35. Jebakan!

2.4K 425 84
                                    

(Fyi : part ini setelah part 34 yaa. Kebalik, huhu)

|Vote dan comment dipersilahkan sebagai bentuk apresiasi bagi seorang penulis|
©callmeRIES

Pagi ini keadaan kembali menegang. Semua mata bersikap awas. Semua tubuh bersikap tegak. Semua pikiran menjadi tajam. Beberapa menit lagi peperangan akan kembali dimulai. Peperangan terbesar dalam sejarah Dinasti Kim. Perang yang menjadi penentu masa depan dua kekaisaran.

Seperti yang telah direncanakan, di barisan terdepan tidak nampak keberadaan Kaisar Kim. Hanya pasukan depan yang siap siaga dalam posisi masing-masing, begitu pula para pasukan lain.

Lisa yang ditempatkan di barisan depan meyakinkan dirinya untuk lebih berguna dari kemarin. Sejauh ini dialah prajurit dengan luka paling sedikit, nyaris tidak ada luka apapun pada tubuhnya terkecuali lebam akibat pukulan.

"Lisa," panggil Rose dari belakang.

"Hm?"

"Aku hanya tahu sekilas tentang strategi hari ini sebab kemarin aku tidak bisa mengikuti rapat bersama kalian," ucap Rose.

"Bisa kamu jelaskan secara singkat dan tepat fungsi barisan samping?" lanjutnya.

"Menyerang dan bertahan selama mungkin sampai pasukan musuh memperlihatkan strategi mereka yang sebenarnya," balas Lisa.

Rose mengangguk, "Kita harus melindungi Yang Mulia bukan?"

Lisa mengangguk mengiyakan.

Rose mengamati Lisa dari samping, mencari timing yang tepat untuk kembali bersuara.

"Em, sejak ayahku memutuskan ikut campur secara langsung di medan pertempuran aku merasa kasihan padanya. Di saat para pejabat lain enak-enakan istirahat di dalam rumah hangat mereka, ayahku justru harus mempertaruhkan nyawa sendirian di sini. Bukankah tidak adil?" ujar Rose mengeluarkan unek-uneknya.

Seketika Lisa menoleh pada gadis itu. Terlihat raut wajah tak suka di sana. Dalam hati Rose menyeringai misterius.

"Mereka juga berjuang, Rose," tekan Lisa.

"Berjuang apa?" jawab Rose dengan nada sengaja dibuat tidak terima.

"Mereka mengeluarkan uang untuk membiayai peperangan ini." Nada bicara Lisa naik satu oktaf.

"Tetap saja mereka hanya berdiam diri di dalam rumah mereka, mencari aman." Rose tak kalah keras menjawab.

"Sok tahu! Bahkan mereka sekarang sedang tidak berada di rumah," murka Lisa. Tentu saja dirinya tidak terima, sebab gelar 'pejabat' secara tidak langsung menyeret nama orang tuanya.

"Kamu yang sok tahu! Tahu dari mana kamu bila sekarang mereka tidak berada di rumah?! Jangan mengada-ngada Lis."

"Mereka tinggal dalam persembunyian lima kilometer ke arah Utara. Tentu aku tahu karena dua di antara pejabat yang kamu maksud adalah orang tuaku!" Dada Lisa naik turun menahan amarah yang membeludak.

Rose menarik tipis sudut bibirnya, sangat tipis hingga Lisa sendiri tidak menyadarinya.

"M-maafkan aku membuatmu tersinggung dengan kata-kataku," ujar Rose pelan. Meski tidak terasa sedikit pun rasa bersalah pada kalimatnya.

Lisa mengangguk singkat lalu kembali menolehkan kepalanya ke depan. Terlihat sekali ia sedang mengacuhkan Rose, lebih tepatnya seperti usiran halus agar Rose menyingkir dari titik jangkau penglihatannya

Rose menepuk pundak Lisa pelan, "By the way, Lis apapun penjelasanmu tadi semua sama saja, mereka hanya mampu bersembunyi," ucapnya sebelum berjalan pergi. Kedua telapak tangan Lisa terkepal erat di samping tubuhnya hingga kuku-kukunya tampak memutih.

The Queen (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang