Mau bagaimanapun situasinya, langit akan selalu pada tempatnya dan mengawasi kita.
.
"Lo pernah kepikiran suka sama cowok beneran nggak sih, Ra?"
Ucapan Emma kala di tengah telepon grup seru bersama Olivia sukses membuat Rara terdiam. Saat itu Rara sedang berada di kamarnya, dengan laptop yang menyala dan membiarkan loudspeaker ponselnya ikutan menyala. Padahal Rara sedang asyik menyimak pembicaraan mereka tentang kedekatan Emma dengan seseorang seraya membereskan sisa revisi laporan, tapi pertanyaan itu seakan langsung mengusiknya.
Pertanyaan itu terdengar cukup mengejutkan baginya, tentu saja. Sepanjang ingatannya selama beberapa tahun belakangan, sepertinya ia sudah tak bisa menyukai laki-laki dengan normal. Maksudnya, ia seperti telah mati rasa. Terlebih kalau kilas balik ingatannya mengenai kisah cinta di SMA yang amat suram, rasanya Rara malah semakin stres. Baru juga tahap mengagumi menuju rasa suka pada Haris waktu itu, tahu-tahu ia malah mendapat petaka yang tak bisa ia lupakan seumur hidupnya.
Lalu, jika dibandingkan dengan perasaannya pada Khalif sebelumnya, gadis itu sendiri tak yakin. Khalif orang baik, pantaslah ia mengaguminya. Tetapi kenyataan tak berpihak padanya, lantaran Khalif jelas memilih mengejar hati Karin dan sudah berhasil.
Kalau dipikir, kisah cinta Rara tidak ada yang indah-indah amat dan gadis itu sudah lama sekali tak memusingkannya. Mungkin karena Rara terlalu sibuk memikirkan banyak keresahannya selama ini, tentang potensi diri, lari dari masa lalu yang menyakitkan, memikirkan masa depan yang tak pasti, dan banyak lagi.
"Kayaknya nggak deh," ujar Rara setelah diam beberapa saat. "Nggak sempat kepikiran."
"Yakin?" cetus Emma. "Nggak ada yang lo taksir, Ra? Teman cowok lo 'kan banyak."
"Banyak sih teman cowok," ujar Rara sambil berusaha mencari kalimat yang tepat. "Tapi, yah, gue nggak tertarik aja."
"Kalau Dhanu gimana?" timpal Olivia. Entah hanya perasaan Rara saja, tapi ia yakin kalau temannya itu sedang tersenyum. "Dia kelihatan peduli banget sama lo, kalau gue dengar tiap lo cerita."
Otomatis Rara menelan ludahnya tanpa sebab, mungkin ia mendadak merasa gugup. "Ya, dia kayak teman biasa aja sih. Gue juga baru kenal dia beberapa bulan lalu, jadi kalian nggak bisa berekspektasi banyak."
Lalu terdengar decakan dari mereka secara kompak, menganggap itu tak mungkin.
"Masa sih?" kikik Emma kemudian. "Yakin nih?"
Rara tak mau menjawab itu dan beralih bilang, "Lagian, dia kayaknya mau balikan sama mantannya."
"Serius?" sahut Olivia. "Yah, lo nanti nggak ada teman sharing lagi dong."
"Soal teman sharing itu 'kan cuma sementara," jawab Rara sambil merotasi bola matanya jengah. "Makanya gue bilang, jangan ngarep banyak. Kita tetap temanan aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity: Undercover Fate
General Fiction[TAMAT - SUDAH TERBIT] Percaya kebetulan? Atau, lebih percaya semuanya sudah digariskan takdir? Tapi, kalau setiap pertemuan dan percakapan acak terjadi dalam sebuah kebetulan, bagaimana? Itu memang kebetulan atau takdir? "Tatapannya nusuk banget, k...