Walau hanya satu, tapi tetap terhitung 'kan? Apalagi kalau berlipat ganda.
.
"Gimana rasanya?"
"Apanya?"
"Digendong sama mas-mas jutek?"
"Bacot."
"Demen ya lu."
"Wildan kampret!"
Wildan cuma cekikikan ketika mendengar respon teriakan kesal milik Rara yang masih berbaring di atas kasur. Karena kepalanya masih pusing tadi Wildan menyuruh Rara tiduran lagi saja, setelah cowok itu datang dan melihat Rara sudah siuman sedang sibuk berbicara dengan Dhanu. Entah membicarakan apa, tahu-tahu Dhanu bertanya pada Wildan yang baru menaruh bungkus plastik berisi roti di meja.
"Win, tadi bener 'kan gue yang gotong badan dia bareng lo?"
Wildan yang kedapatan ditanya begitu tampak bingung barang sejenak. Dipandangnya Rara yang menatapnya balik dengan ekspresi melongo sambil memegang kepalanya, lalu Dhanu yang menatapnya lurus.
"Ya awalnya bareng sih, tapi 'kan akhirnya lo doang yang gendong dia, gara-gara kalau digotong bareng malah makin kerasa banget beratnya."
Sekarang jawaban Wildan tadi rasanya masih terngiang-ngiang terus di kuping Rara. Jadi ia hanya bisa menutupi wajah memerahnya dengan kedua tangannya.
Berat.
Berat.
Berat.
"Berat badan gue 60 kilo kenapa nggak turun-turun sih?" gumam Rara pelan. "Bego bener dah gue. Kenapa juga gue bisa kena bola basket sampe pingsan gitu...."
"Udah lewat, nggak usah nyesel. Udah kejadian mau gimana lagi," sahut Wildan sambil memainkan ponselnya sebentar.
"Tetep aja bikin malu," balas Rara dengan nada frustasi. "Aaaaaa, bego, bego, bego, bego, beg―"
"―bego beneran mampus lu," tukas Wildan.
"Astaghfirullah, jangan. Rara pinter, pinter, pinter, pinter, pinter―"
"―berisik anjir, tidur sana. Katanya pusing?"
Seketika Rara bungkam dan membiarkan matanya memandang Wildan yang asyik dengan ponselnya. Pasti cowok itu sedang sibuk mabar—main bareng—pubg sama teman daringnya sampai ingin ngacangin Rara gini. Ngeselin memang cowok berlabel Wildan Afnan ini.
"Nggak usah ngeliatin gue segala dah, risih anjir." Wildan segera menaruh ponselnya sambil memandang kesal Rara yang masih memandanginya.
"Protes mulu lo kayak netizen," sungut Rara.
"Nyawa lo belum kekumpul juga tuh? Kalau masih pusing mah tidur aja, nggak usah liatin gue. Gue tahu ganteng jadi nggak usah gitulah."
"Bacot bener dah tuh mulut. Gue rasanya pengen pulang tahu nggak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity: Undercover Fate
General Fiction[TAMAT - SUDAH TERBIT] Percaya kebetulan? Atau, lebih percaya semuanya sudah digariskan takdir? Tapi, kalau setiap pertemuan dan percakapan acak terjadi dalam sebuah kebetulan, bagaimana? Itu memang kebetulan atau takdir? "Tatapannya nusuk banget, k...