20. Strategi

3.5K 553 51
                                    

|Vote dan comment dipersilahkan sebagai bentuk apresiasi bagi seorang penulis|
©callmeRIES

Di dalam ruangan dengan pencahayaan terfokus ke arah meja tempat 'peta rencana' diletakkan, empat gadis sedang berdiskusi perihal pergerakan yang akan mereka lakukan paling lambat besok lusa. Kekaisaran Min memang belum menunjukkan cikal bakal penyerangan, akan tetapi bukan berarti Jisoo, Jennie, Rose, dan Lisa menunggu diserang baru menyerang.

Zaman ini jelas berbeda dengan zaman mereka, di mana mereka tidak akan mengganggu jika tidak diganggu. Apabila prinsip seperti itu diterapkan di zaman Dinasti Kim, kematian yang justru akan terlebih dulu menimpa keempatnya.

"Jisoo, kamu temui Min Seokjin dan jika memungkinkan cari tahu informasi sekecil apapun darinya," ucap Rose. Kali ini Roselah yang memimpin strategi.

Jisoo mengangguk paham, "Tapi aku tidak harus menerima perjodohan itu, kan?" tanyanya was-was.

Rose menepuk pundak Jisoo pelan, "Terserah padamu."

Kemudian Rose beralih pada Jennie. Menatap gadis yang sedari tadi menyimak dengan ekspresi berfikirnya. Perlahan Rose menarik tipis sudut bibirnya, Rose yakin Jennie sedang memikirkan ide yang mungkin sama dengan idenya atau lebih anti-mainstream.

"Bagaimana kalau aku membawa sebagian pasukan Mawar Hitam ke daerah ini ...?" usulnya sambil menunjuk gambar di peta, "menyingkirkan seluruh musuh sesuai katamu kemarin, lalu kembali bergerak ke daerah ini," lanjutnya sambil kembali menujuk gambar lainnya.

Jennie melirik Rose sebentar, "Kemudian—"

"Membunuh mereka?" potong Lisa tidak tahan.

Jennie bersmirk, "Tidak secepat itu. Beri mereka peringatan terlebih dahulu, em ... ancaman. Dari sana bisa kita pantau apa tindakan yang akan di lakukan dua pangeran itu melihat dua tempat penampungan pasukannya diserang. Jika kalian tidak tahu prinsip bertarung di abad seperti ini, akan aku beritahu. Pertama singkirkan barisan depan, kedua berikan ancaman, ketiga—"

"Hancurkan beserta pionnya," ucap serempak Rose, Lisa, dan Jisoo.

Jennie menatap ketiga orang di depannya tidak percaya, ternyata mereka paham. Dan sepertinya empat gadis itu benar-benar partner yang sangat cocok ketika disatukan dalam satu kelompok.

"Lebih dari rencana yang aku susun sebelumnya ya, Jen. Haha ...."

Ada jeda beberapa detik sebelum suasana kembali serius dengan perhatian mengarah kepada Lisa.

"Cari pengkhianat di dalam Kekaisaran Kim," ujar Rose to the point.

Lisa mengernyitkan dahi bingung, "Pengkhianat? Jadi memang benar ada pengkhianat di dalam Kekaisaran? Sial! Aku akan menemukannya dengan kekuasaanku."

"Memang itu tugasmu kali ini, Lis," jelas Rose yang tanpa sadar ikut bahagia karena sebentar lagi Lisa akan menggila.

"Mereka melupakan satu fakta jika di atas langit masih ada langit. Huh! Aku membencinya," kesal Lisa.

"Kamu membutuhkan pasukan Mawar Hitam?" tanya Rose. Lisa mengangguk, gadis berponi itu tidak memiliki anak buah di sini.

"Apa yang akan kamu lakukan, Ros?" tanya Jisoo kemudian. Karena memang Rose belum menjelaskan apa yang akan dilakukannya.

"Menyamar lalu mencari petunjuk di kandang pelaku," ucap Rose santai yang dihadiahi tatapan khawatir teman-temannya.

"Em ... kalian tenang saja aku sudah mengawasi tempat itu beberapa hari ini melalui Naina, jadi rencanaku sudah mantap. Jika gagal—"

Rose menjeda perkataannnya. Melayangkan perhatian dengan ekspresi menahan tawa. Rose gemas dengan tanggapan Jisoo, Jennie, dan Lisa. Gadis itu tidak mungkin dengan bodohnya menyerahkan nyawa begitu saja.

"Jika gagal—"

Rose tersenyum di akhir kalimat.

Tiga gadis di dalam ruang yang sama dengannya menggeleng tidak percaya disertai kekehan kecil. Ternyata rencana Rose atas dirinya sendiri lebih anti-mainstream.

Q u e e n

"Yuna, sampaikan surat ini kepada Kaisar," pinta Jisoo pada Yuna. Yuna pun mengangguk lalu segera berpamitan meninggalkan rumah untuk melaksanakan tugas.

Surat itu berisi ungkapan jika Jisoo Kim bersedia menemui Min Seokjin. Waktu yang mau tidak mau dia terima akhirnya terjadi beberapa hari lagi. Jika perjodohan antara dirinya dengan Min Seokjin disetujui maka nasibnya akan seperti Jennie, terjebak dalam sangkar. Terlebih laki-laki itu berada di kubu musuh, musuh Kekaisarannya, lalu apa yang harus dia lakukan kalau begitu?

"Aku lebih takut mencintainya, mencintai seseorang yang beda dunia denganku. Karena pada akhirnya akulah yang akan menyakitinya," gumam Jisoo.

"Aaaaaa ...!"

Dengan panik Jisoo, Jennie, dan Rose segera menghampiri Lisa yang baru saja berteriak.

"Ada apa denganmu?"

"J—jarumnya sudah berada di garis kelima." Lisa menyerahkan jam di tangannya untuk dilihat ketiga temannya.

Jujur ... dirinya sangat panik sekarang, waktu setiap detik terus berjalan, tapi mereka belum menemukan pasti jawabannya. Bagaimana kalau mereka gagal? Bagaimana kalau pencapaian mereka sejauh ini adalah kesia-siaaan? Bagaimana kalau hal mengerikan menunggu mereka sebentar lagi?

"Bertambah garis artinya kita di jalan yang tepat. Kita pasti bisa selagi bersama-sama." Jisoo mencoba menyemangati dirinya sendiri dan tiga orang lainnya. Benar bukan apa yang dikatakannya?

Jennie berjalan menjauh seolah acuh, namun baru beberapa langkah kedua kakinya berhenti.

"Jangan terlalu yakin kita akan selalu bersama, ketika nanti takdir menyebabkan perpisahan hanya diri kalian sendiri yang bisa diandalkan." Kemudian Bangsawan Ruby itu pergi dari sana.

"Huh! Apa katanya tadi? Aku tidak suka," ujar Lisa memandang kesal kepergian Jennie. Mereka sedang panik, tapi gadis itu malah menambah kadar kepanikan.

"Yang dikatakannya memang benar," gumam Rose dengan nada suara kecil.

"Kamu mengatakan sesuatu?" tanya Jisoo tidak yakin.

Rose langsung menggeleng. Dia menepuk pelan pundak Lisa sebelum meninggalkan tempat itu.

Jika saat ini mereka diperbolehkan negatif thinking, Jisoo, Lisa, dan Rose akan langsung mengatakan menyetujui kata-kata Jennie. Yang dia ucapkan berpotensi menjadi fakta, fakta terburuk yang enggan mereka benarkan. Mereka tidak mampu berfikir tindakan apa yang akan dilakukan jika hal tersebut terjadi.

Sebab mereka telah terikat, terikat dengan tali takdir transparan tanpa mereka duga. Andaikan tali penghubung itu putus bukannya hanya ada kehancuran? Dulu mereka bejalan sendirian, tapi tidak untuk sekarang.

Keempat gadis itu bagaikan empat arah mata angin, satu hilang yang lain akan tersesat, dan jika semua hilang, bisa dikatakan tidak lagi ada kehidupan.

'Harapan kami hanya satu, berhasil dengan kebersamaan.'









••••
0620

Haloha I'm backk >o<

Pendapat tentang part ini?

Alhamdulillah bisa sampai sejauh ini, omooo. Terimakasih untuk kalian semua yang sudah mau mengikuti cerita The Queen.

Aku ngga bisa nahan untuk ngga UPDATE 😭😭
Beberapa hari ke depan fiks aku belum bisa update selanjutnya, PAT masih seminggu lagi soalnya.

Di part-part selanjutnya semua mulai terbuka. Maka dari itu, nantikan perjalanan sampai ending yaaa ....

Jangan lupa tinggalkan jejak

See you in next chapter~

callmeRIES

The Queen (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang