Sejatinya apa yang direfleksikan dalam diri dan kacamata orang lain, adalah sesuatu yang perlu diperhitungkan.
.
"Udah pernah nanya ke orang, gimana pandangan mereka tentang kamu?"
"Saya nggak peduli tentang pandangan orang."
"Kalau pandangan orang yang isinya opini hujatan dan menjatuhkan, kamu boleh apatis. Tapi kalau pandangan mereka tentang deskripsi gimana mereka melihat kamu tanpa dilebih-lebihin, saya pikir kamu perlu dengerin itu."
"Biar apa?"
"Biar paham, kalau penilaian diri kamu yang cuma dilihat secara subyektif itu nggak selamanya baik."
Dialog antara Rara dan Dhanu kala mereka sedang di dalam mobil Dhanu yang terjebak macet, begitu terngiang di telinga si gadis. Kala itu ia sedang berhadapan dengan cermin untuk kesekian kalinya. Lagi, Rara kembali menatap pantulan dirinya, menatap relung hatinya yang tergambarkan begitu pesimis. Sampai cewek itu tak sengaja mengingat sesuatu yang terjadi sebelumnya.
Kala Dhanu yang mengantar Rara pulang dan mendapati Naresh yang langsung keluar rumah, sehingga membuat gadis itu langsung beringsut untuk bersembunyi di balik punggung tegap milik Dhanurendra. Segala ketakutan yang Rara bayangkan sudah melayang-layang dalam otaknya, sampai saat itulah.
"Makasih ya, Dhan, udah nganterin adek gue pulang. Semoga dia nggak bikin lo repot."
"Sama-sama, Bang. Maaf ya, saya lancang minta nomor Abang, soalnya nggak etis aja kalau semisal saya malah minta tolong Bang Andra buat ngabarin Abang."
"Nggak apa-apa, Dek, yang lo lakuin benar kok. Sekali lagi, makasih ya."
"Sama-sama, Bang. Selow aja."
"Nara, kamu mau pulang nggak?"
Perlahan Rara mendelik dan mendapati Naresh yang tak jauh darinya sedang tersenyum jahil. Segera gadis itu muncul dan menyapa kakaknya kikuk. "Hai, Mas."
"Kuy, pulang. Ayah udah nyariin tadi," ajak Naresh enteng.
Rara tampak mengerutkan keningnya heran. "O-oke."
Sedangkan Naresh tak peduli sama sekali dengan raut wajah Rara yang sudah heran, jadi ia kembali menatap Dhanu dengan senyum ramahnya. "Hati-hati ya, Dek. Tadi Andra pesan ke gue, katanya lo nginep dulu aja di rumah Haikal soalnya udah malam."
Dhanu cuma mengangguk. "Oke, Bang. Makasih."
Seketika Rara menghelakan napas setelah mengingat kejadian itu. "Tumben Mas Naresh nggak marah-marah," gumam Rara. "Biasanya dia yang mukanya paling seram kalau gue pulang telat."
Kemudian pikirannya berkelana lagi pada ucapan terakhir Dhanu di mobil waktu itu, lalu berputar-putar bercampur tak karuan. Sampai akhirnya Rara menggeleng keras sambil berseru sebal. "Tahu ah! Pusing!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity: Undercover Fate
General Fiction[TAMAT - SUDAH TERBIT] Percaya kebetulan? Atau, lebih percaya semuanya sudah digariskan takdir? Tapi, kalau setiap pertemuan dan percakapan acak terjadi dalam sebuah kebetulan, bagaimana? Itu memang kebetulan atau takdir? "Tatapannya nusuk banget, k...