6. DIRA SIAPA?
* * *
Hari ini Genoa sudah sadar. Cowok itu akhirnya membaik tapi bagi Dira kehidupan mereka tidak akan baik lagi. Ketika pintu ruangan terbuka, satu per satu kekuatan Dira terlepas.
Dapat dilihat dari matanya, Genoa menyandarkan pundaknya ke kepala ranjang. Sementara Dira kembali menjatuhkan air matanya. Takdir apa yang harus membuat hubungan mereka terpisah.
Lika mengikuti langkah Dira dari belakang. Mata gadis itu masih normal dan tidak bengkak seperti Dira. Toh walaupun ia merasa empati namun untuk rasa bukan saatnya Lika menangis.
"Dira ayo masuk!"
Mendengar suara Adya memanggil namanya membuat Dira terpaksa mempercepat langkah kakinya. Ia buru-buru menghapus air mata yang sejak tadi terjatuh. Dan Genoa menoleh ke arah mereka dengan tatapan bingung.
"Sayang, kamu ingat Dira gak?" tanya Adya kepada putra tunggalnya itu. Namun, Genoa merasakan denyutan yang terasa di kepalanya. "Jangan terlalu memaksa. Kamu ingat atau nggak?"
Tatapan kosong Genoa memperhatikan Dira. "Dira siapa?" tanyanya.
"Sayang dia itu--"
"Permisi," ucap Lika tiba-tiba mendekat ke arah mereka dengan canggung. "Hai, Genoa!"
Alis Genoa terangkat mendengar sapaan Lika. Walaupun ia tidak mengingat siapa orang di sekitarnya tapi dengan sapaan awal itu mampu menyita perhatian Genoa.
"Hai Tante, sebelumnya kenalin nama saya Lika. Mau minta maaf banget kalau ... mungkin karena saya Genoa jadi seperti ini."
"Gak apa-apa, Tante sudah menerima keadaan anak Tante. Makasih Lika."
Lika menampilkan senyumnya, senang dengan respons orang tua Genoa yang baik sekali. Dira sangat beruntung, kedua pihak menyetujui hubungan mereka dan sama-sama baik.
"Terima kasih, Tante."
Masih dengan senyuman yang tak bisa dilepas, Lika menoleh ke arah Genoa. Tetapi ia cukup terkejut ketika matanya dan mata Genoa bertemu. Lika tidak tahu sejak kapan cowok itu memperhatikan dirinya.
Di lain sisi, Dira memperhatikan wajah Genoa. Entah mengapa suara Dira habis dan bingung mau mengatakan apalagi. Ia masih tidak percaya dengan takdir yang terjadi kepadanya. Genoa harus melupakan semua kenangan yang terjadi di antara mereka.
"Tante, Dira izin duduk di sebelah Genoa ya."
"Silakan, Tante mau ke kantin rumah sakit dulu ya."
Selepas Adya pergi, Dira menunduk. Belum berani menatap mata Genoa dalam jarak sedekat ini. Suasana ruangan sunyi seharusnya mereka baik-baik saja tapi Dira merasa kegelisahannya menyerang tubuhnya sendiri.
"Gen," lirih Dira memanggil cowok itu. "Kenapa harus terjadi kayak gini sama keadaan kamu?"
Dira menutup wajahnya dengan kedua tangan karena tangisan yang tercipta ternyata terlalu menyakitkan. "Gen, kenapa sama hubungan kita? Kata kamu ... kamu gak akan lupain aku dan aku ingat kamu kalau lagi gelisah."
Sementara Lika, ingin pergi dari ruangan ini ketika tatapan Genoa mengintimidasinya. Baru kali ini ia ditatap seorang cowok sampai menyeramkan seperti itu.
"Mantan gue aja gak pernah natap gue. Ya Tuhan, jantung gue mau copot rasanya."
Lika menoleh ke arah Dira yang malah menutup wajahnya dan membuat Lika bingung sekarang. Bukan waktu yang tepat untuk kembali menangis.
Seharusnya mereka tidak dalam keadaan seperti ini.
"Dir," panggil Lika mencoba menyadarkan gadis itu.
"Dira, gue mau cabut!"
"Dira!"
Lika berdecak kesal saat tak ada respons sama sekali dari gadis itu. Jujur selain Dira, Lika tidak mengenal siapapun di ruangan ini.
"Bodo amat, gue cabut!"
Lika berbalik badan dan bergegas keluar dari ruangan.
Namun saat sampai di pintu langkahnya berhenti ketika Genoa berucap, "Tunggu! Lo mau pergi kemana?"
* * *
ABSEN YANG MASIH TERUS BACAA?
SHARE JUGA NIH KE TEMAN-TEMAN KALIAN BUAT BACA CERITANYA❗❗❗
LANJUT KAN?!
NEXT?
SPAM KOMENTAR YUK SUPAYA TERUS LANJUT
SEMOGA SUKAAA
TERIMA KASIH
FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIO
@FIRLANAGRANDESiap banjir air mata????
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terendah
Teen FictionKetika Genoa memaksa Dira memasuki sebuah orbit. Dira menikmati keadaan dirinya yang terperangkap. Sementara ketika Dira merasa bahwa dirinya berada di tempat yang tepat. Genoa malah pergi sangat jauh dari orbit dan meninggalkan Dira dalam keadaan p...