Apa yang paling menyebalkan dari kenyataan bahwa kamu tidak bisa menampik realita yang ditakdirkan untukmu?
.
Tolol.
Mungkin kata itu yang terus menggema di otak Rara kala memandangi Haris yang tersenyum padanya. Cewek itu akui pesona Haris Winata Pradipa masih sama, bahkan sepertinya lebih mempesona. Senyum yang sama, senyum ramah yang terbingkai manis dengan wajah rupawannya, senyum yang sukses membuat jantung Rara kali ini berdetak seribu kali lebih cepat. Rasanya seperti waktu di dunia ini mendadak melambat saat ia melihat pria itu.
Namun Rara segera mengepalkan tangannya kala ia mengingat juga bagaimana senyum itu sukses mematahkan hatinya, harapannya, dan segalanya.
"Eh, h-hai, Kak Haris," sapa Rara pelan pada Haris lantaran ia merasa tatapan lelaki itu begitu menghujamnya, menghujam ulu hatinya. "Lama nggak ketemu."
Tampak Haris mengangguk pelan. "Yah, udah lama," jawabnya.
"Kamu kenal?" tanya Rena, yang sukses baru Rara sadari kalau masih ada orang lain.
Haris mengangguk pada Rena. "Ya, dia Rara, temanku waktu SMA," ujarnya ringan sambil menoleh lagi ke arah Rara, kemudian ia melirik ke arah Dhanu. "Pergi sama Dhanu ya? Kenal darimana?"
"Anu―"
"―dia teman gue."
Seketika Rara melirik ke arah Dhanu yang tiba-tiba menukas ucapannya dengan nada tenang, membuat gadis itu refleks bergerak mundur dan sedikit bersembunyi di balik punggung Dhanu. Ia tak bisa di sini selamanya terus.
"Hm, saya duluan ya, udah dicariin teman mau foto bareng." Rara berusaha mencari alasan sambil mengumbar senyum pada Haris dan Rena, lalu melirik ke arah Dhanu sambil berbisik. "Saya duluan, Mas."
Haris dan Rena sama-sama terdiam lalu mengangguk pelan, sementara Dhanu sontak menoleh ke arah Rara yang sudah berjalan menjauh sembari meneguk jus jeruknya lalu menghilang di tengah kerumunan.
Dalam benak Dhanurendra, meski ia mencoba tak peduli pada Nararya yang tanpa aba-aba memilih bergerak pergi, namun ia merasa kalau Rara akan melakukan suatu hal yang akan mengganggu, baik bagi gadis itu maupun dirinya sendiri.
Mungkin yang tidak Dhanu ketahui adalah kalau yang Rara lakukan setelahnya adalah pergi ke toilet, lalu bersembunyi di dalam bilik sembari menahan tangis.
***
Dunia itu tidak bisa digambarkan hanya dalam sebuah drama roman picisan, melankolis, ataupun segala hal sejenis opera sabun. Pahami juga bahwa realita akan terus berjalan seberat apapun tantangan yang dihadapi.
"Ra, lo kesambet ya? Tumben-tumbenan loh bisa abis dua piring nasi goreng, semangkuk pempek, dua potong tiramisu, dua mangkuk bakso, tiga piring kecil buah potong. Biasanya makan mentok-mentok dua piring."
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity: Undercover Fate
General Fiction[TAMAT - SUDAH TERBIT] Percaya kebetulan? Atau, lebih percaya semuanya sudah digariskan takdir? Tapi, kalau setiap pertemuan dan percakapan acak terjadi dalam sebuah kebetulan, bagaimana? Itu memang kebetulan atau takdir? "Tatapannya nusuk banget, k...