Kembar | Part 2 {DITERBITKAN}

8.9K 737 34
                                    

Yaps, saya balik lagi~~
Ini lanjutan yaaaa....
Guyss jangan lupa vote yaaa...
Kalo ada keluhan ataupun saran dan ide. Kalian bisa ungkapkan semuanya di kolom komentar.
Bisa request juga lohhhh~
Selamat menikmati~~

Haechan menelurusi lorong Rumah Sakit, suasana terasa mencekam dikarenakan waktu sudah menunjukkan pukul 2 dinihari.

Ia berniat pergi ke kamar inap saudaranya, memang setelah insiden kemarin semua member membawa Haechan ke Rumah Sakit. Dan kebetulan, Rumah Sakit itu sama dengan Rumah Sakit dimana saudaranya dirawat.

Setelah 10 menit berjalan Haechan akhirnya sampai, ia terdiam sejenak di depan pintu. Merasa ragu untuk masuk. Setelah mengumpulkan keberanian, akhirnya Haechan memutuskan untuk membuka pintu.

Baru ia buka sedikit, samar-samar Haechan mendengar beberapa orang berbicara. Seperti sedang berdiskusi, pada akhirnya Haechan memilih menguping.

"Jadi ini sebenarnya kutukan? Bagaimana mungkin?" suara Ibunya terdengar, Haechan sendiri mengernyit bingung. Apa maksudnya?

"Begitulah, leluhur anda dulu membuat kesalahan membuatnya dikutuk seperti ini." sebuah suara yang tak Haechan kenali berkata dingin, Haechan ingin melihat, namun terlalu beresiko.

"Lalu, bagaimana caranya agar kutukan ini hilang? Kasihan anak-anak kami." Haechan termenung begitu ayahnya berbicara, apa dari kata 'anak-anak' itu dirinya termasuk?

"Kutukan itu tak bisa hilang kecuali dengan beberapa cara dan itu tergantung takdir."

"Maksudnya?" Haechan memasang telinga baik-baik, entah kenapa degup jantungnya berpacu cepat.

"Kalian harus mengorbankan salah satu dari ketiganya. Yaitu, melimpahkan semua rasa sakit sampai anak itu mati. Pernah ada kasus seperti ini, dan biasanya anak tengahlah yang menanggung semuanya.

Setiap kedua saudaranya terluka, anak itu yang akan menerimanya. Dan saat anak itu mati, kedua anak lainnya akan normal. Jika mereka terluka, mereka sendiri yang akan merasakannya." Haechan tertegun mendengar penjelasan yang tak masuk diakal itu, detik ini hatinya sudah seperti ditusuk ribuan jarum. Air matanya menggenang. Mereka tak mungkin mengorbankan dirinya bukan?

"Apa anak yang menanggungnya sudah dipastikan mati?" sang ayah bertanya dengan suara bergetar, anehnya, hal itu dapat membuat hati Haechan sedikit menghangat.

"Jika anak itu kuat, dan dua anak lainnya tak tertimpa masalah yang berhubungan dengan rasa sakit di fisik. Tentu saja, anak itu akan baik-baik saja. Hanya saja, perlu diingat, dua anak lainnya harus menjaga tubuh mereka. Karna rasa sakit yang dirasakan oleh si penanggung adalah 2 kali lipat."

"Kalau begitu, anak tengah kami. Ya dia! Biar dia yang menjadi penanggung kedua saudaranya!" air mata Haechan jatuh begitu kalimat panjang itu terlontar, dari suaranya sudah dipastikan yang berbicara adalah ibunya.

"Tapi Hye-"

"Aku tak ingin Haeyan kesakitan lagi!"

"Baiklah, kita bisa lakukan ritualnya malam ini."

"Hah.. Aku akan menyuruh Haejin kesini dan menunggui Haeyan. Apa yang harus kami persiapkan?" Haechan memilih pergi dari sana, tak kuat mendengar pembicaraan yang membuatnya merasakan sakit teramat sangat di hatinya.

Haechan kembali ke kamarnya, dan ia melihat Mark di sofa. Anak itu memaksa semua member agar hanya dia yang menemani Haechan. Awalnya ditentang keras, tapi karna rengekan Haechan menjadi berhasil.

Haechan mendekati Mark dan menaikkan selimut sang Kakak, Haechan mengulas senyum. Ia berjongkok dan berbisik di telinga Mark.

"Terimakasih... Mark hyung..." lirihnya, lalu Haechan pergi ke ranjangnya. Haechan memposisikan tubuhnya miring menghadap ke jendela.

Fullsun~🌻Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang