[018 - four hours]

4.1K 789 27
                                    

Jam menunjukan pukul 12 malam ketika Lee Hoseok atau yang akrab disapa Wonho memutuskan untuk segera pulang ke rumahnya. Bukan tanpa alasan ia masih berada di luar rumah tengah malam seperti ini, sebagai panitia acara tujuhbelasan di komplek perumahannnya, ia diharuskan pulang agak telat.

Setelah berpamitan dengan beberapa panitia acara lainnya, Wonho segera pulang. Ia memilih jalan pintas yang bisa membuatnya lebih cepat sampai di rumah. Tak melewati jalan utama seperti biasa. Wonho melewati area persawahan yang ada di sekitaran komplek perumahan tempat tinggalnya.

Kalau saja bukan karena rasa kantuk dan lelahnya, Wonho mungkin masih ada di tempat tadi atau setidaknya melewati jalan biasa. Sayangnya ia sudah terlalu mengantuk hingga rasa takut tak lagi membayanginya walaupun ia harus melewati area pemakanan dekat persawahan tersebut.

"Untung belum dikunci!" seru Wonho ketika melihat pintu gerbang masuk ke gang tempat rumahnya berada. Kalaupun sudah dikunci, kemungkinan Wonho akan memanjat pagar tersebut ketimbang memutar arah.

"Hah? Apaan tuh?"

Wonho memicingkan matanya ketika ia berbalik untuk menutup pintu gerbang yang ia lewati dan mendapati sosok wanita yang berada tak jauh dari posisinya.

"Ah sialan!" rutuk Wonho yang buru-buru berbalik dan berlari dari pintu gerbang tersebut. Ia memang tak melihat jelas bagaimana rupa sosok tersebut, hanya saja ketika kepala wanita itu dengan serta merta menoleh ke arahnya membuat bulu kuduk Wonho seketika meremang. Belum lagi mengingat bagaimana sosok tersebut berada di area pemakaman.

Wonho terus berlari. Namun langkahnya terasa berat. Ia berlari dengan sangat lambat. Hal itu bisa Wonho rasakan sendiri. Bahkan saking lambatnya, ia seperti berjalan. Dan di tengah perjalanannya bisa ia lihat bayangan yang terpantul di jalan bukanlah bayangan miliknya. Melainkan sosok dengan rambut terurai seperti yang ia lihat di depan pintu gerbang masuk tadi.

Wonho menelan salivanya.

Dalam sepersekian detik, ketika matanya tak lagi terfokus pada bayangan melainkan pada jalan di depan, tubuhnya tersentak bahkan terjengkang ke belakang ketika melihat kain berwarna putih menggantung tepat di hadapannya.

Tanpa menunggu lama, Wonho langsung beranjak dan kembali berlari. Kali ini ia menutup matanya. Jalan menuju rumah tinggal lurus saja. Rumahnya pun sudah dekat. Tinggal beberapa blok lagi. Makanya Wonho berani berlari sembari memejamkan matanya.

Hingga ketika tinggal satu rumah lagi ia membuka mata dan langsung membelokan langkah untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Hosh! Hosh! Hosh!"

Wonho menutup pintu pagar rumahnya dan berhenti guna menstabilkan pernapasannya. Ia membungkukan tubuhnya sembari memegang lutut.
 
 
 
"Wonho?!"
 
 
 
Wonho mengangkat kepalanya. Keningnya mengerut ketika melihat banyak orang keluar dari dalam rumahnya.
 
 
 
"Lo kemana aja anjir? Izin pulang dari jam 12 jam segini baru nyampe??? Orang tua lo sampe khawatir dikira lo kenapa-napa!"

"Hah?"

Kening Wonho semakin mengerut mendengar perkataan Minhyuk barusan. Namun ia memilih melirik jam di pergelangan tangannya ketimbang menjawab pertanyaan Minhyuk. Dimana jarum pendek dalam jam tersebut menunjuk ke angka empat.

shudder; k-idols ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang