Kalau sudah memilih maju dengan tanggungan penuh risiko, mundur hanya buat kamu kalah sebelum bertanding.
.
"Mbak Rara mau aku anterin sampe mana?"
Rara masih diam terpaku di jok mobil depan ketika laju kendaraannya mulai memelan, sampai suara khas cowok di sebelahnya membuyarkan lamunannya. "Mbak Rara?"
"Ya?" sahut Rara refleks sambil menoleh ke sebelahnya. "Kamu nanya apa, Han?"
Athafariz Raihan Aradhana—atau lebih akrab disapa Raihan—cuma bisa mengembuskan napas panjang saat melihat Rara baru mulai fokus. Lelaki berstatus sepupunya ini jelas heran bukan main melihat tingkah cewek itu. 'Kan biasanya Rara suka tidak bisa diam kalau Raihan yang sukarela mengantarkannya ke mana-mana. Seperti hari ini, ia mengantarkan Rara ke tempat pemberhenti bus arah Jakarta pagi-pagi agar gadis itu bisa sampai ke kampus lebih pagi untuk menghadiri seminar proposal.
"Mikirin apa sih, Mbak?" tanya Raihan lagi.
"Nggak apa-apa," balas Rara singkat. "Mbak cuma agak gugup aja. Wajar 'kan?"
"Gugup karena apa nih?" tanya Raihan kali ini penasaran. "Mbak katanya mau berangkat pagi biar semangat seminar proposalnya. Udah aku anterin mesti semangat dong."
"Perut Mbak mules kalau mikirin itu, Han," keluh Rara. Lalu ia menoleh lagi ke arah Raihan dengan hati-hati. "Kalau Mbak nggak usah datang seminar proposal, gimana?"
Raihan menatap Rara tak habis pikir, lalu dengan cepat laki-laki yang umurnya berjarak tiga tahun dengan Rara segera melemparkan jaket denimnya ke arah muka gadis itu. "Ngaco banget sih, Mbak!" ungkapnya. "Gila kali ya, kuliah susah, mahal-mahal dibayarin, giliran mau maju sempro aja pikirannya pendek banget. Heran aku."
"Nggak usah lempar jaket kamu juga dong!" balas Rara kesal. Kemudian ia menghelakan napas panjang. "Habisnya Mbak gugup banget nih."
"Yah, tapi 'kan kalau Mbak mau lulus harus ngelewatin ini," sahut Raihan. "Mau lulus tahun ini nggak?"
"Maulah!" jawab Rara tanpa ragu.
"Ya udah, semangat!" seru Raihan. "Mbak udah melangkah sampai sini, dan mundur jelas bukan pilihan bagus kalau Mbak nggak pengen usaha selama empat tahun sia-sia. Ayo, hadapin. Mbak bisa dan mampu kok. Aku doain."
Rara menatap Raihan lekat bercampur memelas untuk barang sejenak. "Please, doain aku, Han," cicitnya pelan.
"Pastilah!" seru Raihan berapi-api. "Apa aku perlu anterin sampe kampus Mbak?"
"Boleh!" balas Rara tanpa ragu. "Asik, nggak pake ongkos."
Awalnya Raihan ingin membalas ucapan Rara, tapi kala melihat Rara yang sudah mulai bersemangat lagi membuatnya mengurungkan niatnya dan memilih tersenyum. Kakak sepupunya ini jelas mampu, jadi setidaknya yang harus laki-laki itu lakukan adalah terus mendukung dan menyemangatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity: Undercover Fate
General Fiction[TAMAT - SUDAH TERBIT] Percaya kebetulan? Atau, lebih percaya semuanya sudah digariskan takdir? Tapi, kalau setiap pertemuan dan percakapan acak terjadi dalam sebuah kebetulan, bagaimana? Itu memang kebetulan atau takdir? "Tatapannya nusuk banget, k...