Nasib terbagi dua, keberuntungan dan kesialan. Kesialan jelas terlihat buruk, tapi tidak selama beruntung itu indah. Apa kamu tahu kalau ada juga keberuntungan yang menyedihkan?
.
"Dek, ikut Mas yuk."
Rara yang sedang asyik melahap mie instan rasa soto di depan televisi seketika melongo, lantaran melihat kakak lelakinya muncul di hadapannya dengan pakaian formal. Bukan apa-apa, Naresh 'kan tidak pernah keluar rumah malam-malam dengan pakaian formal kecuali ada undangan. Apalagi sekarang Naresh terlihat rapi lengkap dengan wewangian khas cowok.
"Mau ke mana, Mas?" tanya Rara penasaran.
"Mau kondangan. Buru mandi sana, terus pake baju yang bagus. Jangan malu-maluin," suruh Naresh sambil mengambil kunci mobilnya. "Ibu sama Ayah lagi ke Cijantung, palingan pulang malam. Kamu mau di sini sendiri? Di tempat kondangan 'kan banyak makanan daripada di rumah."
Rara hanya bisa berdecih mendengar ocehan Naresh. "Kondangannya di mana emangnya?"
"Deket kok."
Ternyata dekatnya sampai daerah Cempaka Putih, 'kan sialan. Rara merasa dibodohi oleh omongan Naresh. Pantas saja Naresh protes terus setiap Rara muncul dengan pakaian yang tidak sesuai kriterianya, bahkan Rara sampai tiga kali bolak-balik kamar demi memenuhi keinginan Naresh.
"Bilang nih deket, aku kira ngesot doang nyampe kayak di daerah Cibubur. Tahunya sampai Cempaka Putih gini," gerutu Rara ketika mobil mereka sampai di parkiran sebuah hotel.
"Kalau ngesot doang nyampe mah dari kamar sampe kamar mandi, Ra. Ayo turun," balas Naresh sambil mematikan mesin.
Tidak ada pilihan lain yang bisa Rara lakukan, jadi ia menurut pada Naresh dengan membuka pintu mobil untuk turun sambil merapikan gaun lengan panjang sebawah lutut berwarna biru dongker—gaun hasil kesepakatan antara Rara dan Naresh sejak di rumah gara-gara kakak cowoknya itu cerewet bukan main saat memilih pakaian.
"Jangan warna oranye dong, muka kamu mirip jeruk."
"Jangan warna merah heh, kamu bukan karpet!"
"Baju kamu kok nggak ada yang bagus sih, Nara!"
"Kamu masa baju buat kondangan aja nggak punya!"
"Fix! Yang ini aja!"
Resek banget, protes mulu tapi ngasih duit buat beliin baju baru aja kagak, batin Rara saat mengingat itu.
"Hoi, jangan ngelamun!"
Rara tersentak kaget dan melihat Naresh sudah melangkah beberapa meter jauh darinya. Wajah lelaki itu tampak berkerut melihat Rara yang masih bengong. "Ayo. Kamu mau di situ sampe kapan?"
"Iya, iya!" seru Rara sambil membetulkan sepatu hak rendah berwarna hitam sebentar.
Akhirnya Naresh dan Rara masuk ke dalam hotel dan menaiki lift menuju ballroom acara. Ketika mereka sampai, Rara dapat melihat dekorasi pernikahan yang mewah di sana dengan tampilan dominasi warna putih dan emas. Pun para tamu undangan perempuan tampil dengan dandanan glamor dan yang laki-laki terlihat keren, sukses buat Rara agak minder karena ia hanya tampil dengan dandanan tipis dan rambut yang dikepang menyamping.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity: Undercover Fate
General Fiction[TAMAT - SUDAH TERBIT] Percaya kebetulan? Atau, lebih percaya semuanya sudah digariskan takdir? Tapi, kalau setiap pertemuan dan percakapan acak terjadi dalam sebuah kebetulan, bagaimana? Itu memang kebetulan atau takdir? "Tatapannya nusuk banget, k...