[28] Lara

7.1K 1.1K 108
                                    

Sesekali dalam situasi tertentu pasti pernah berpikir, apakah hidup ini adalah lelucon?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesekali dalam situasi tertentu pasti pernah berpikir, apakah hidup ini adalah lelucon?

.

Sejatinya sejak di masa Tugas Akhir seperti ini, Rara jadi enggan untuk pergi ke kampus lebih sering. Keputusan seperti ini jelas cenderung salah, namun mau bagaimana lagi. Pada akhirnya gadis itu serius mencari jalan keluarnya seorang diri seraya meyakinkan dirinya bahwa ia mampu menyelesaikan semuanya dengan baik.

Seperti beberapa waktu terakhir ini, terhitung sudah dua minggu setelah Rara mendatangi undangan pertunangan temannya, gadis itu tak pernah beranjak pergi ke kampus bahkan untuk hal remeh sekalipun. Ia benar-benar menghabiskan seluruh waktunya di rumah dan berkutat dengan segala jenis sumber referensi. Mulai mempelajari semuanya dari buku-buku tebal, jurnal internasional, bahkan dari berbagai artikel di platform internet, sehingga tak heran jika selama itu pula Rara hanya berkutat di lembaran jurnal, buku, dan laptop serta secangkir kopi yang setia diisi untuk mengurangi kantuk.

Sebuah pola kebiasaan yang buruk, tapi ini adalah usaha terakhir yang bisa Rara lakukan.

Seandainya Wildan tidak menghubunginya, mungkin Rara akan melanjutkan pola kegiatan itu.

"Ra, besok ke kampus ya? Sarah mau maju sidang komprehensif besok."

Andai saja Wildan tidak menghubunginya kala itu, mungkin Rara tidak akan mendengar kenyataan yang terasa seperti menamparnya.

Ya ampun, batin Rara kala ia sedang bercermin untuk melihat refleksi dirinya sendiri. Ini bukan saatnya menyalahkan siapapun, tidak ada yang salah di sini, begitu pikirnya.

Pun selama perjalanan, Rara hanya melamun. Memikirkan tentang bagaimana setiap orang memiliki waktunya masing-masing, mungkin Sarah adalah salah seorang yang beruntung mendapatkan waktu yang baik saat ini. Temannya itu pasti sudah berjuang jauh sekali bahkan sebelum Rara memulai, sehingga hasil yang ia dapatkan bisa digapai hari ini. Setidaknya ia perlu mengapresiasi hasil usaha keras Sarah selama ini.

Kadang Rara juga berpikir, apakah Tuhan ini sedang ingin bercanda dengannya atau apa. Katakanlah Rara begitu pamrih, menganggap segala hal yang ia lakukan untuk bertawakal dan berusaha sudah mencapai titik maksimal, namun Tuhan tak kunjung memberikan jalan keluar yang bisa gadis itu gapai. Ia amat sangat frustasi saat ini, sampai nyaris gila.

Bahkan Rara rela melambatkan waktu datang ke fakultasnya dengan pergi dahulu ke sebuah minimarket untuk membelikan makanan ringan sebagai hadiah untuk Sarah. Maafin gue, Sarah, gumamnya pelan.

"Nararya, lo di mana? Sebentar lagi Sarah selesai nih."

"Ini lagi jalan ke gedung MIPA."

"Cepetan."

Sambungan telepon dari Wildan yang sudah terputus bahkan jadi terasa begitu tergesa, menandakan selama apa Rara mengulur waktu untuk menata perasaan egonya sendiri demi si rekan kuliah.

Serendipity: Undercover FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang