Bodohnya aku karena masih saja memertahankan perasaan ini. Meskipun aku tahu, pada akhirnya rasa sakit akan menghinggapi.
👻 👻 👻
"Mungkin,"
Mendengar itu, Nara sontak menoleh dan mendapati Jeon yang tengah berdiri di belakang Nara.
Dengan cepat, Nara pun mengalihkan pandangannya dan menghapus air mata yang sudah membuat pipinya basah. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan.
Jeon berjalan mendekat dan kini ia telah berada tepat di samping Nara. Jeon meraih tangan Nara dan menggenggamnya erat.
"Mungkin gue bakal lupa sama semua ini tak terkecuali.... Lo. " kata Jeon. Jujur sangat berat baginya untuk mengatakan ini. Tapi, Jeon rasa ini waktunya.Mendengar perkataan Jeon, hati Nara berdenyut sakit. Air matanya kembali meluncur tanpa permisi, namun dengan cepat dihapusnya agar Jeon tak melihatnya.
Nara sendiri bingung apa yang terjadi padanya. Dia hanya merasa, ia tak mau Jeon pergi. Keberadaan Jeon sudah membuat Nara nyaman, walaupun pertemuan awal mereka bisa dibilang tak bagus. Tapi Nara lebih merasa tak kesepian lagi, merasa memiliki sandaran. Rasa nyaman itu entah kenapa seperti sudah melekat pada diri Nara.
Nara terus menghapus air matanya. Tapi semua itu gagal karena Jeon sudah melihatnya. Ia merasa tak tega melihat Nara seperti ini.
Jeon sedikit menunduk di samping Nara.
"Ra... Gue mungkin bakal lupa sama lo, tapi gue bakal berusaha buat inget sama lo lagi. Gue janji." kata Jeon.Nara menarik napas dalam dalam lalu menoleh dan menatap Jeon sembari meluruskan bibir yang dipaksakan.
"Iya, terserah lo aja." kata Nara berusaha cuek."Ra... Lo boleh marah sama gue. Lo boleh menjauh dari gue. Tapi tolong... Jangan pernah ngelupain gue, oke?" kata Jeon pelan. "Pada saatnya nanti, bantu gue buat inget lagi sama lo, Nara."
Jeon menatap Nara serius sedangkan sebaliknya, Nara menatap Jeon sendu. Nara segera memutuskan pandangan dan tersenyum hambar.
"Lo pikir masuk ke kehidupan Frissia segampang itu? Banyak persimpangan berbahaya, Je. Gue juga nggak tau, kapan pastinya lo akan ingat semuanya. Atau mungkin malah nggak akan sama sekali." kata Nara pelan di akhir kalimatnya sembari mengedarkan pandangan ke sembarang arah. Nara sedikit menengadah untuk mencegah air matanya turun lagi.
Ternyata bersikap sok-sokan cuek padahal hati berkata sebaliknya itu sulit, ya?
"Gue tau, nggak ada jaminan buat gue bakal inget semua. Tapi gue bakal berusaha." kata Jeon yakin. Jeon menegakkan tubuhnya dan menatap tautan tangannya dengan Nara yang sedikit ia angkat.
"Ra, apa lo tau? Lo adalah orang asing pertama yang nggak pernah liat gue dari sudut pandang harta dan tahta. Lo itu beda, Ra. Jujur selama gue hidup, gue belum pernah bersikap kayak pas gue ke elo. Apalagi ke cewek. Lo itu bagaikan 'rumah' Ra." Jeon menghentikan perkataannya dan terkekeh sendiri. Sedangkan Nara terus menggigit bibirnya menahan isakan tangisnya.
Udah, Je. Jangan dilanjutin... Batin Nara.
"Geli ya sama omongan gue? Tapi itu bukan buaian, gue serius." Jeon melepas tautan mereka dan meletakkan telapak tangannya ke puncak kepala Nara yang sedari tadi enggan untuk menatap dirinya.
"Salah nggak sih, kalo gue udah terlanjur nyaman sama lo?"Deg
Mendengar itu, air mata Nara sudah tak bisa dibendung lagi. Isakan kecil mulai keluar dari mulut Nara.
"Ra?" panggil Jeon lagi.
Swuzh
Tiba-tiba tangan Jeon yang berada di puncak kepala Nara terjatuh menembus tubuh Nara. Kekuatannya habis sudah.
Jeon terkejut saat tiba-tiba Nara dengan perlahan berjongkok dan menenggelamkan wajahnya di balik lipatan kedua lengannya. Ia sudah tidak tahan lagi. Air mata yang sedari tadi ia tahan, tumpah sudah. Jujur, lutut Nara sudah melemas sedari tadi.
Jeon sendiri bisa mendengar dengan jelas isak tangis Nara yang lirih namun seperti belati. Menyayat. Sangat jelas dari suaranya, bahwa Nara menahan diri untuk tidak menangis keras.
Nara tau menangis dengan cara ini sangatlah menyakitkan, namun ia tak mau Jeon mendengar apa lagi melihatnya. Tapi itu percuma karena Jeon sudah melihatnya.
Hati Jeon bagai teriris saat melihatnya. Ia tak pernah melihat Nara menahan tangisannya sampai seperti ini karena dulu Nara menangis dengan kencangnya. Dan sekarang bukan mulut Nara yang menjerit, namun hatinya.
Jeon berusaha untuk meraih Nara namun hasilnya tetap sama. Tangannya hanya berakhir menembus tubuh Nara. Jeon tak tau harus bagaimana lagi.
Jeon hanya bisa pasrah dengan kekuatannya yang sudah habis. Ia hanya bisa menatap Nara dengan hati yang amat sakit.
"Nara..." panggil Jeon dengan suara bergetar.
"Please, don't cry.... " bisik Jeon. Karena kini, ia hanya bisa mengatakan itu.
Nara sendiri tak mengerti apa yang terjadi padanya. Ia memang baru beberapa hari bersama Jeon. Tapi waktu yang Nara habiskan dengan Jeon tidaklah sedikit.
Hampir satu hari penuh ia habiskan bersama Jeon. Ada banyak hal baru dan kejadian tak terduga yang Nara alami saat bersama Jeon.
Nara sering kali merasa kesepian karena Leo sering kali sibuk dengan pekerjaannya atau dengan tugas kuliahnya. Anna, sahabatnya juga kadang memiliki kesibukan sendiri. Nara tak memiliki banyak teman, hal inilah yang kadang membuat Nara merasa sendiri.
Tapi semenjak ada Jeon, walaupun Nara sering kali dibuat kesal dan lelah dengan tingkah Jeon tapi di lubuk hatinya yang paling dalam ia merasakan kebersamaan yang hangat. Ia tak merasa kesepian lagi. Rasanya lebih baik daripada hanya berdiam seorang diri disetiap waktu.
Dan entah sejak kapan, hati Nara selalu mengikuti Jeon. Saat Jeon sedih ataupun senang ia pasti akan ikut merasakannya. Nara tak ingin semua ini berakhir, namun ia juga tak bisa egois dengan terus memaksa Jeon untuk berada di sampingnya dengan posisi yang seperti ini. Jeon juga punya kehidupan sendiri.
Semua tidak hanya tentang dirinya, jadi Nara tidak boleh egois.
Gue tau lo mungkin bakal lupa selupa lupanya sama gue nanti. Maka dari itu, gue rela jikalau nantinya gue cuma jadi orang yang berperan tak terlihat di dalam hidup lo. Orang yang hanya berperan di balik kisah kehidupan lo.
Karena gue tau, Tuhan memberi kita kehidupan tidak untuk mengenalkan dan mendekatkan kita kepada orang-orang yang kita inginkan. Tetapi Tuhan mengenalkan dan mendekatkan kita kepada orang-orang yang kita butuhkan. Entah itu dari jalur positif ataupun negatif. Yaitu orang-orang yang dapat membuat hidup kita ini jauh lebih bermakna dan bisa mempelajari dari apa yang telah terjadi.
Mungkin nanti lo nggak bakal sadar ataupun tau, tapi gue bakal ngelanjutin ini semua walau pada akhirnya lo nggak tau apa yang udah gue lakuin dan lo nggak tau bahwa gue ada. Gue ngelakuin ini, karena mungkin gue udah mulai sayang dan nggak mau kehilangan lo. Gue nggak tau kapan tepatnya perasaan khusus ini datang dan singgah.
👻👻👻
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
LATENT ✔
Teen Fiction- LENGKAP - Judul sebelumnya : 168 HOURS ⚠ Work without plagiarizing! ⚠ Berkaryalah tanpa menjiplak! ⚠ U-13+ (mau lanjut revisi, lupa dulu sampai bab brp😭) ______________________________________________ Genre : Romance - Fantasi Pertemua...