51. DEKAT

636 107 21
                                    

"Jadi lo terus-terusan malak orang?" tanya Dira terkejut dengan jawaban Jiwa. Ia tidak menyangka kalau cowok itu sudah memiliki masalah terlalu jauh dari yang diperkirakan Dira.

"Nggak, Dir, gue juga coba kerja yang lain. Kadang, gue juga gak bisa terus-terusan gini. Karena itu alasan gue pindah sekolah, semua orang terdekat gue tau keadaan gue dulu sementara gue mau lupain semuanya."

"Tunggu!" seru Dira tampak berpikir atas ucapan itu. "Lika tau masalah lo?"

Jiwa menggelengkan kepalanya. "Pertama kali gue lihat dia, dia ada di sekolah gue. Gue gak tau lagi apa sahabat lo ada di sekolah gue. Tapi gue rasa itu tipekal sahabat lo yang gue tau dari awal pertama ketemu."

"Tipekal maksudnya?" Dira ingin tahu lebih. Siapa tahu ia bisa mengerti masalah ini.

"Tipekal dia itu kalau udah suka sama cowok, gak akan berhenti buat dapetin cintanya. Sampai sekarang, gue akui Lika mantan gue tapi gue gak benar-benar terima dia jadi pacar gue karena cinta."

Jiwa menjawabnya dengan begitu jelas. "Gue cuma bantu dia dari bahaya, satu-satunya cara supaya dia selamat ya jadi pacar gue."

"Kenapa lo bilang kayak gitu?"

"Lika jadi inceran teman-teman gue, Dir. Lo gak mau kan sahabat lo itu hancur?" tanya Jiwa yang jelas membuat Dira ternganga. "Lo cewek, pasti bisa rasain gimana kalau masa depan dia hancur karena perbuatan teman-teman gue?

"Boleh dia sakit hati lihat gue sama cewek lain, tapi memang harus gue akhiri hubungan gue sama dia yang gak ada alasan kuat dari hati gue sendiri. Gue udah pilih hal yang paling tepat, Dir, untuk putus dari dia tanpa ketahuan teman-teman gue."

Dira terdiam sesaat mendengar itu. "Jadi Lika gak pernah dapat cinta dari lo? Hubungan kalian cuma status aja?" tanyanya tak percaya.

"Iya, Dir," jawab Jiwa sekiranya. "Setelah teman-teman gue gak incar dia lagi, gue gak bisa terusin hubungan itu. Gue gak bisa bohong tentang perasaan."

Dira menatap jauh apa yang ada di depannya. Ia sudah berdiri terlalu lama di antara rak buku hanya untuk mendengarkan ucapan jujur Jiwa.

Tentang sahabatnya, Lika yang harus mengalami ini.

"Kenapa lo gak bilang yang sebenarnya sama Lika? Lo bisa jelasin ke dia dengan cara baik-baik. Bukan cara selingkuh dan buat Lika nangis terus-terusan." Dira tanpa sadar mengeluarkan air matanya, mengingat saat Lika terpukul karena cowok di hadapannya ini.

"Dir, jujur itu gak selalu menyelesaikan masalah. Gue bisa aja jelasin semuanya ke dia tapi gue berasumsi kalau gue jujur akhirnya, memang dia mau pisah dari gue? Gue tau dia kayak gimana. Dia berusaha deket sama gue aja gue tau Lika gimana. Sampai dia bisa-bisanya kenal sama teman gue? Dir, gak segampang itu."

Jiwa menghela napasnya ketika tidak ada suara tanggapan dari cewek itu. "Dir, gue bisa kan dekat sama lo tanpa harus izin dulu?"

Dira kembali menatap Jiwa. "Gak gue kasih izin juga lo terus berusaha di dekat gue."

"Gue udah jujur semua tentang gue, Dir. Apa ada lagi yang perlu lo tanyakan?" tanya Jiwa berusaha mencari perhatian cewek itu. "Gue juga bisa jawab alasan gue mau di dekat lo."

"Apa?" Dira bertanya. Berpura-pura tidak tahu, tapi ia ingin memastikan.

"Sejak pertama kali gue ketemu sama lo, gue suka sama lo."

"Korban selanjutnya itu gue?"

"Nggak." Jiwa bersikeras membuat Dira mengerti. "Sekarang gue beneran suka sama lo."

Dira tertawa mendengarnya. Sementara Jiwa tampak bingung dengan respons Dira. Namun cowok itu menyadari kalau kali ini adalah yang pertama baginya Dira tertawa di dekatnya seperti ini.

"Ada yang salah sama omongan gue?" tanya Jiwa memastikan. Pastinya ada alasan kenapa Dira malah tertawa setelah mendengar kalau dirinya menyukai cewek itu.

"Muka lo serius banget, Jiwa." Dira melipat kedua tangannya di depan dada. "Gak usah serius juga bisa."

"Kalau gue gak serius nanti lo gak percaya sama omongan gue," jawab Jiwa membela dirinya sendiri. "Lo mau jadi pacar gue, Dir?"

Dira tersenyum mendengar itu. Namun ia berbalik badan meninggalkan Jiwa ke rak buku lain. Jiwa juga mengikuti langkah Dira, cewek itu tidak menjawab pertanyaannya.

"Dira, lo gak mau jawab?"

Cewek itu menghentikan langkahnya ketika Jiwa menahan. Dia berbalik menatap tepat di mata Jiwa. Seolah tidak salah karena sejak tadi Jiwa ingin mendengar apa jawaban cewek itu.

"Gue ketawa karena rasanya cepet banget lo punya perasaan lebih ke gue," ucap Dira menjelaskan, ia masih tersenyum ke arah cowok itu. "Bahkan sebelumnya kita gak pernah saling kenal."

Jiwa mengangkat alisnya. "Harus kenal gimana, Dira? Gue akan buat kita saling mengenal."

Dira meraih tangan Jiwa lalu menjabatnya. "Hai, Jiwa. Gue Nadeer," ujarnya sembari tertawa.

Tawa renyah milik Dira mampu membuat Jiwa mengerti dan ikut tertawa dalam obrolan mereka.

"Hai, Nadeer. Gue Jiwa Penyaksi."

* * *

ABSEN YANG MASIH TERUS BACAA?

SHARE JUGA NIH KE TEMAN-TEMAN KALIAN BUAT BACA CERITANYA❗❗❗

LANJUT KAN?!

NEXT?

SPAM KOMENTAR YUK SUPAYA TERUS LANJUT

SEMOGA SUKAAA

TERIMA KASIH

FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIO
@ERLITASCORPIOWP
@FIRLANAGRANDE

Titik TerendahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang