Genoa merasakan ponselnya berdering. Ia langsung memeriksanya dan sebuah pesan singkat dari Lika untuk menunggunya selesai latihan. Genoa akan menunggu di kantin atau di kelas saja, tapi sekarang langkah kakinya mengikuti seseorang.
Dira sekarang lebih sering seorang diri. Entah kenapa rasanya bersama orang lain malah terus membuat dirinya menangis. Ia memang masih menanggapi ucapan orang lain kepadanya tapi tidak seceria dulu.
Bahkan senyum itu tidak ada di wajahnya.
"Gue antar lo pulang."
Ucapan itu membuat Dira menoleh ke samping. Tak terkejut lagi karena ia mengenal suaranya. Dira jelas menggelengkan kepalanya, sudah beberapa kali ia bicara kalau Genoa tidak boleh memberikan bantuan kepadanya lagi.
"Gue bisa antar lo pulang." Genoa masih saja bertahan di sana. Menahan langkah Dira yang ingin pergi.
"Tapi aku yang gak bisa," jawab Dira mencoba melepaskan tangan itu. Ia tidak ingin menghancurkan segala hal lagi. "Cukup aku, Gen, yang rasain sakit hati. Jangan Lika juga kamu buat dia nangis."
"Lika lagi latihan, gue antar lo pulang." Genoa kekeh pada ucapannya. "Kenapa lo gak mau?"
"Jadi menurut kamu segampang itu buat pergi jalan sama perempuan? Gen, aku makin gak ngerti sama kamu." Dira menggeleng heran. "Pantas kamu bisa suka sama perempuan lain selain aku, ternyata kamu yang terus kasih perhatian?"
"Gue cuma ngajak lo," ujar Genoa lagi.
"Sekarang dibalik saat aku masih jadi pacar kamu. Dan sekarang yang di sini adalah Lika. Kamu juga kayak gini ya?" ucap Dira menjelaskan apa yang terjadi dan pendapatnya tentang Genoa.
"Kamu yang bisa-bisanya lakuin hal kayak gini. Kamu yang gak punya kepercayaan sama perasaan aku. Tapi kamu yang salahin aku masih menyukai kamu yang dulu?"
"Dir!"
Dira membalikkan badannya meninggalkan Genoa yang terus memanggilnya. Tapi tetap saja sampai di depan gerbang pun cowok itu masih tetap mengejarnya dan mengajaknya berbicara.
"Dir, berhenti!" cegah Genoa terakhir kalinya ia langsung menarik Dira untuk tetap berada di sampingnya.
"Gen, lepas. Aku mau pulang."
"Pulang sama gue." Genoa kali ini tak main-main dengan ajakannya. "Atau lo gak mau. Gue tetap akan pulang sama lo."
Dira menatap mata cowok itu dengan kesal. "Mau kamu apa sih, Gen?"
"Ayo!" Percuma saja. Genoa sama sekali tidak menjawab pertanyaan Dira. Tapi cowok itu memaksa Dira untuk naik ke motornya dan di sanalah Dira berada diboncengan Genoa.
Sepanjang perjalanan. Tidak seperti biasanya, Dira bahkan sama sekali tak berpegangan kepada Genoa. Melihat ke arah spion saja tidak. Cewek itu jelas menjaga jarak di antara mereka.
"Pegangan nanti lo jatoh."
"Aku tau. Udah pegang ke motor kok."
"Pegang ke gue!"
"Buat apa? Gak ada untungnya juga buat aku atau kamu."
Genoa menghela napas mendengar itu. Dira keras kepala. Padahal ia masih peduli dengan keadaan cewek itu. Tapi Dira tidak pernah mengerti apa yang dimaksud olehnya.
"Lo gak cinta sama Genoa?"
"Genoa siapa? Dulu atau kamu yang sekarang?" tanya Dira memutar bola matanya. "Aku masih cinta sama Genoa. Tapi bukan kamu. Aku jujur sekarang, aku mencintai Genoa yang dulu. Bukan kamu yang sekarang."
"Kenapa?"
Dira menautkan alisnya. "Pake nanya lagi. Gak sadar diri kalau kamu itu jahat?"
"Kalau Genoa yang sekarang masih cinta sama lo. Tetap jahat?"
* * *
ABSEN YANG MASIH TERUS BACAA!
SHARE JUGA NIH KE TEMAN-TEMAN KALIAN BUAT BACA CERITANYA❗❗❗
LANJUT KAN?!
NEXT?
SPAM KOMENTAR YUK SUPAYA TERUS LANJUT
SEMOGA SUKAAA
TERIMA KASIH
FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIO
@ERLITASCORPIOWP
@FIRLANAGRANDE
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terendah
Teen FictionKetika Genoa memaksa Dira memasuki sebuah orbit. Dira menikmati keadaan dirinya yang terperangkap. Sementara ketika Dira merasa bahwa dirinya berada di tempat yang tepat. Genoa malah pergi sangat jauh dari orbit dan meninggalkan Dira dalam keadaan p...