63. MENATAP JIWA

643 101 16
                                    

Semua murid turun dari bus, kali ini saatnya perjuangan mereka untuk naik ke tempat tujuan. Mereka memang tidak mendaki sampai puncak, hanya disalah satu pos pemberhentian saja untuk bisa membangun tenda-tenda.

Begitu juga Dira yang kini sedang membawa tasnya untuk turun dari bus. Ia memilih turun yang terakhir saja daripada harus berdesakkan. Dira kira hanya dirinya yang menunggu tapi Genoa masih tetap bersamanya.

"Ayo, Dir!" ajak cowok itu meraih tangannya. Dira terfokus memperhatikan Genoa yang berada di dekatnya.

Sejak bus berangkat dan sampai sekarang Genoa masih tetap betah menggenggam tangannya. Jika yang ada di dekatnya sekarang masih Genoa dulu yang mengenalinya. Mungkin Dira akan merasakan bahagia yang teramat luar biasa. Tapi sekarang Genoa baru dan masih menganggap dirinya adalah orang baru dikehidupannya.

Ketika sampai diperkumpulan, Dira mengeratkan jaketnya dan benar saja udara di sana sangat dingin. Untung mamanya sudah menyiapkan obat, walau sebenarnya Dira malas harus beristirahat lalu minum obat itu.

Sekarang mereka akan bersiap naik ke pos perkemahan. Genoa menghentikan langkah Dira, cowok itu mengeluarkan kupluk dari tasnya dan memasangkannya di kepala Dira.

"Harusnya lo bawa yang lebih tebal, Dir."

Begitulah ucapan Genoa, Dira tersenyum membalasnya. Kini tangan keduanya tak lagi saling menggenggam, ia melangkahkan kakinya dan menggunakan jaket yang bisa menutup hingga setengah wajah. Seolah menutupi dirinya dari angin yang menusuk kulitnya.

Dira menoleh ke arah kiri dan mendapati Jiwa yang memperhatikannya. Langkahnya mendekati Jiwa, ia merasa bersalah karena hal tadi. Tepat ketika sampai di samping Jiwa, Dira menurunkan zippernya.

"Muka lo cemberut aja," seru Dira memecah keheningan di antara mereka.

Jiwa balas tersenyum. "Sepanjang perjalanan mikirin lo."

"Jiwa!" Malu Dira karena mendengar ucapan itu. "Harusnya lo senang dong kan lo yang paling semangat ikut acara ini."

"Tadinya gue gak senang, Dir, karena gak bisa duduk bareng lo. Tapi senangnya lagi balik soalnya ada lo di sini."

Dira memukul bahu cowok itu. "Jiwa gombal nih!"

Jiwa tertawa mendengarnya, tangan cowok itu meraih bahu Dira dan merangkulnya kuat-kuat. "Gue ada buat lo. Jadi lo gak perlu khawatir karena gue bisa bantu apa aja untuk lo."

Dira tersenyum ke Jiwa. Ia memperhatikan sekitarnya yang masih ramai walau beberapa orang sudah ada yang sampai di tenda. Jiwa juga tetap pada posisinya merangkul Dira seolah menahan cewek itu untuk tidak lepas darinya.

"Satu hal yang baru gue tau tentang lo, Jiwa." Dira menundukkan kepalanya sebentar sebelum akhirnya kembali menatap jalan di depan. "Ternyata lo teman dari musuh Genoa."

Jiwa terbelalak. "Kenapa harus Genoa?"

"Karena Genoa adalah teman dari korban kalian, Jiwa." Dira menurunkan tangan cowok itu dari bahunya kini ia menepuk pelan tangan Jiwa. "Lo gak ikut memalak mereka, kan? Mereka dari keluarga gak mampu, Jiwa, gue harap lo bisa kasih tau teman lo untuk berhenti lakuin itu."

"Gue pernah ikut, Dir," jawab Jiwa jujur. "Tapi gue gak tau bisa buat teman gue mau berhenti atau nggak, Dir, mereka semua keras kepala."

Dira mengatur napasnya. "Jiwa ... gue harap lo harus bisa karena kalau gak ... kalau nggak kalian bisa dipenjara."

"Gue janji, Dir," tegas Jiwa. "Gue janji buat kasih tau mereka. Semoga teman gue berhenti, gue gak mau mereka terus buat kesalahan. Kasih tau Genoa, Dir, tolong jangan lapor polisi dulu karena gue coba selesaikan masalah ini."

Dira menghentikan langkahnya, ia menatap Jiwa. Jiwa juga ikut berhenti dan memperhatikan Dira dengan pandangan yang begitu kentara khawatir.

Dira memeluk cowok itu.

Lalu mencium pipi Jiwa.

* * *

Cerita ini sebentar lagi selesai gaes :(

ABSEN YANG MASIH TERUS BACAA?

Terus kalian juga cek profil Wattpadku ya. Baca cerita yang lain dan bantu ramaikan🥰

SHARE JUGA NIH KE TEMAN-TEMAN KALIAN BUAT BACA CERITANYA❗❗❗

LANJUT KAN?!

NEXT?

SPAM KOMENTAR YUK SUPAYA TERUS LANJUT

SEMOGA SUKAAA

TERIMA KASIH

FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIO
@ERLITASCORPIOWP
@FIRLANAGRANDE

Titik TerendahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang