10. GAGAL MOVE ON

1K 134 106
                                    

10. GAGAL MOVE ON

* * *

Dira masih lari menuju kelasnya yang cukup jauh dari lobi. Ke kelas 11 IPA 2, di mana kelas itu lah yang menjadi tempat favorit Dira. Tempat di mana Genoa mengajaknya berkenalan, mengajaknya pergi ke kantin, dan berjanji kalau dia mencintainya.

Menggelengkan kepalanya cepat, rasanya setiap detik membicarakan Genoa tidak ada bosannya. Selalu menjadi topik paling menarik untuk dikulik.

Belum sampai depan pintu tangan Dira sudah ditarik dan dipaksa berhenti. Dengan sejuta perasaan terkejut, Dira melihat siapa orang yang membuatnya tertahan.

"Dir, mampus gue! Bisa mampus gue Dira!"

Masih bingung dan tidak merespons apa pun ternyata orang itu adalah Lika. Lika yang baru saja menahannya sekarang, padahal berbicara di kelas kan bisa, mengapa harus di tengah jalan seperti ini?

"Dira, gimana nih nasib gue?!"

"Gimana apanya sih?"

"Jiwa pindah sekolah, Dira. Jiwa di sini. Jiwa satu sekolah sama gue. Gue harus gimana?"

Alis Dira tertaut. "Jiwa? Siapa?"

"Astaga, gue sering curhat orangnya ke lo masa gak tau sih?" kesal Lika menjadi karena Dira yang kelewat lola (loading lama).

"Jiwa, Dira. Jiwa mantan gue."

"Mantan?!" Dira masih tidak mengerti dengan ucapan Lika, namun ia menyadari kalau Lika baru saja putus. "Astaga kok bisa pindah sih?"

"Gue juga gak tau, Dir. Gue kira dia bakal lupain gue dan gue tau banget kalau dia selingkuh sama teman satu sekolahnya. Kok dia bisa sekolah di SMA May sih. Nyebelin banget tuh cowok."

Lika masih tetap berbicara saja mengutarakan kekesalan gadis itu kepada mantannya. Dira yang pusing lalu mengajaknya sembari masuk ke dalam kelas. Lika memang seperti itu, mungkin saking cintanya ia kepada mantannya yang bernama-ah iya Jiwa itu.

"Dia mau cari lo lagi kali, Lik," celetuk Dira mencoba berargumen dengan pendapat sahabatnya. "Siapa tau kan dia pindah karena mau perbaikin hubungan sama lo?"

Kerutan di dahi Lika terbentuk. "Dih ogah banget gue mau balikan sama dia. Kalau emang bener dia pindah sekolah karena mau baikan sama gue, oke gue maafin tapi kalau balikan ogah."

"Tapi lo masih suka sama mantan lo itu, kan? Siapa namanya?" tanya Dira seolah lupa karena masih asing di telinganya. "Jiwa. Jiwa siapa namanya sih? Bagus tau nama dia."

Lika memukul bahu Dira pelan, jengkel diledeki seperti itu. "Diraaaa ... kesel tau gak sih! Lo sekarang buat mood gue ancur cuma karena ngomongin dia."

"Ya lo juga sih yang-"

"Shutttt! Pak Edi udah datang diam woy!!!"

Seluruh kelas mendadak sepi ketika guru matematika sekaligus wali kelas mereka datang ke kelas. Dira sudah duduk manis walau masih terdengar Lika di sebelahnya yang masih menggerutu pelan.

"Selamat pagi. Sudah tidak usah beri salam. Karena Bapak ada tugas sebentar ke luar sekolah dan di sini sekarang mau kenalkan teman baru kalian." Pak Edi berbicara lantang lalu menoleh ke pintu dan menyuruh murid baru itu masuk. "Silakan perkenalkan diri kamu."

"Lho dia beneran anak baru ternyata," seru Dira pada dirinya sendiri.

"Hai semuanya!" sapa cowok itu memenuhi seluruh ruangan, hingga dari barisan tempat duduk gadis-gadis banyak yang heboh karena kelas mereka kedatangan murid baru dan sangat tampan. "Nama lengkap gue Jiwa Penyaksi. Bisa panggil gue Jiwa, gue pindahan dari SMA Bakti."

"Ada pertanyaan?" tanya Pak Edi menjeda perkenalan itu.

Satu orang gadis bernama Tara menunjuk, Dira menoleh ke sana. Tara memang dikenal centil se-IPA. Dira ingat saat itu Tara menggoda Genoa tapi Genoa malah tak mengacuhkan gadis itu yang jelas selalu mengadu kepada Dira karena punya pacar cuek.

Dira tertawa mendengar predikat cuek ada di diri Genoa, padahal cowok itu tidak cuek sama sekali kepada dirinya.

"Ya, Tara silakan bertanya!"

"Minta nomor hape Jiwa dong, Pak, bolehkan?"

Langsung saja mendapatkan sorakan dari satu kelas. Dira sampai lupa kalau di sini ada mantan Jiwa, tepatnya Lika adalah mantan cowok itu. Dira menoleh ke arah Lika yang terlihat menunduk dan mendongak secara bergantian menandakan kalau dia resah.

"Kamu itu bercanda saja!" tegur Pak Edi. "Ya sudah Jiwa kamu duduk di bangku kosong ya, cari di belakang atau sebelah mana yang masih kosong. Bapak permisi keluar duluan, selamat pagi!"

Jiwa mengangguk pelan sebagai jawaban, ia berniat duduk di kursi paling belakang tampak masih mendapat tatapan yang menjurus ke arahnya. Kecuali gadis di baris kedua dari depan, dia tampak belum menoleh ke arahnya.

"Lika, lo gak mau nyapa Jiwa?"

"Jangan rese deh, Dir." Lika cemberut tak mau menoleh sama sekali ke arah sana. Tak mau mengingat bagaimana ia terus memikirkan cowok berengsek itu.

Namun, tanpa diduga Dira malah berbalik badan dan menoleh ke arah Jiwa. Sementara Jiwa menaikkan kedua alisnya yang ternyata mendapat tatapan dari gadis itu.

"Jiwa!" sapa Dira dengan senyuman sangat manis lalu melambaikan tangannya sebentar ke arah cowok itu.

Ia berbalik badan. "Gue tadi nonjok dia tau Lik, gak sengaja. Ternyata dia beneran anak baru, pantes gue gak kenal."

"Jadi tadi lo udah ketemu Jiwa?" tanya Lika terkejut mendengar itu.

Dira mengangguk. "Iya."

"Dira, nyebelin bukannya cerita."

"Iya kan, ini gue baru aja cerita." Dira menjelaskan, detik selanjutnya ia tertawa. "Kayaknya ada yang gagal move on nih."

* * *

ABSEN YANG MASIH TERUS BACAA?

SHARE JUGA NIH KE TEMAN-TEMAN KALIAN BUAT BACA CERITANYA❗❗❗

LANJUT KAN?!

NEXT?

SPAM KOMENTAR YUK SUPAYA TERUS LANJUT

SEMOGA SUKAAA

TERIMA KASIH

FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIO
@ERLITASCORPIOWP
@FIRLANAGRANDE

Siap banjir air mata???

Titik TerendahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang