[186 - teman sekelas]

853 295 7
                                    

Kun menolehkan kepalanya ke arah belakang. Sudah seminggu ini teman sekelasnya yang bernama Doyoung tidak masuk sekolah.

Ia cukup dekat dengan Doyoung, dan ketidakhadiran Doyoung membuat Kun merasa kehilangan.

"Apa coba gue tengok aja ya ke rumahnya..." ucap Kun bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Teman sekelasnya yang lain tak begitu peduli pada Doyoung karena well, di hari ketujuh Doyoung absen saja, hanya Kun yang pernah menanyakan keadaan Doyoung pada wali kelasnya. Meski hanya dijawab dengan sebuah gendikan bahu dari laki-laki paruh baya tersebut.

Kun termasuk anak yang pendiam dan tak banyak bicara. Kepribadiannya yang cenderung pemalu membuatnya susah untuk memulai pembicaraan dengan orang lain. Hal itu membuat lingkup pertemanan Kun tergolong kecil. Karena biasanya Kun selalu menunggu orang lain untuk menyapa atau mengajaknya mengobrol duluan.

Pun dengan Doyoung yang terlebih dahulu menyapanya ketika Kun memilih diam di kelas ketika jam istirahat ketimbang pergi ke kantin bersama teman sekelasnya yang lain.

Kun ingat betul, hari itu adalah hari-hari awal dimana ia mulai memasuki kelas 12. Dimana teman yang ia miliki berbeda dengan temannya waktu kelas 10 dan 11 dikarena pengacakan penempatan kelas.

"Bener ini alamatnya..." kata Kun sembari menautkan kedua alisnya. Matanya menyipit ketika mencoba melihat gedung dari bawah ke atas.

Tempat tinggal Doyoung dan Kun searah. Mereka biasa pulang bersama dimana Doyoung biasanya akan berhenti dan masuk ke dalam area rusun yang ada di hadapannya kini.

"Tapi gue nggak tahu nomor rumahnya," gumam Kun lagi yang jadi bingung bagaimana mau menengok Doyoung.

Tak seperti Kun, Doyoung tidak membawa ponsel ke sekolah seperti anak kebanyakan. Pernah suatu waktu Kun meminta nomor telpon Doyoung, tapi Doyoung tak hapal dan malah meminta balik nomor Kun. Katanya, ia akan menghubungi Kun dengan ponselnya yang ada di rumah.

Tapi sampai sekarang Doyoung tak pernah menghubungi Kun, meski di sekolah selalu bertemu.

"Tanya ke satpam aja deh."

Kun lalu berjalan ke arah pos satpam yang berada di dekat pintu masuk gerbang rusun tersebut. Ada dia penjaga di sana.

Yang satu berada di luar pos. Bertugas untuk memeriksa setiap kendaraan yang hendak masuk ke dalam. Sedang yang kedua berada di dalam pos. Dan Kun memutuskan untuk menghampiri satpam yang kedua.

Namun, belum sempat Kun sampai, punggungnya sudah terlebih dahulu ditepuk oleh seseorang dari belakang.  Hal itu membuat langkahnya sontak terhenti.

"Doy?" ucap Kun ketika ia menoleh ke belakang dan mendapati Doyoung ada di sana.

Doyoung tersenyum.

"Lo ngapain di sini, Kun?"

"Lo kemana aja? Kok nggak masuk-masuk?" tanya Kun balik pada Doyoung. Bisa Kun lihat Doyoung membawa sebuah kantong plastik berwarna putih. Dari luar terlihat ada dua cup mie instan yang baru saja Doyoung beli. Disertai dengan satu botol air mineral ukuran 1,5 liter.

Doyoung hanya tersenyum, kemudian melingkarkan tangannya ke bahu Kun, dan mengajak Kun untuk naik ke rumahnya. Sambil berjalan, Doyoung menceritakan apa alasannya tidak masuk selama seminggu belakangan.

Doyoung hanya tinggal dengan ibunya, dan sudah seminggu ini ibunya sakit dan tak ada yang bisa menjaga di rumah selain Doyoung. Makanya Doyoung absen dari sekolah tanpa kabar sama sekali.

Kini keduanya berada di taman bawah area rusun yang biasanya ramai didatangi oleh penghuni rusun tersebut.

Keduanya memutuskan keluar agar ibu Doyoung tidak terganggu istirahatnya karena obrolan mereka.

"Tapi lo nggak cuma makan mie doang kan seminggu ini?" tanya Kun khawatir.

Doyoung tertawa, kemudian memukul bahu Kun pelan. "Ya enggak lah, kasihan ibu gua nanti malah sakit juga kalau makan mie aja. Itu tadi beli karena emang lagi pengen aja kok. Biasanya juga gua beli nasi sama lauk. Atau nggak bubur buat ibu."

"Oh bagus deh," kata Kun menganggukan kepalanya. "Eh ngomong-ngomong," ucap Kun sembari membuka tas punggungnya. Lalu mengeluarkan satu buku bersampul coklat untuk diberikan kepada Doyoung.

"Apaan nih?"

"Rangkuman pelajaran seminggu ini selama lo nggak masuk. Udah gue buatin salinannya buat lo."

"Makasih, Kun. Lo nggak perlu repot-repot padahal."

"Enggak kok. Nggak repot. Gue sekalian ngulang pelajaran juga. Oh iya, besok lo harus masuk. Soalnya besok ada pengambilan nilai ulangan harian Fisika. Nilainya bakal ngaruh ke nilai di rapot akhir semester nanti. Bisa kan besok masuk?" tanya Kun lagi.

"Nggak tahu. Kalau ibu mendingan, dan bisa ditinggal ya gua masuk. Kalau enggak ya paling gua absen lagi."

"Usahain masuk ya Doy."

"Iya, nanti gua usahain masuk."
 
 
Nyatanya, keesokan harinya Doyoung lagi-lagi tak masuk. Namun tak hanya Doyoung, karena Ten, salah satu teman sekelas mereka juga tak masuk dengan alasan sakit.

Ulangan harian fisika yang dijawab dengan open book tersebut tetap berlangsung. Sang guru mata pelajaran memberi kelonggaran bagi yang tidak masuk. Kertas ulangan yang tersisa boleh diberikan kepada siswa yang absen, dengan syarat besok harus sudah dikumpulkan.

Hal itu membuat Kun sedikit bernapas lega. Setidaknya sepulang sekolah nanti ia bisa mendatangi rumah Doyoung lagi untuk menyerahkan soal itu.

"Seok?" panggil Kun pada Wooseok, sang ketua kelas yang tengah merapikan lembar jawaban fisika yang sudah terkumpul.

Wooseok diminta untuk membantu membereskan lembaran jawaban tersebut dan membawanya ke kantor guru.

"Iya kenapa, Kun?" sahut Wooseok.

"Itu kertas ulangan buat yang nggak masuk ya?" tanyanya pada Wooseok sembari menunjuk kertas yang dipisah dari lembaran kertas jawaban lainnya yang sudah tertumpuk dan tinggal dimasukan ke dalam sebuah map berwarna coklat.

"Iya," jawab Wooseok.

"Yang buat Doyoung boleh gua yang bawa nggak? Kebetulan nanti gua mau ke rumah Doyoung. Maksudnya biar sekalian, gitu."

"Hah?"

"Iya. Apa nggak boleh dan harus lo yang ngasih?"

Kening Wooseok berkerut.

"Tapi ini kertas buat Ten, Kun. Cuma sisa satu."

"Loh Doyoung nggak kebagian? Kan dia juga nggak masuk hari ini?"

"Hmmm Doyoung..... siapa, Kun?"

Kedua alis Kun bertaut mendengar pertanyaan Wooseok. Kalau ia yang tidak dikenal ya wajar, karena memang Kun kurang pandai bersosialisasi. Tapi Doyoung? Doyoung anak yang supel dan agak aktif. Harusnya banyak yang mengenalnya. Bahkan ia sering ikut memberikan jawaban ketika guru mata pelajaran bertanya kepada siswa-siswi di kelasnya.

"Kenapa Seok?" tanya Jinhyuk yang mencoba bergabung dengan Wooseok dan Kun yang tengah berdiri di depan meja guru.

"Ini Kun nanyain kertas ulangan buat Doyoung," ucap Wooseok memberitahu Jinhyuk.

"Hah Doyoung siapa?" tanya Jinhyuk bingung, yang kemudian menatap Kun dan Wooseok bergantian.

"Doyoung. Kim Doyoung?" ucap Kun pada keduanya. Namun Wooseok dan Jinhyuk masih menunjukan tampang kebingungan. "Yang duduk di belakang Daniel," lanjut Kun membuat pegangan amplop yang berada di tangan Wooseok terjatuh karena kaget.

"Lo ngomong apa sih, Kun? Belakang Daniel kosong anjir. Dan di kelas kita nggak ada yang namanya Doyoung!" ucap Jinhyuk yang turut merasa kaget dan takut dengan perkataan Kun sebelumnya.

shudder; k-idols ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang