Kupas luka. Sebuah kalimat yang mendengarnya saja sudah terasa ngilu.
.
"Mas, gila ya?"
Seketika Dhanu menoleh ke arah Rara dengan heran. "Hah?"
Tampak Rara masih mencoba merangkai kata dengan baik. "Apa nggak ada pilihan lain?"
"Saya lagi buru-buru dan kamu juga tadi setuju kok," ujar Dhanu.
"Tapi―"
Rara segera berhenti bicara, lalu memegang kepalanya seolah kepalanya mau meledak. Manik mata cokelat gelap milik Rara yang terlihat lebih segar meski dilengkapi bengkak di area sana kini memejam, sedang berpikir dan mencari di mana letak logisnya solusi Dhanurendra yang ia dapatkan sekarang. Menurut siapapun mungkin tidak aneh, tapi bagi Rara ini cukup mengejutkan sampai rasanya ia tidak habis pikir.
"―kenapa harus ke rumah Mas Dhanu sih?!" seru Rara kemudian.
Sementara Dhanu cuma melirik Rara heran seraya membuka pintu pagar. "Bukan rumah saya, tapi rumah ayah saya. Lagian, apa yang salah sih sama rumah ini? Ada hantunya? Emang kamu punya six sense?"
Mari kita ulang deretan kejadian sebelumnya sampai terjadi hal seperti ini.
Saat itu Dhanu dan Rara masih sibuk berkutat dengan pikirannya masing-masing di dalam bus meski mereka duduk berdampingan. Rara yang memilih tidak mau tahu apa yang sedang lelaki itu risaukan dan sibuk menangis, sembari tangannya memegang erat separuh telapak tangan Dhanu. Pun Dhanu yang alih-alih ikut campur urusan gadis itu, ia memilih meminjamkan sedikit tangannya pada Rara agar setidaknya tak merasa sendirian.
Situasi yang kalau dilihat memang manis, tapi ternyata tidak semudah itu.
"Loh, loh, loh, kok di sini?"
Waktu itu seketika Dhanu menoleh ke arah Rara yang tampak menggumam dengan mata melotot ke arah jalanan lengkap dengan airmata yang masih basah, sampai akhirnya lelaki itu ikut memahami kondisi yang Rara maksud.
"Yah, kebablasan!" seru Rara panik.
Dhanu juga sebenarnya panik, tetapi ia pun tak bisa berbuat banyak. Perjalanan bus sudah mencapai tiga perempat jalan menuju rumah Dhanu, tepat tinggal lima belas menit lagi sampai di pemberhentian halte daerah rumahnya. Jadi buru-buru laki-laki itu angkat bicara, "Mau minta jemput Bang Naresh nggak?"
"Emang bisa?" tanya Rara penasaran bercampur sangsi
"Ya, bisa aja. Nanti saya temenin nunggunya," jawab Dhanu enteng.
Kalau meminta tolong Naresh, maka artinya akan diisi sepuluh persen menyanggupi dan sembilan puluh persen marah-marah. Memikirkannya saja Rara malas, tapi sepertinya ia sedang tak ada pilihan lain di otaknya. Jadi ia langsung setuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity: Undercover Fate
General Fiction[TAMAT - SUDAH TERBIT] Percaya kebetulan? Atau, lebih percaya semuanya sudah digariskan takdir? Tapi, kalau setiap pertemuan dan percakapan acak terjadi dalam sebuah kebetulan, bagaimana? Itu memang kebetulan atau takdir? "Tatapannya nusuk banget, k...