Dira melihat Genoa terbaring di kasur. Dirinya sedang berada di kamar Genoa. Baru saja cowok itu selesai meminum obat pereda sakit, Dira bernapas lega mereka bisa sampai di rumah Genoa dalam keadaan cowok itu cukup baik sekarang. Tapi Dira membiarkan Genoa untuk istirahat saja.
"Maafin aku, Genoa."
Genoa menegakkan tubuhnya sembari memperbaiki bantal dan bersandar pada kepala ranjang. Ia menatap lama Dira tapi belum membuka suaranya.
"Kamu marah sama aku ya?" tanya Dira sangat merasa bersalah atas apa yang dilakukannya tadi. "Aku gak lagi bicarain tentang kamu yang dulu, Gen. Aku janji."
Menggenggam tangan Genoa yang bisa Dira lakukan. Kini cewek itu balas menatap Genoa. Mereka berdua saling beradu pandang. Genoa tidak bisa melihat Dira seperti itu, ia juga ingin membalikkan semua ingatannya tentang cewek itu tapi bagaimana caranya?
"Gue yang berusaha ingat itu, Dir. Jangan menyalahi diri lo aja, semuanya juga terlibat di sini. Gue, lo, sama-sama punya masalah di sini."
Dira mengangguk, ia menyetujui ucapan kekasihnya. "Iya, Gen, aku ngerti. Aku akan mengerti kamu sekarang."
"Gue juga gak mau begini terus, Dir. Semuanya memang berat bagi kita. Tapi Dir, gue juga gak tau cara balikin ingatan itu. Gak semudah yang dibayangkan, Dir, semuanya terlalu sakit."
"Iya, Genoa, sekali lagi aku minta maaf sama kamu. Kamu jadi sakit gini. Aku maksa kamu buat ingat, Gen, maaf."
"Dir, kita coba belajar dari masalah ini." Genoa mencoba mencari jalan sederhana atas apa yang menimpa dirinya. Atau pun tentang masalahnya bersama Dira. "Pertama, kita coba belajar ikhlas apa yang udah terjadi. Kita terima apapun baik suka atau duka."
Dira menatapnya dengan sedih. "Iya, Genoa, aku akan coba ikhlas."
"Kedua," sebut Genoa lagi. Ia balas menggenggam tangan Dira mencoba menguatkan diri cewek itu. "Kita harus sabar, Dir. Kalau kita mau mendapatkan hasil yang bagus, kita harus sabar dan gak memaksa."
"Gen," seru Dira menangis lagi. "Aku akan sabar tapi kamu gak boleh kenapa-kenapa lagi."
"Iya, Dira." Genoa menjawabnya dengan yakin. "Ketiga, kita perlu mengevaluasi diri. Apa kita pernah melakukan kesalahan sampai Tuhan memberikan masalah seperti ini?"
"Aku gak tau, Genoa. Semuanya baik-baik aja kok," jawab Dira menahan dirinya untuk tidak mengeluarkan air mata lagi.
"Dira," panggil Genoa mencoba mengambil semua fokus Dira kepadanya. "Keempat, kita harus bersyukur, Dira. Walaupun sekarang hidup kita berantakan, tapi seenggaknya kita masih di sini. Masih sama-sama."
Dira menutup wajahnya menangis. "Aku jadi cengeng gini, Gen." Ia tidak bisa menahan dirinya untuk menangis ternyata. Rasanya kehilangan seseorang yang ia cinta memang sangat menyakitkan. "Aku salah, Gen, aku maksa kamu buat ingat. Aku terlalu egois, Genoa."
"Iya, lo egois, Dir." Genoa mengangguk. Menyetujui ucapan cewek itu sendiri.
"Kamu jadi marah ya sama kamu?Kamu benci aku, Gen?"
"Nggak, Dir. Gue bilang lo egois karena lo mau gue yang dulu. Sementara gue juga gak bisa berbuat apa-apa," ucap Genoa lagi.
"Karena aku takut kehilangan kamu, Genoa."
"Dira. Lo harusnya yakin sama perasaan lo. Baru lo bisa yakinin perasaan gue."
Dira menatap Genoa dengan air mata yang berhenti namun pipinya kentara sekali basah. "Aku kaget sama semuanya, Gen. Makanya aku jadi rasain takut semuanya. Takut kamu gak nerima aku. Takut kamu menjauh dari aku. Dan aku takut, Genoa."
"Takut apa lagi?"
"Takut kalau kamu suka perempuan lain."
* * *
ABSEN YANG MASIH TERUS BACAA?
SHARE JUGA NIH KE TEMAN-TEMAN KALIAN BUAT BACA CERITANYA❗❗❗
LANJUT KAN?!
NEXT?
SPAM KOMENTAR YUK SUPAYA TERUS LANJUT
SEMOGA SUKAAA
TERIMA KASIH
FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIO
@ERLITASCORPIOWP
@FIRLANAGRANDE
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Terendah
Teen FictionKetika Genoa memaksa Dira memasuki sebuah orbit. Dira menikmati keadaan dirinya yang terperangkap. Sementara ketika Dira merasa bahwa dirinya berada di tempat yang tepat. Genoa malah pergi sangat jauh dari orbit dan meninggalkan Dira dalam keadaan p...