5. KEADAAN GENOA
* * *
Aku tertampar di hadapan waktu dan terus menatap betapa sia-sia yang aku lakukan padanya.
Penantian panjang tidak mengubah keheningan kita, suaramu bahkan masih bergema di dalam pikiranku.
Itu seakan membawaku kembali pada masa-masa yang terbiasa dengan luka.
Aku berusaha menghitung berapa jumlah hari yang kita lewati, berapa jumlah waktu yang aku habiskan bersamamu.
Kamu membiarkan aku membatin dalam luka, ya barangkali kamu memang bukan takdir untukku.
Tuhan bisa menciptakan hati yang lain dan seseorang yang baru. Tapi untuk tidak bersamamu aku mungkin membutuhkan jumlah waktu dan ribuan hari melupakanmu.
Aku selalu berdoa suatu hari ada perempuan yang mengajarkan dirimu arti kesalahan dalam menyakiti perasaan orang.
Aku selalu yakin dalam menerimamu apa adanya, namun setelah semuanya terjadi aku menyadari pernah menyesali jauh lebih mengenalnya.
* * *
SESAK di hati Dira belum menghilang. Apalagi dokter kembali memeriksa keadaan Genoa yang sudah dalam keadaan normal. Napasnya belum teratur, sebab Dira tadi pingsan setelah menangis berjam-jam.
Di sana masih ada orang tua Genoa, tapi orang tua Dira izin untuk pulang karena urusan kantor yang tidak bisa ditinggal. Sekarang Dira menatap ibunya Genoa dengan tangisan yang tidak bisa ia tahan lagi.
"Tante, harusnya Dira gak izinin Genoa pulang. Harusnya Genoa mau buat istirahat dulu di rumah Dira." Dira kembali menitikkan air matanya, kekuatannya sudah dititik rendah. "Kalau bukan karena Dira, Genoa gak akan kayak gini."
Tangisan dua wanita itu pecah, Adya-ibu Genoa menggelengkan kepalanya. "Bukan karena kamu sayang, Tante yakin kalau Tuhan sedang memberi ujian buat Tante."
"Tapi, Tante ... Dira gak bisa kehilangan Genoa."
Adya memeluk Dira yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri, begitu erat seolah menyalurkan kesedihan yang ada di hati mereka masing-masing. "Jangan menyalahkan diri kamu sendiri, Tante mencoba sabar dan mengerti kalau ini ujian. Mari kita berdoa sama-sama."
Setelah melepas pelukan dengan Dira, kini Adya memeluk suaminya erat. Menangis sejadi-jadinya. Dira melihat bahwa kata-kata yang Adya ucapkan hanya untuk menenangkan dirinya padahal wanita itu sendiri merasakan guncangan hebat ini.
Dira mendekati Lika yang bersandar di dinding. Gadis itu dengan tatapan kosongnya, tersadar saat Dira ikut bersandar. Lika tidak menangis tapi ia juga ingin mengeluarkan air mata karena musibah yang menimpa Dira.
Belum ada suara yang menunjukkan keadaan Genoa sekarang. Dira berharap bahwa kekasihnya baik-baik saja dan mereka bisa bersama kembali seperti dulu.
"Sorry, Dir," seru Lika menatap ke arah sahabatnya penuh rasa bersalah.
Dira pun menoleh dengan tatapan bingung, ia tidak mengerti mengapa ada kata meminta maaf. "Buat apa?"
"Karena gara-gara gue, Genoa jadi kayak gini."
"Nggak, Lik, ini semua karena gue. Seharusnya gue gak ninggalin hape di kelas, harusnya gue gak perlu cerita ke Genoa, dan harusnya ... harusnya Genoa gak perlu sekhawatir itu cuma karena hape gue, Lika."
Sepertinya, membicarakan Genoa terus menerus membuat air mata Dira tidak berhenti untuk turun. Ingin sekali tidak membahasnya tapi sekarang Dira tidak bisa menolaknya.
Genoa satu-satunya yang menjadi perhatian Dira sekarang, cintanya yang begitu tulus dari cowok itu. Dira terperangkap di dalamnya, tak ingin pergi apalagi ditinggal pergi.
Lika tak bisa melihat keadaan Dira yang seperti ini terus. "Dir, terakhir yang gue dengar Genoa manggil nama lo. Tatapannya sangat tulus, Dir, dia mencintai lo sepenuh hatinya."
Dira mengangguk, membenarkan semua ucapan Lika. Genoa mencintainya melebihi yang Dira kira. Genoa mencintai Dira sampai tidak tahu ia harus menghentikannya, dan Dira takut kalau Tuhan yang menghentikan cinta cowok itu.
"Lo beruntung, Genoa mencintai lo. Bukan kayak gue yang dibohongi sama pacar gue sendiri. Hidup lo udah sempurna bersama Genoa, sementara gue baru aja putus."
Lika menatap langit-langit rumah sakit, pertama kalinya ia betah berlama di rumah sakit hanya karena sahabatnya Dira.
Dira telah berhasil menghibur dirinya dan sekarang giliran Lika yang membalas perbuatan baik gadis itu. Namun, tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Kini mereka menantikan hasil periksa dokter kembali mengenai Genoa.
"Pasien membaik, tapi saya turut berduka karena benturan di kepalanya menyebabkan pasien kehilangan sebagian memorinya."
Lika membulatkan matanya saat mendengar itu, buru-buru menoleh, dan Dira terjatuh di lantai dengan tubuh yang sangat lemas.
Mereka semua terkejut dengan keadaan Genoa.
* * *
Sabar gaes sabar tenangkan hati kalian ya😭
Gak bisa nih babang ganteng noa😭
Kita para pembaca ga relaa huhu
dan gimana sama lika???
Mau liat castnya??
ABSEN YANG MASIH TERUS BACAA?
SHARE JUGA NIH KE TEMAN-TEMAN KALIAN BUAT BACA CERITANYA❗❗❗
LANJUT KAN?!
NEXT?
SPAM KOMENTAR YUK SUPAYA TERUS LANJUT
SEMOGA SUKAAA
TERIMA KASIH
FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIO
@FIRLANAGRANDESiap nangis?
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terendah
Teen FictionKetika Genoa memaksa Dira memasuki sebuah orbit. Dira menikmati keadaan dirinya yang terperangkap. Sementara ketika Dira merasa bahwa dirinya berada di tempat yang tepat. Genoa malah pergi sangat jauh dari orbit dan meninggalkan Dira dalam keadaan p...