Kemungkinan dan peluang seringkali beriringan, seperti dua batang korek api yang berdampingan.
.
Mungkin untuk kedepannya Rara harus bisa belajar menguraikan berbagai perasaan di hatinya.
Mungkin cewek itu sudah terlalu lama terfokus pada pemikiran logika diri sendiri sampai jadi sulit membedakan perasaannya, atau sebenarnya Rara terlalu takut pada kenyataan?
Seingatnya sewaktu dulu ia menyukai Khalif atau Haris, cewek itu merasa kalau ia tidak sampai sebegininya. Maksudnya, meski ia selalu merasa berdebar setiap melihat cowok yang ia sukai, namun kasus ini berbeda. Rara sudah terbiasa dengan kehadiran Dhanu yang seringkali tiba-tiba muncul atau bertemu dalam keadaan kebetulan, pertemuan mereka juga beberapa persen lebih intens ketimbang bertemu Khalif atau Haris dulu. Baginya, hubungan dengan Dhanu sudah satu level dengan Wildan, Jeff, dan Johnny.
Tapi, kenapa yang ini rasanya aneh?
Rara bahkan jadi cenderung tak bisa lama-lama jika harus berhadapan dengan Dhanu. Seperti kemarin tepat Dhanu turun dari panggung, gadis itu mengenyir sambil memberikan pujian lalu segera menghilang dari pandangan lelaki itu.
Lelaki itu sungguhan tidak menatapnya aneh 'kan?
Atau Rara yang terlalu ge-er?
Ah, sudahlah.
Hari ini Rara berangkat lebih pagi dari biasanya karena ia sudah punya janji dengan Tama untuk meminta bantuan perkara revisi terakhir Tugas Akhirnya. Gadis itu harus bergerak cepat karena dosen pembimbingnya sedang tak ingin repot-repot melakukan pertemuan bimbingan dengan banyak mahasiswa untuk beberapa hari kedepan. Hari ini setidaknya harus selesai revisinya agar ia bisa menemui dosennya hari ini juga meski cuma barang sebentar.
Itu juga kalau waktunya sampai, kalau tidak, ya semoga ada secercah harapan di esok hari.
Sambil membawa tas ransel sedang, Rara pergi ke kampus yang sudah lumayan ramai dari kejauhan dengan agak tergesa. Kali ini ia memakai kaus putih dipadu dengan luaran lengan panjang warna biru dan rok panjang abu-abu—entah kerasukan apa Rara tumben memakai rok—serta sneakers cokelat. Sepertinya Rara benar-benar sedang mengigau saat memilih memakai rok, karena sekarang ia menyesali pilihannya.
"Aduh, keserimpet mulu deh! Ada apa sih sama kaki gue?!" gerutu Rara sambil menepuk roknya kesal.
"Nararya?"
Rara mendongak dan seketika terdiam saat melihat seseorang yang menyapanya.
Padahal, Rara baru saja menapaki kakinya di depan pintu gerbang kampus, namun pagi ini ia sudah disapa seseorang. Bagus sih kalau yang menyapa itu temannya, tapi lain cerita jika yang menyapa adalah orang yang tak ia harapkan.
"Ghea?" kata Rara.
Ghea—seseorang yang menyapa Rara pagi ini mengulas senyum padanya. Gadis itu datang bersama segerombolan temannya, lalu ia meminta pada teman-temannya untuk pegri lebih dulu. Membiarkan Ghea menyapa teman lamanya secara intim—yang sejatinya tak akan pernah bisa disebut sebagai teman lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity: Undercover Fate
General Fiction[TAMAT - SUDAH TERBIT] Percaya kebetulan? Atau, lebih percaya semuanya sudah digariskan takdir? Tapi, kalau setiap pertemuan dan percakapan acak terjadi dalam sebuah kebetulan, bagaimana? Itu memang kebetulan atau takdir? "Tatapannya nusuk banget, k...