Terdiam membisu. Satu jam berlalu dan terbuang sia-sia. Gadis ini terlampau jauh pada bayang-bayang lengan sahabatnya yang sudah berbeda udara dengan nya.
Melepas semua genggaman.
Sangat menyakitkan. Bahkan setiap malam dia diam-diam selalu menangis. Tempo hari saat para sahabatnya pergi menuju seoul. Bandara yang menjadi saksi bisu dimana lisa mengamuk dan memukul semua sahabatnya.
Bahkan rosé pun ikut meringis melihat lisa yang seakan tersakiti. Tangis gadis itu pecah saat melihat sebuah pesawat terbang membawa raga keluarganya. Terkapar lemah di atas meja bersama sebuah kopi, dengan jennie dan rosé yang sabar mengusap kepalanya.
Keduanya memang tak menangis. Lebih tepatnya menahan tangis. Karena mereka harus menjadi kuat kala lisa sebagai happy virusnya bersedih. Menjadi pundak untuk bersandar nya.
Dan saat sampai rumah, jennie dan rosé sama-sama terdiam. Menangis dengan tempat yang berbeda. Rosé dengan guyuran air, dan jennie yang membekap di balik selimut.Tangisnya adalah saksi, dimana mereka saling menyayangi satu sama lain.
Jennie. Gadis yang meminta lisa untuk menemaninya malam ini. Malam terakhir untuk dirinya memijakkan kaki di sini. Jennie sedang membereskan semua perlengkapan nya, ditemani lisa yang membisu di bibir ranjang.
Sampai akhirnya semua selesai, lisa masih tak bergeming. Pandangan nya lurus ke depan, tanpa ekspresi dan datar. Jennie berjalan menghampiri, ikut terduduk di sampingnya. Ia tersenyum lirih padanya. Sakit rasanya, namun mau bagaimana lagi.
"Kau juga akan meninggalkanku J." Lirih lisa tiba-tiba. Ia masih tak menoleh.
Jennie sudah tak kuasa melihatnya. Memeluk erat tubuh gadis tersebut. Seraya cairan bening yang berhasil lolos dari mata kucing tersebut.
Ini memang jahat. Menyakitkan. Jennie seolah terjerat oleh masa depan, tertarik dan terkunci, tak bisa membantah. Ini demi kebaikan keduanya. Ini juga untuk mimpinya. Membayar semua keringat masa lalu jennie. Namun ini juga menyakitkan, bagaikan sebuah belati tajam.
"Kau juga meninggalkanku lisa!" Teken jennie dengan emosinya. Ia memukul dada lisa. Tangisnya pecah sudah.
Lisa mengusap kasar air matanya. Meskipun hatinya sedang merintih, namun untuk kali ini ia memaksa dirinya untuk kuat. Menjadi pendorong dan penyemangat untuk kekasihnya, bukan menjadi benalu dan ragunya.
Lisa mendorong pelan pundak jennie. Menatapnya dengan mata yang merah, kemudian tersenyum semanis mungkin. Tak perduli apakah senyuman ini terlihat aneh.
"Okey cukup. Jangan bersedih! Kita masih bisa ketemu oke? Masih bisa video call, masih bisa telfon, masih bisa tuker kabar." Ujar lisa dengan suara seraknya.
"Bisakah kau tetap disisiku?" Lirih jennie, mulutnya tertekuk habis, buru-buru ia menunduk. Pundaknya bergetar hebat, tangisnya mengalir hebat.
Lisa menghembuskan nafasnya dengan kasar. Air mata sialan itu ikut turun saat melihat jennie menangis. Lisa tak bisa melihatnya menangis. Ia mengangkat tubuhnya, membawanya pada pangkuan.
Tangan jennie melingkar erat di lehernya. Menyembunyikan muka di pundaknya. Dan kaus lisa yang perlahan membasah karena air mata jennie.
"Kita tidak bisa."
Lisa mengulum mulutnya sendiri saat sudah berkata seperti itu. Menggigit bibirnya dengan keras. Hatinya ingin berteriak, mengapa ini seolah terasa sulit.
Yaps, jennie tertampar. Sebuah fakta. Memang keduanya tak bisa bersama untuk sementara waktu. Ironis sekali. Hari-hari yang berwarna itu akan meredup. Jennie tak yakin apakah ia akan bersemangat disana nantinya, jika separuh hatinya tertinggal di batas kota ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Sekolah [Jk.Lm] -COMPLETED
FanfictionTak ada yang menakutkan selain rasa penasaran yang begitu dalam -L