Senyumku mungkin bisa palsu, tapi tidak dengan tawaku. Jika aku tertawa ditengah aku 'terjatuh', maka itu adalah detik dimana aku tengah melupakan lukaku, walaupun hanya sekejap mata.
👻 👻 👻
Nara mengikuti langkah Yuto yang memperkenalkan setiap sudut rumah milik Tama dan Mai. Sebenarnya cucu Tama itu Nara atau Yuto, sih? Masa kalah sama Yuto.
Sesekali mereka juga duduk beristirahat di gazebo yang disediakan.
"*Ra. Kau nanti kerja di tempat kakek?" tanya Yuto.
"*Entah lah, mungkin iya. Kerja dimana lagi? Kau sendiri, kapan kuliahmu selesai?" tanya Nara balik.
"*Belum pasti. Doakan saja secepatnya, ya?"
Mereka pun melanjutkan jalan mereka, sampai akhirnya mereka pun selesai dan kembali ke rumah. Mereka duduk di teras sembari menikmati semilir angin. Saat sedang asik menikmatinya, tiba tiba Tama dan Mai datang dari belakang Nara dengan pakaian khas Jepang, kimono.
"*Eh, kalian mau kemana?" tanya Nara.
"*Kami mau ke kuil. Kamu di rumah sama Leo, ya?" jawab Mai.
Fyi, bundanya Nara itu orang Jepang. Dia bukan orang Islam seperti Nara dan Leo sekarang. Namun karena bundanya menikah dengan ayah mereka, bunda Nara dan Leo berpindah agama. Tapi Tama dan Mai, begitu juga keluarga yang lain masih menghargai apa yang Nara dan Leo anut atau percaya diagamanya. Mereka tidak menuntut Nara dan Leo untuk seperti mereka.
"*Hei Yuto. Ayo ikut, aku yakin kau belum ke kuil hari ini." Ajak Tama. Yuto cengengesan setelah dikata begitu oleh kakek dan nenek sepupunya.
"*Belum, hehe."
"*Ayo ikut!" ajak Mai. Yuto mengangguk dan ikut bangkit.
"*Aku ke kuil ya, Ra." Pamit Yuto. Nara mengangguk sebagai jawabnnya.
"*Kalau begitu, kami berangkat dulu." Kata Tama. Mereka pun menaiki mobil untuk ke kuil.
Tinggal lah Nara seorang diri, karena Leo masih tidur di kamarnya. Nara pun memutuskan untuk ke kamar, namun di tengah jalan perut Nara keroncongan minta diisi. Ia pun pergi ke dapur untuk melihat apakah ada yang bisa ia makan. Baru sampai di depan dapur, ada dua maid yang menyambut Nara dengan membungkukkan badannya.
"*Nona, apa ada yang anda butuhkan?" tanya salah satunya.
"*Eum, saya lapar. Apakah ada makanan?" tanya Nara.
"*Kami akan buatkan, anda mau makan apa Nona?" tanya maid itu.
"*Eh? Tidak ada yang sudah matang, kah? Nanti merepotkan kalian dong?" tanya Nara tidak enak hati. Namun maid itu meng geleng tegas.
"*Itu sudah menjadi tugas kami. Jadi anda mau makan apa, nona? Apapun itu, akan kami buatkan."
"*Ah baiklah, makanan apapun itu terserah saja. Tapi satu hal yang penting, makanan itu harus halal food dan jangan banyak banyak. Oke?"
"*Baik, Nona."
"*Kalau begitu, aku ke kamar dulu. Terima kasih, ya?"
"*Iya, Nona." Nara pun pergi ke kamarnya.
Setelah di kamar, Nara bingung harus melakukan apa. Sampai akhirnya ia teringat sesuatu, ia belum mengabari teman temannya. Nara pun mengambil laptopnya dan menyalakannya. Dan ternyata di rumah kakeknya ini ada Wi-Fi juga. Benar benar rezeki anak solehah.
Nara membuka e-mailnya dan mulai menghubungi keempat temannya. Nara sudah hafal alamat e-mail mereka. Butuh waktu sampai semua panggilannya tersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
LATENT ✔
Teen Fiction- LENGKAP - Judul sebelumnya : 168 HOURS ⚠ Work without plagiarizing! ⚠ Berkaryalah tanpa menjiplak! ⚠ U-13+ (mau lanjut revisi, lupa dulu sampai bab brp😭) ______________________________________________ Genre : Romance - Fantasi Pertemua...