Refleksi akan selalu beriringan bersamamu tanpa mengubah apapun, kecuali dirimu sendiri yang mau mengubahnya.
.
"Rara."
"Apa?"
"Lo cantik banget."
"Hah?"
Rara yang waktu itu sedang sibuk bercermin untuk merapikan surai hitamnya dengan jepitan, langsung menoleh ke arah Cindy yang sedaritadi memandanginya. Hari ini mereka sedang memenuhi jadwal pemotretan untuk foto di ijazah, karena hari ini giliran fakultas mereka. Saat itu suasana di depan studio foto yang berada di gedung BAAK begitu ramai dengan lalu-lalang mahasiswa yang sibuk sendiri, ada yang mengobrol seru bersama teman-temannya, ada pula yang sibuk merias diri terutama mahasiswinya.
Termasuk juga Rara dan Cindy, namun kebetulan Cindy sudah selesai lebih dulu jadi ia memilih mengamati Rara sejak tadi. Waktu itu Mia belum datang karena katanya masih terjebak macet, jadi sepertinya ia akan ditinggalkan segera karena sebentar lagi giliran mereka mengambil foto.
Rara masih menatap Cindy heran setelah mendengar celetukan begitu, sementara Cindy hanya menyengir lucu.
"Lo kenapa dah?" tanya Rara.
"Nggak apa-apa. Gue cuma baru nyadar aja kalau lo makin cantik. Lo punya pacar ya?" balas Cindy.
Sontak saja mau tak mau Rara melotot seperti orang tertangkap basah. Wajahnya secara otomatis memanas. "Kok lo nebaknya sampai sono sih?"
"Biasanya cewek makin cantik pas punya pacar," papar Cindy. "Serius, lo hari ini cantik banget, Ra. Beneran punya pacar ya lo?"
Tak ada jawaban untuk Rara mengelak lantaran sepertinya Cindy lebih peka dari temannya yang lain. Jadi, gadis itu hanya bisa menyengir kaku, membuat rekan kuliahnya langsung menahan pekikan sumringahnya karena ikut merasa senang.
"Demi apa?!" seru Cindy. "Orang mana?!"
"Kampus sini juga kok," ujar Rara pelan.
"Satu fakultas sama kita?"
"Beda."
"Ya ampun! Kok bisa kenal?!"
Kemudian, Rara dibombardir oleh Cindy dengan pertanyaan kuriositas supernya, membuat gadis itu harus bersabar menjawab tiap pertanyaan yang diajukan. Meski begitu, rasa-rasanya Rara tak pernah percaya dengan pujian seperti itu. Sejak dulu ia tak pernah memercayai pujian-pujian itu karena menurutnya tak mungkin.
Yah, selalu begitu.
Tetapi, nyatanya perkara pujian begitu belum benar-benar berakhir. Rara sepertinya harus menghadapi rasa tak percaya akan pujian-pujian semu untuk beberapa waktu berikutnya.
"Rara."
"Napa?"
"Lo makin cantik deh."
Lagi, Kali ini Rara yang waktu itu sedang menyesap colanya sambil terus menyimak pembicaraan, segera mendelik ke arah Amelia yang masih asyik memandanginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity: Undercover Fate
General Fiction[TAMAT - SUDAH TERBIT] Percaya kebetulan? Atau, lebih percaya semuanya sudah digariskan takdir? Tapi, kalau setiap pertemuan dan percakapan acak terjadi dalam sebuah kebetulan, bagaimana? Itu memang kebetulan atau takdir? "Tatapannya nusuk banget, k...