Kadang diam menjadi solusi tepat ketika yang lain menjadi berisik tentang pilihan kita. Tetapi, kalau sudah keterlaluan, mau diam sampai kapan?
.
Dhanu tahu.
Semua orang memiliki ekspektasi besar terhadap dirinya.
"Saya penasaran, emang Mas Dhanu beneran dulunya ketua BEM?"
Waktu itu, laki-laki itu mendelik ketika Rara bertanya saat mereka sedang duduk di bangku resto cepat saji yang terbilang sedang cukup sepi. Mungkin sudah lewat jam makan siang, jadi suasananya lebih tenang saat ini. Kembali pada Dhanu yang tampak kehabisan kata saat mendengar pertanyaan itu.
"Kamu pernah lihat muka saya nampang di spanduk yang dipajang di sudut kampus nggak?" Dhanu balik bertanya.
Seketika Rara berpikir sejenak, mencoba mengingat-ingat keadaan kampus sebelumnya. "Nggak."
"Nah, berarti nggak pernah," simpul Dhanu.
Mata Rara kontan membulat terkejut. "Jadi, bukan?"
Dhanu menggeleng. "Saya emang gabung BEM, tapi nggak sampai jadi ketuanya. Itu ledekan nggak jelas dari Tiyan yang lama-lama makin gede, gara-gara katanya saya pernah ngelindur di sekret BEM kalau saya pengen jadi ketua BEM. Kayaknya waktu itu saya kecapekan saking banyaknya proker yang dijalanin. Gara-gara ledekan itu, orang-orang yang kenal saya jadi sering bujuk buat calonin diri jadi ketua BEM yang langsung saya tolak mentah-mentah. Bahkan saya milih mundur dari BEM."
"Loh, kenapa?"
"Waktu itu stasiun radio situasinya nggak bagus sama sekali bahkan mau ditutup dan cuma Bang John yang bisa pegang nasib stasiun radio karena orang-orang milih pergi. Jadi saya milih bantuin dia bareng Jeff, kadang dibantu Khalif atau Tiyan juga walau mereka bukan staff stasiun radio sampai sekarang."
"Oh, gitu."
Dhanu mengamati Rara yang mulai mengangguk-angguk mengerti. "Kamu kecewa ya, jawaban saya di luar ekspektasi kamu?"
Kini Rara mengerjap lagi, memandang Dhanu saat ini menatapnya yang tampak sayu. Lalu ia langsung menggeleng tanpa ragu. "Nggak. Ketimbang kecewa, bukannya itu pilihan hidup kamu sendiri? Saya nggak ada hak buat kecewa, semuanya pilihan kamu. Kamu bebas ngejalanin hidup yang kamu mau tanpa mikirin orang lain. Saya tahu kok, kamu pasti udah paham segala resiko dan mikirin dengan matang. Jadi, nggak perlu mikirin yang lain."
"Meski semua orang punya ekspektasi besar?"
"Bukannya kamu nggak pernah terlalu mikirin itu? Kenapa harus kepikiran sekarang?"
Dhanu tak menjawab, ia memilih menatap Rara yang saat ini menatapnya bingung. Membiarkan pertanyaan terakhir gadis itu menggantung tanpa jawaban.
Karena beberapa waktu belakangan Dhanu menyadari beberapa hal bagaimana orang lain memandang Rara. Ia tahu ini akan terjadi, meski seluruh teman dekatnya amat mendukung hubungannya sekarang, tetapi tak sedikit juga orang sekitar tampak memandang sebelah mata. Orang-orang yang sudah berekspektasi besar memang selalu begitu 'kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity: Undercover Fate
General Fiction[TAMAT - SUDAH TERBIT] Percaya kebetulan? Atau, lebih percaya semuanya sudah digariskan takdir? Tapi, kalau setiap pertemuan dan percakapan acak terjadi dalam sebuah kebetulan, bagaimana? Itu memang kebetulan atau takdir? "Tatapannya nusuk banget, k...