🕛EPILOG🕛

1.2K 59 10
                                    

Di tengah taman dengan suhu yang rendah ini, seorang wanita duduk sendirian dengan sesekali menggosok gosokkan tangannya yang tak dibaluti sarung tangan itu. Tangan putihnya kini sedikit memerah karena efek dari udara dingin yang tengah melanda Kota Fankfurt ini.

Kalau kata suami dari wanita itu, bulan ini sudah memasuki musim gugur yang hanya dalam hitungan minggu akan dilanda musim dingin. Sudah 3 hari mereka berada di Jerman dengan judul honeymoon.

Ditengah lamunan si wanita, tiba tiba seseorang datang dan menjatuhkan pantatnya tepat sebelah wanita itu. Pria itu menyodorkan satu cup moccacino kepada wanita itu. Wanita itu tersenyum dan menerima cup tersebut.

"Makasih..." ucapnya. Ia pun menyecap sedikit moccacino-nya yang masih panas itu.

Pria itu tersenyum melihat istrinya, ia mengulurkan tangannya untuk menyelipkan anakan rambut yang menjuntai ke wajah cantik istrinya.

"Mau lanjut jalan?" tanya pria itu. Wanita itu tersenyum lebar dan mengangguk semangat.
Mereka pun bangkit dan berjalan beriringan menuju tempat yang katanya akan sangat indah itu.

Pria itu memasukkan tangan kanan istrinya yang sudah memerah ke dalam saku mantel  jaketnya. Tangan kiri pria itu pun ikut masuk ke dalam saku mantelnya dan menggenggam erat tangan istrinya.

Sekitar kurang lebih 15 menit berjalan, mata wanita itu membulat terpana melihat pemandangan yang ada di depannya.
Pepohon dengan daun yang berwarna oranye kecoklatan itu tumbuh di mana mana. Banyak dedaunan berserakan di bawahnya hingga menutupi jalanan. Sungguh pemandangan ini sangat berbanding terbalik dengan udara yang berhembus sekarang ini.

Hangat

Sungguh hangat pemandangan yang ada di depan matanya kini.
"Indah banget..." gumam wanita itu kagum.

Crak

Crak

Crak

Wanita itu menoleh dan mendapati suaminya tengah menginjak injak beberapa daun yang sudah kering di bawah.

"Kamu ngapain?" tanya wanita itu membuat sang pria menoleh dan tersenyum.

"Dari kecil, aku selalu suka suara daun kering yang diinjak." ungkap pria itu. Ia pun kembali melanjutkan aktivitasnya dengan menginjak beberapa daun kering.

Melihat itu, sang wanita pun tergiur ingin mencoba. Ia pun mencari daun kering diantara dedaunan yang meng-orange ini.

Crak

Crak

Wanita itu tersenyum saat mendengar suara daun pecah itu. Seakan akan suara itu seperti hujan yang selalu membuat rileks pikiran. That's so satisfying.

Setelah asik menginjak beberapa daun kering, mereka pun berfoto dengan meminta bantuan dari salah satu orang di sana.

"Vielen Dank." ucap pria itu pada orang yang baru saja membantu memotret dirinya dengan istrinya barusan.
(*terima kasih banyak)

"Nichts zu danken." kata orang itu sembari permisi untuk pergi.
(*sama-sama)

Pria itu melihat hasil jepretan tadi bersama istrinya. Mereka sangat puas, karena hasilnya sangat keren dan indah. Benar benar bagus.
Wanita itu menatap sekitar dengan perasaan bahagia. Tiba-tiba, suaminya itu memeluknya dari belakang membuat sang wanita agak terlonjak. Namun tak lama wanita itu tersenyum manis.

"Aku sangat mengagumi pohon pohon dan dedaunan di sini. Kamu tau kenapa?" tanya wanita itu.

"Karena mereka indah?" tebak pria itu.

"Ada hal lain selain itu."

"Apa itu?"

"Pohon itu tetap berdiri dengan kokohnya, walaupun dedaunan yang mereka punya semua terlepas. Begitu juga daun yang sudah terjatuh itu, mereka tetap menunjukkan sisi terindah mereka walau pada akhirnya mengering dan mati." kata wanita itu. "Dan yang paling penting, atas semua yang terjadi mereka tidak pernah membenci dan menyalahkan angin."

Sang pria tertegun mendengar penuturan istrinya.

"Bahkan jika diibaratkan dengan mereka, aku justru pernah menyalahkan angin." kata wanita itu.

Pria itu pun mengendurkan pelukannya dan memutar balikkan tubuh istrinya. Ia menaikkan dagu istrinya karena istrinya terus menunduk. Ia menangkup kedua pipinya dan menatap dalam mata istrinya itu.

"Kamu tau? Jika mereka diibaratkan denganmu, mungkin mereka belum tentu bisa sekuat dirimu. Karena angin yang pernah menerpamu itu, bukan sekedar angin kencang biasa. Kamu udah hebat dengan bisa bertahan sampai akhir." kata pria itu lembut membuat air mata wanita itu menetes.

Pria itu menghapus air mata istrinya dan mencium kening istrinya itu lama.

"Makasih ya, sudah mau menjadi akarku." ucap sang wanita membuat pria itu tersenyum.

"Always,"

Wanita itu memeluk erat tubuh suaminya, begitu pun suaminya yang membalas pelukannya tak kalah erat.

"Aishiteru ya Setan bawelku..."

"Apa itu artinya?" tanya sang pria.

"Kepo,"

"Hmm... Ich liebe dich mehr." balas pria itu. Wanita itu pun mendongak menatap wajah suaminya.

"Apa artinya?"

"Kepo," balas Pria itu dengan nada yang sama. Wanita itu cemberut, namun tak lama keduanya pun tertawa bahagia. Kini dedaunan yang berjatuhan dengan anggunnya menjadi saksi kebahagiaan yang telah mereka capai.

Belajarlah dari pohon dan daunnya. Pohon selalu kehilangan daunnya, tapi mereka tetap berdiri kokoh.
Ia tak pernah menyalahkan angin atas apa yang terjadi padanya.

.
.
.
.
.
.
.

"Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin"

- Tere Liye -

- Tere Liye -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LATENT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang