang memandangi gadis itu dengan tatapan seperti seseorang yang sedang jatuh cinta.
Entah sejak kapan Yangyang memandangi Lala seperti itu, awalnya Yangyang bisa menganggap Lala hanya sebatas sahabat.
Tapi lama-kelamaan semuanya mulai berubah dan berevolusi menjadi perasaan yang lebih daripada sekedar sahabat.
"La, kamu pernah mikirin aku gak sih?" Yangyang bertanya kepada Lala yang tertidur. Dan tentu saja tidak ada jawaban darinya.
"Kayanya yang selalu ada di pikiran kamu itu cuman Hendery." Lanjutnya tapi masih dengan menampakkan senyuman manis.
"Aku gak bisa bayangin kalau kamu itu Louis." Tatapan Yangyang perlahan berubah dan tampak semakin mendung.
"Kayanya aku peringkat ketiga atau keempat. Soalnya Hendery udah pasti kamu suka, Kun pernah cium kamu, dan Winwin nganggap kamu sebagai keponakannya. Pasti mereka bertiga lebih membekas di hati kamu, iyakan?"
Yangyang masih berusaha tersenyum walaupun matanya semakin terlihat sendu.
Semua hal tadi tidak bisa dia ucapkan dihadapan Lala langsung. Yangyang terlalu takut dan malu, dia merasa tidak pernah melakukan hal spesial untuk Lala.
Yangyang tidak yakin apakah dirinya pernah menghilangkan rasa sedih gadis itu atau justru menjadi sumber kesedihannya.
Dia merasa dirinya sangatlah rendah daripada keenam kakaknya yang lain.
Karena dia tidak berani seperti Kun, tidak terlihat peduli seperti Ten, wajahnya tidak semanis Winwin, sikapnya tidak sebaik Lucas, rasa sayangnya tidak sebesar Xiaojun, dan yang terpenting dirinya bukanlah Hendery yang sangat disukai Lala.
"Dari awal aku udah tau siapa pemenangnya, ya pasti Hendery." Oceh Yangyang sambil berusaha tabah.
Kemudian derap langkah kaki dari tangga membuat Yangyang menolehkan kepalanya.