Tidak ada sedetikpun waktu, di mana aku tidak mencintaimu.
Warning!! Akan ada adegan 17+++
"Tolong lepasin Thalia, Dean. Thalia gak ada hubungannya dengan ini semua," lirih Clara putus asa. Apalagi yang bisa dia lakukan selain memohon diampuni.
Jangankan untuk diampuni atau dilepaskan, seringaianlah yang ditemukan Clara pada wajah cowok itu. "Jangan ngatur-ngatur gue! Kalian berdua punya salah besar!" ketusnya.
"Dean, gak gini caranya. Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Clara janji akan terima Dean untuk jadi pacar, tapi tolong lepasin Clara sama Thalia." Apapun akan Clara lakukan untuk menyelamatkan sahabatnya, termasuk mengorbankan perasaan sendiri.
Sedangkan Dean malah terkekeh mendengarnya. "Berani juga lo kepedean. Lo pikir, selama ini gue deketin lo karena suka? HA HA," Dean tertawa seraya menampar pelan dua sisi pipi Clara berulangkali, seperti sedang memainkan boneka. "Gue cuman manfaatin lo, karena lo cewek bego yang kayak boneka mainan," lanjut Dean lantas mendorong kepala Clara ke belakang.
Dean berjalan memutari kursi Clara dan Thalia, kemudian menarik kasar penutup mulut dan mata Thalia.
Suara yang selama ini tercekat ditenggorokan akhirnya bisa Thalia keluarkan. "Lo apa-apaan sih Dean! Lepasin gak!" teriak Thalia, berharap yang Dean lakukan semua ini hanyalah main-main saja.
Tidak mempedulikan teriakan Thalia, Dean malah menarik ujung rambut cewek itu membuatnya mendongak ke arahnya. Disusul pekikan suara Thalia yang kesakitan.
"Selama empat tahun, gue suka sama seseorang. Semuanya gue lakuin buat dia, gue bahkan rela dipukul demi dia. Tapi dia nolak gue. Dan setelah dia nolak gue, dia malah suka sama orang lain dan ngejar orang itu tanpa malu!" tutur Dean ditujukan untuk Clara, tapi tidak mengambil langkah pergi dari tatapan Thalia.
"Sakit, Dean, lepas..." Thalia meringis kesakitan, tarikan Dean semakin kuat, membuat kepala dan lehernya makin sakit.
Dean beralih mendorong kepala Thalia hingga keseimbangannya hilang, membuat tubuhnya terkulai di lantai berpasir, bersama kursi yang terikat dengannya. Membuat Thalia kembali memekik sakit.
"Dean, stop!"
"DIAM!!" balas teriak Dean, suara Clara tidak ada bandingannya sama sekali. "Gak ada yang minta lo bicara!!"
Dalam keadaan hening, Dean malah menyeringai. Clara menatapnya heran bercampur takut, melihat mata cowok itu seperti orang yang siap menerkam siapa saja, tapi masih melukiskan seringaian di wajahnya.
"Lo mau tau siapa cewek yang gue suka?" tanya Dean sambil berjongkok di samping Clara.
Clara tidak menjawab, mulutnya terkatup, ada perasaan mencekik berada disituasi seperti ini. Clara rasanya ingin muntah, rasa takut yang ada seolah sedang menari-nari di dalam perutnya.
Dengan bersidekap, Dean berjalan ke arah Thalia yang masih tergeletak di lantai berpasir itu. Dean memberikan dorongan di tubuh Thalia menggunakan kakinya. "Ini dia, orang yang gue suka."
Mata Clara membesar mendengarnya, sama sekali tidak menyangka. Sementara Thalia seperti sudah mengerti maksud cowok itu sejak tadi, kini hanya mampu menangis.
"Gue sayang sama lo, Dean. Kita udah enam tahun bareng. Gue udah anggap lo kakak, dan itu gak bisa digantikan dengan rasa sayang sebagai pasangan," ungkap Thalia sambil menahan isakannya. Thalia memandang Dean begitu lekat dari bawah. Sosok kakak yang mengayomi dan selalu melindunginya selama ini, telah berubah.
Dean menghiraukan perkataan tulus Thalia, berganti membetulkan posisi duduk cewek itu dan berjongkok tepat di depannya. Agar bisa dengan jelas melihat wajah orang yang dia sukai.
KAMU SEDANG MEMBACA
BECOME BEAUTY (END)
Fiksi Remaja[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Ini bukan hanya tentang cerita kisah cinta klasik antara sahabat. Tapi ini adalah kisah persahabatan, kekeluargaan dan Self Love. Pernah menjadi korban pembulian, membuat Clara si gadis periang dan pembawa kebahagiaan d...