🕤Chapter 65 : Segenggam Harapan🕤

869 62 17
                                    

Jika bagimu aku hanyalah awan yang tergapai namun tak tergenggam, maka sekarang aku akan menjadikan diriku tangan hangat yang dapat kau gapai dan kau genggam dengan erat.

.
.

👻 👻 👻

Tak terasa, setengah tahun berlalu semenjak Jeon ingat masa lalunya bersama Nara. Ia sudah mengerahkan anak buahnya untuk mencari keberadaan Nara di Tokyo. Hanya butuh kurang lebih satu bulan untuk anak buahnya menemukan Nara. Jeon sudah tahu, di mana tempat tinggal Nara dan di mana ia bekerja. Selebihnya Jeon memilih tak tahu, ia hanya memerintah anak buahnya untuk mencari tahu di mana tempat tinggal dan kantor tempat Nara bekerja. Selebihnya, biar Jeon sendiri yang mencari tahu.

Jujur, sudah lama Jeon ingin sekali menyusul ke Jepang untuk menemui Nara. Namun setiap kali akan ke sana, selalu saja ada halangan. Bagaimana pun juga, Jeon seorang CEO dan ia juga telah mewarisi perusahaan ayahnya itu. Jeon sudah ke tiga negara dalam kurun waktu 6 bulan ini dalam rangka business trip. Anggaplah Jeon egois dan sebagainya, tapi pada dasarnya ia juga punya tugas penting yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja.

"Yee, lusa giliran kau ke Jepang ya? Kau urus dan cek perusahaan kita di sana." Titah Alan. Kini mereka sekeluarga tengah berada di meja makan.

Mendengar penuturan Alan, Jeon sontak mendongak.

"Pa! Biar Jeon yang ke sana." Sahut Jeon.

"Tapi kau sudah mengurus perusahaan di sini. Kau juga pasti lelah kan setelah business trip tiga negara sekaligus. Biar Yee saja yang mengurusnya untuk kali ini."

"Pa, Yee kan masih kuliah. Jangan ganggu kuliah Yee dengan pekerjaan." sahut Sarah membuat Alan membuang napas lelah. Lagi lagi istrinya melarangnya memberi tugas pada Yeevendra karena anaknya itu masih berstatus mahasiswa.

"Ma, sebentar lagi kan Yee udah lulus. Biar dia coba kelola perusahaan juga dong."

"Ya tapi jangan yang di Jepang itu. Bukan mama meragukan Yee, tapi ngurus yang perusahaan di Jepang itu pasti bakal bikin Yee nggak fokus sama kuliahnya. Dan lagi, perusahaan di Jepang itu kan belum semaju perusahaan kita di sini, pa." Kata Sarah. "Udah bener Jeon, biar dia yang ke sana."

"Tapi Ma... Justru itu biar Yee bisa memulai dari titik terendah. Kayak Jeon dulu kan juga mulai dari titik terendah di mana Frissia Group belum semaju sekarang." jelas Alan.

"Yeevendra bentar lagi skripsi. Udahlah, kasih kehidupan normal buat anak sendiri apa susahnya. Uang nggak dibawa mati." jawab Sarah tak acuh membuat Jeon dan Yeevendra menahan tawanya.

"Kalo Jeon yang ngurus, ntar ke-clean semua masalahnya, gimana Yee bisa belajar lebih?" tanya Alan yang masih saja betah berdebat.

"Jeon." panggil Sarah yang membuat Jeon mendongak dan menatap ibunya itu.

"Besok di Jepang, payahin dikit kemampuanmu. Jangan bagus bagus, yang penting jangan sampe bangkrut. Oke?" tanya Sarah sembari mengacungkan jari telunjuknya kearah Jeon dengan tatapan bekerja sama.

Jeon pun menjawabnya dengan memberikan kode 'oke' yang ia lakukan dengan menggabungkan jari telunjuk dan jempolnya.

Yeevendra terkikik geli melihat kelakuan ibu dan kakaknya itu.

"Done, kan?" kata Sarah bangga.

"Iya, pa. Biar Jeon yang ke sana." Timpal Jeon.

"Benar nggak apa apa? Nggak capek?" tanya Alan memastikan yang langsung dijawab gelengan tegas oleh Jeon sendiri.
"Oke deh, papa izinin Jeon yang urus sementara perusahaan kita di Jepang. Tapi kamu Yee, harus bantu awasi yang di Indo ini, ya? Gimana?" usul Alan.

LATENT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang