[59] Titik Akhir

5.9K 1K 190
                                    

 Ketika langkah kita sampai di tujuan yang diinginkan, rasanya menjadi lebih berdebar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika langkah kita sampai di tujuan yang diinginkan, rasanya menjadi lebih berdebar.

.

"Besok ya, Ra?"

Rara yang sedang duduk melamun di bangku beranda rumah seketika mendongak, mendapati Naresh muncul dari dalam rumah dengan kaus hitam besarnya dan celana pendek hitam selututnya. Tubuhnya yang jangkung membuat Rara harus lebih mendongakkan kepalanya lagi. Mungkin kakaknya juga sadar diri, jadi ia langsung mengambil posisi duduk di bangku kosong samping gadis itu.

"Mas," panggil Rara.

"Kenapa?" tanya Naresh.

"Habis lulus tuh bakalan lebih susah dari skripsi ya?"

Naresh menoleh ke arah Rara yang memasang wajah lebih cemas dari biasanya. Maklum, beberapa waktu belakangan Naresh juga mengamati bagaimana perubahan wajah Rara yang lebih cerah. Mungkin waktu itu selain baru selesai mengerjakan skripsi, adiknya juga sedang kasmaran.

"Yah, susah sih," ujar Naresh jujur.

"Apalagi buat aku yang nggak ada pengalaman apa-apa ya, Mas," ungkap Rara lagi dengan nada merana. "Orang-orang yang kayak aku gini, apa bakalan gampang tersingkir di dunia kerja?"

"Itu 'kan tergantung nasib sama maunya Tuhan gimana, Ra," terang Naresh dengan nada menenangkan. "Itu juga nggak menjamin kok."

"Tapi, tetap diperhitungkan 'kan?"

Naresh tak menjawab karena kenyataannya memang begitu adanya.

"Mas, kira-kira aku bisa sukses nggak ya?"

"Kenapa khawatir banget sih, padahal besok wisuda?" Naresh berusaha mengalihkan pikirannya adiknya yang semakin merana. "Kemarin siapa yang nangis-nangis mau cepat lulus?"

Rara yang memilih tak ingin menatap mata kakaknya, buru-buru berpaling diikuti nada suaranya yang pelan. "Aku."

"Tuh sadar," balas Naresh.

Memang benar sih.

Kalau disuruh kilas balik, Rara akan mengakui semuanya. Ia yang sejak awal ingin semuanya selesai dengan segala alasan yang masuk akal. Ia sudah mantap dengan pilihannya tersebut, tetapi ketika sudah sampai di titik yang ia inginkan sepertinya ia sedikit merasa hampa. Apa karena sejatinya ia sendiri belum bisa memantapkan tujuan seperti apa yang ingin ia raih sejak awal?

Jika ditelisik lebih dalam lagi, Rara memang belum memutuskan akan mengambil langkah apapun untuk selanjutnya. Seperti mencoba belajar menyetir sebuah mobil, ketika sudah berhasil menyetir melintasi jalanan, pikirannya akan menerawang lagi lantaran tak tahu ke mana ia harus pergi. Logikanya, setelah berhasil menyetir ia akan bebas memilih ke mana akan pergi 'kan? Tetapi, saat ini rasanya seperti berjalan tanpa tujuan yang jelas.

Serendipity: Undercover FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang