Harapan.

9.4K 649 68
                                    

Yo! Saya balik lagi~~
Tadinya gak mau update sekarang, tapi yasudahlah... Wkwkwkwk..
Ini beneran deh di chapt ini, si echannya soft bangettt...
Biar makin dapet feel nya, coba kalian liat dulu foto-foto si echan yang ekspresinya sendu. Atau paling enggak bayangin aja gitu, hehe...
Yaudah ya... Baca...
Tapi jangan lupa vote nya loh~~

Seoul, 4 February 2021. 9:15 PM.

Seorang pemuda meringkuk ketakutan di sudut ruangan, menyaksikan seorang pria paruh baya tengah menonton televisi ditemani minuman keras juga sebuah pecut ditangan.

Tubuhnya bergetar hebat kala pria berkisar 40 tahun itu bangkit dari duduknya, menatapnya tajam seolah ingin menguliti hidup-hidup. Dapat kita lihat, terdapat banyak sekali bekas luka juga lebam di tubuh yang memang sudah tak mulus sejak lama.

Darah segar bahkan masih menetes dari belakang kepalanya, ia makin merapat ke dinding. Mencoba mencari perlindungan.

Tubuhnya sudah remuk, apa tak bisa ia pergi sekarang? Bukankah biasanya pria itu akan melepaskannya jika dia sudah seperti ini?

"A-appa... Ja-jangan pu-pukul H-hyuck la-lagi..." saking takutnya dia terbata dalam berbicara, pria didepannya tersenyum mengerikan.

Ia jambak surai sang anak dan membawanya ke tengah ruangan, sedang pemuda yang bernama lengkap Lee Donghyuck itu meringis kesakitan. Namun, tak ada isak tangis mengiringi geretan sang ayah. Ia terlalu lelah hanya untuk menangis.

Ctaasshhhhhh...

Ctasshhhhhhhh....

Donghyuck hanya mampu menutup mata dan menggigit bibir kala punggungnya yang dipenuhi lebam kembali di pecut. Ia berusaha untuk tak bersuara. "Kenapa kau hanya diam?! Kemana suaramu sialan!" pria dengan status ayah dari Lee Donghyuck ini memekik keras, telinganya tak menangkap sedikitpun ringisan sang anak.

"Jangan pura-pura bisu bodoh!" teriaknya keras, Donghyuck hanya mampu diam. Ia ketakutan.

"Padahal aku punya janji besok~"

BUAGH.

"Akh." Karna kesal tak disahuti, ia kembali memukul rahang pemuda yang umurnya jauh berbeda. Senyum mengerikan tersungging secara otomatis begitu sebuah pekikan terdengar.

Kepala Donghyuck kembali menyapa lantai, menyiratkan betapa kerasnya pukulan sang ayah. Tubuhnya kali ini dihantam oleh kursi goyang milik sang ibu, dan rasanya amat menyakitkan. Ia rasa, salah satu tulang rusuknya patah lagi. Jika diingat, sudah ada berapa tulang rusuknya yang patah malam ini?

"A-appa..." dipaksakannya tangan ringkih penuh luka untuk memegang kaki sang ayah, bermaksud meminta pengampunan.

"Cih, kali ini aku tak akan melepaskanmu. Kemari! Kau akan kujadikan samsak malam ini." diraihnya kedua pergelangan tangan Donghyuck, ia menyeret tubuh lemah tak bertenaga milik sang anak kesebuah ruangan. Kini, lantai rumah ikut terlukis oleh darah Donghyuck.

Pria itu menggantung Donghyuck seperti menggantung sebuah samsak tinju. Pergelangan tangan Donghyuck sendiri memerah akibat kerasnya ikatan tambang yang dipasang. Ia meringis, begitu dirasa kakinya tak lagi menapak ditanah.

Matanya bergetar saat sang ayah memasang sarung tinju miliknya, Donghyuck rasa, tubuhnya akan benar-benar hancur malam ini. Ia mendongak keatas dan bergumam dalam hati. Menyuarakan rasa sesal pada sang adik bungsu.

BUAGHH...

(Satu tinju keras pada tulang pipi, salah satu gigi Donghyuck patah akibatnya.)

Fullsun~🌻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang