[49] Jejak Bunga

7.3K 1.1K 189
                                    

Pada umumnya, mekarnya bunga-bunga juga memerlukan waktu yang baik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pada umumnya, mekarnya bunga-bunga juga memerlukan waktu yang baik.

.

Apakah hari ini adalah hari yang penting?

Rara tidak tahu pasti sih, semalam Rara nyaris tak bisa tidur lantaran memikirkan perihal Dhanurendra Akasha dan segala keputusan konyolnya. Laki-laki itu dan ajakannya tidak konyol, hanya Rara saja yang aslinya super bego. Mungkin karena sudah melalui masa skripsi, sekarang takaran kebodohan gadis itu mulai menggunung. Karena terlalu kepikiran setengah mati, berakhir dengan Rara membereskan seluruh kamarnya yang super berantakan sampai dini hari tiba.

Barangkali pada dasarnya Dhanu sedang mengajaknya bercanda, dan ajakannya itu cuma lelucon basi yang nggak perlu dirisaukan. Buktinya semalam Rara tak mendapati telepon atau pesan apapun dari lelaki itu—bukan bermaksud ia menantikannya, jangan salah sangka! Tidak ada ada konfirmasi kepastian lagi sih dari cowok itu, jadi Rara menganggap itu bukan apa-apa meski ia kepikiran setengah mati. Kemungkinan lainnya, sepertinya cowok itu sudah menghilangkan kontak Rara. Kalau itu benar, maka bagus. Rara semakin tak perlu memusingkan apa yang ada di dalam isi kepalanya.

Tapi anehnya, Rara tetap bangun pagi meski beban di kampus tentang Tugas Akhir sudah berakhir setelah selesai sembahyang. Ia tetap mandi pagi—yang biasanya jarang ia lakukan, melakukan pekerjaan rumah dengan cepat, lalu bersantai di depan televisi, sambil sesekali mengecek ponselnya atau sambil melongok mengintip ke arah luar rumah mana tahu ada tamu yang ia kenal.

Semua itu dilakukan diikuti perasaan yang berdebar-debar tak tenang.

Menyebalkan.

"Mbak, ngapain?"

Di saat itulah, Rara yang sedang asyik menyantap semangkuk mie instan kuah rasa ayam bawang di televisi kontan mendongak. Lantas terkejut sendiri saat melihat Raihan ada di depannya dengan pakaian rapi lengkap dengan pakaian koko dan kopiah.

Tumben amat sepupunya mampir ke rumah, batin Rara. "Nggak lihat Mbak ngapain?" balas Rara.

"Cuma basa-basi doang sih," sahut Raihan.

Rara hanya mengangkat bahu tak peduli. "Mau ke mana?"

"Nggak lihat udah rapi gini mau ke mana? Ya, Salat Jumat lah."

"Widiiih!"

Raihan mengenyir mendengar sahutan Rara. "Sama nanti sore aku janjian sama Haikal dari sini mau pergi sama teman, jadi aku bawa baju ganti buat nanti."

"Aduh, anak mudaaa!" goda Rara.

Raihan terkekeh lagi melihat reaksi kakak sepupunya yang terdengar seperti seorang berumur sepuluh tahun lebih tua darinya. "Apaan sih, Mbak, orang Mbak juga masih dua puluhan!"

Sementara Rara hanya tersenyum kecut sekilas mendengarnya. Ia sebal kalau diingatkan umurnya, ia sudah memasuki kepala dua dalam jangka waktu dua tahun terakhir. Menyadari bahwa ia sudah setua ini melalui banyak hal dengan kemampuan yang cukup pas-pasan. Berterimakasihlah pada Tuhan yang sudah selalu ada bersamanya dari ia membuka mata pada dunia sampai detik saat ini ia bernapas. Tanpa-Nya, mana tahu apa yang akan terjadi pada Rara di sepanjang perjalanan hidupnya.

Serendipity: Undercover FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang