Chapter 2. Kencan yang Kacau

19.2K 1.2K 54
                                    

Pagi hari di kota Jakarta, seorang perempuan mengerjap tersadar dari tidurnya yang tak lelap. Perempuan itu langsung mengambil ponsel di dekatnya.

Sudah kebiasaan baginya, memeriksa ponsel sesaat setelah ia bangun. Padahal ia sudah tahu bahwa itu tidak baik. Tapi tak bisa lagi dihindari.

Madelyn bersandar di kepala kasur dan melihat semua notifikasi di ponselnya.

Ribuan notifikasi dari aplikasi sosial medianya, puluhan chat online, dan satu SMS.

Madelyn menghapus semua notifikasi itu, kecuali SMS. Madelyn membuka SMS yang masuk. Madelyn sudah tahu dari siapa SMS itu ia dapatkan.

"Madelyn, jangan lupa minggu ini jadwal kamu check up dan konsul."

Itu adalah Dr. Nara, psikiaternya.

Madelyn menghela nafasnya pelan. Ia tidak akan datang. Ia hanya akan meminum semua obatnya.

Ting!

Tiba-tiba ada chat masuk. Madelyn melihatnya, dari Clara.

"Madelyn? udah bangun?? main yuk hari ini.."

"Tumben? emang lo gak sibuk?"

"Enggak ini kan Sabtu."

Madelyn terdiam. Ia baru ingat ini hari Sabtu. Pantas saja psikiaternya mengingatkan dirinya untuk check up.

Madelynpun membalas pesan Clara, kemudian ia bangkit dari kasurnya dan mulai bersiap untuk sarapan.

***

Madelyn kini duduk termenung di ruang makan apartemennya. Ia menatap ke arah jendela yang gordennya terbuka lebar.

Karena posisi apartemennya yang cukup tinggi, Madelyn dapat melihat langit dengan jelas.

Langit itu terlihat cerah. Padahal kemarin sore gelap dan mendung.

Aneh. Bagaimana caranya langit bisa berubah dan mendapat kondisi sebaik ini dalam waktu singkat? Bukankah itu tidak adil?

Madelyn yang sudah terpuruk selama bertahun-tahun tidak pernah mendapatkanya. Perasaan yang cerah. Semua yang ada diri Madelyn gelap dan mendung. Menyedihkan.

Madelyn menghabisi sarapannya.

Sarapan yang ia maksud adalah es kopi tanpa gula yang barusan ia buat. Madelyn tidak suka memasukkan apapun ke perutnya di pagi hari, kecuali kopi. Bonus 0 kalori.

Ting!

Madelyn kembali melihat layar ponselnya.

Ada pesan, kali ini dari Christian.

"Madelyn, jangan lupa nanti malam, jam tujuh"

Madelyn menggeram kesal. Om-om ini tak juga berhenti menganggunya. Memangnya Madelyn pernah mengatakan iya??

Tanpa membalas pesan Chris, Madelyn membuka akun sosial medianya. Ia melihat-lihat komentar di foto terakhir yang ia unggah.

Madelyn mengernyit. Banyak sekali yang menghinanya di kolom komentar. Padahal foto yang ia unggah hanya foto dirinya berpose di depan kaca.

Kebanyakan dari mereka adalah perempuan. Madelyn heran. Apakah mereka tidak lelah hidup dalam rasa iri??

Dulu, Madelyn juga sering merasakan itu. Rasa iri yang berlebihan, terutama pada sepupunya, Rashila.

Rashila adalah gadis yang sempurna. Dia baik, cantik, dan memiliki segalanya, termasuk pacar yang juga sempurna. Hidup Rashila sempurna hingga Madelyn iri dan membencinya.

MadelynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang