🕒Chapter 15 : Membahas Masa Lalu🕒

1K 101 1
                                    

Kamu dilahirkan untuk menjadi nyata. Bukan sempurna.
.
~BTS_SUGA~

👻 👻 👻

Happy reading 📖 🌹

silahkan nyalakan mulmed diatas. Gtw kenapa, aku ngerasa artinya cocok aja✨

"Dia akan berperan sebagai lawan lo nanti.” jawab Jeon.

“Apa maksudnya?” tanya Nara lagi. Mendengar itu Jeon membuang napasnya jengah.

“Lo kan udah nonton tu video. Masa gak paham?”

“Oh itu, sejujurnya gue nggak begitu paham sih. Hehe...”

Hhhh... Jadi dia itu di suruh sama Pak Tua yang lo takutin itu. Dan Pak Tua itu namanya Reagan sedangkan anak yang dijodohin sama gue itu namanya Clarie. Gue udah tau kalau selama ini Clarie sok betah sama gue itu cuma buat ngincar harta gue doang. Dia nggak benar-benar tulus mencintai gue. Gak beda lah ama bokapnya yang udah ngehasut bokap gue.” jelas Jeon panjang lebar.

Nara mangut-mangut lalu kembali melahap buburnya.

"Susah ya jadi orang kaya." celetuk Nara. “Jadi, kenapa nggak lo putusin aja?”

“Gue udah bilang, gue dijodohin sama dia.”

"Masi ada toh jaman perjodohan begitu?" tanya Nara tak percaya. "Yaudah, batalin aja perjodohannya. Bilang sama bokap atau nyokap lo soal ini.

"Mana bisa, hubungan antara kedua belah pihak aja seberat itu. Mada yang mau percaya sama gue. Lagian namanya juga bisnis. Dunia bisnis itu kejam asal lo tau aja."

"Kenapa lo mau masuk ke bisnis kalo udah tau bahwa dia kejam?"

"Gue kan anak pertama." jawab Jeon.

"Sorry Je, gue bakal nanya hal yang mungkin agak sensitif buat lo." Mendengar itu Jeon mengangkat sebelah alisnya.

"Tenang, gue nggak bakal ungkit soal kecelakaan lo. Gue cuma kepo, lo sejak kapan di posisi... Gini? Sejak lo koma?" tanya Nara hati-hati. Mendengar itu Jeon tersenyum sangat tipis.

"Sebulan lebih." Mata Nara membulat sempurna mendengarnya.

Selama itu? Trus sebelum ketemu gue, dia ngapain aja?? Batin Nara semakin bertanya-tanya.

"Gue tau lo makin kepo, lo pasti kepo selama itu gue ngapain aja. Soal itu gue bakal cerita, tapi nggak sekarang." kata Jeon yang seakan akan dapat membaca pikiran Nara.

“Oke....”

“Kalau lo sendiri?”

“Gue?” tanya Nara tak mengerti.

“Sekarang giliran lo yang cerita? Apa awal penyebab lo kena serangan panik kayak kemaren?”

“Sejak kapan lo jadi kepo?” tanya Nara dengan alis yang ditautkan.

“Yah, siapa tau itu bisa mengurangi beban penderitaan lo.”

“Bukannya beban itu elo, ya?” canda Nara yang tak sepenuhnya bercanda.

“Ya ya terserah. Nggak cerita juga nggak apa apa.” rajuk Jeon. Nara pun tertawa mendengarnya.

Nara kembali menyuap buburnya yang tinggal satu sendok itu, kemudian membuang bungkusnya ke tempat sampah. Ia kembali duduk dan meminum air putih yang ada di botol yang sengaja ia bawa tadi.

“Sebenernya ceritanya agak privasi, sih. Tapi okelah gue cerita." kata Nara. "Jadi... Gue itu punya riwayat trauma karena masa kecil gue yang bisa dibilang kurang beruntung.” kata Nara tiba-tiba.

Jeon menoleh ke arah Nara namun Nara masih setia memandang ke depan.

“Nyokap gue meninggal pas umur gue 5 tahun. Gue nggak bisa nyeritain detailnya, tapi intinya kami kecelakaan pas diperjalanan karena gue ngerengek terus minta pergi sama nyokap. Dan di kecelakaan itu, gue selamat tapi nggak dengan nyokap gue." Nara pun mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan lagi ceritanya.

"Setelah itu, bokap selalu menganggap bahwa kematian nyokap itu semua salah gue, dan asal lo tau bokap gue itu mencintai nyokap gue melebihi apapun. Dan mulai saat itu, bokap gue nggak pernah ngurusin gue. Gue emang tinggal sama dia, tapi nggak pernah dianggep. Untung ada Bi Ijah, asisten rumah tangga yang dulu. Sampai pas gue mulai beranjak 7 tahun, bokap gue masih belum nerima gue. Yang ada gue disiksa terus sama dia. Makanya sampe sekarang trauma itu belum ilang.” jelas Nara sambil tersenyum miris.

"Sorry but, bukannya lo punya abang?" tanya Jeon.

"Nyokap gue itu keturunan Jepang. Dan pas itu abang gue masih sekolah di Jepang. Maklum lah anak pertama, awal-awal memang tinggal di Jepang sampai akhirnya ada perusahaan yang harus diurus di Indo. Abang gue ditinggal karena nanggung 2 tahun lagi lulus." jelas Nara.

"Apa nggak ada saudara yang angkat lo?"

"Oma ibunya nyokap gue bahkan nggak tau kalau nyokap gue meninggal waktu itu. Dia baru tahu pas 2 tahun kemudian. Terdengar aneh memang, tapi itu semua karena bokap sengaja gak kasih kabar dan sengaja melakukan segala cara biar orang-orang nggak tau. Termasuk semua saudara dari nyokap gue yang di Jepang. Sampai sekarang juga gue nggak tau apa alasannya."

"Saudara dari bokap lo gimana?" tanya Jeon. Mendengar itu Nara menyunggingkan senyumnya sebelah.

"Seperti kata lo tadi. Dunia bisnis itu kejam. Keluarga gue udah merasa cukup dengan hanya memiliki abang gue sebagai penerus. Gue mah apa?"

"Sekarang perusahaan itu gimana?"

"Abang gue nggak mau nerusin. Karena dia nggak terima, bokap udah jahatin gue berkali-kali."

Jeon menatap Nara dengan tatapan tak percaya. Ia tak percaya bahwa seorang Nara yang sangat cerewat dan bawel itu punya masa masa yang amat kelam di hidupnya.

Apa selama ini Nara menggunakan 'topeng'??

Satu lagi yang membuat Jeon kagum pada Nara. Nara sama sekali tidak menangis saat menceritakan itu semua.

Apa hati lo udah terlalu lelah dan mati rasa buat nangisin ini lagi, Ra?

Nara menoleh ke arah Jeon dan tersenyum. Hatinya mungkin sakit saat menceritakan hal itu, namun ia harus tetap tersenyum. 

Karena kenangan atau masa lalu adalah cerminan nyata diri kita sendiri atas apa saja yang pernah kita jalani dan lewati. Masa lalu itulah yang membentuk diri kita yang sekarang.

Lagi pula di depannya kini akan ada masalah yang harus benar-benar ia hadapi. Lagi.

"Gimana kalau gue temui langsung adek lo itu?" tanya Nara berusaha mengalihkan topik.

👻 👻 👻

TBC

LATENT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang