🕞Chapter 41 : Diri yang Dulu, Bukan yang Kemarin🕞

843 70 27
                                    

Karena harapan mampu melihat bahwa ada seberkas cahaya dibalik pekatnya kegelapan.

👻 👻 👻

-A MONTH AGO-

Niiiiiittttt.....

Bunyi panjang dari bedside monitor membuat membuat ketiga orang disekelilingnya sontak berdiri.

"DOKTER!! DOKTER!!!" panggil Yeevendra. Sedangkan ayahnya, Alan menekan tombol darurat berkali kali.

Tak lama, seorang dokter dan beberapa paramedis datang menghampiri. Dengan segera mereka mengambil tindakan untuk pasien.

"Siapkan defibrillator, cepat!" perintah sang dokter sembari menekan nekan dada pasien berkali kali.

"Baik, dok." para paramedis pun segera menyiapkan defibrillator.

"Isi daya selesai!" kata salah satu paramedis setelah selesai mengisi daya pada defibrillator.

Niiiiiiitttt.....

Sang dokter segera memacu jantung pasien yang tak lain adalah putra sulung keluarga Frissia.

Sudah berkali-kali sang dokter memacu jantung Jeon, namun belum ada perubahan sama sekali.

Niiiitttttt....

Dokter pun menegakkan tubuhnya dan menoleh kepada salah satu suster, lalu menggeleng dengan tatapan sendu.

"Jakarta, 5 April 20xx. Pukul 00.20am."

"Apa maksud dokter?? APA MAKSUD DOKTER??!" Teriak ibu Jeon, Sarah sembari menangis.

"Maaf ibu, putra anda tidak bisa kami selamatkan... Putra anda telah meninggal dunia." jawab dokter. Alan, Sarah, dan Yeevendra menatap dokter dengan pandangan tak percaya. Sedangkan Sarah semakin menangis dan langsung berhambur memeluk putra sulungnya itu.

"Jeon... Sayang... Bangun nak. Jangan tinggalin mama, kamu... Kamu pernah bilang mau 'bebas' kan?? Mama janji sayang, mama nggak akan jodoh jodohin kamu lagi, maksa kamu lagi.... Mama akan dukung apapun yang kamu mau... Tapi tolong.... Jangan... Jangan pergi..." kata Sarah sembari menahan isak tangisnya.

Tak dapat dipungkiri, Alan dan Yeevendra pun ikut menangis. Apalagi dulu, Yeevendra pernah sangat dekat dengan kakaknya itu. Kenangan indah bersama kakaknya berputar diingatan Yeevendra sekarang. Dan itu membuat dirinya semakin tak dapat membendung air matanya.

"Suster, tolong lepas semua alat bantunya" titah sang dokter. Para suster pun dengan sigap mendekat pada brankar dan bersiap melepas semua alat bantu yang ada pada tubuh Jeon.

"Nggak!! Jangan, sus!! Jangan dilepas... Jeon..." teriak Sarah frustasi. Dengan segera Alan pun menyeret dan kemudian memeluk Sarah dengan erat.

"Ikhlas kan..." bisik Alan dengan suara bergetar. Namun Sarah masih tak bisa menahan tangisan kerasnya.

Paramedis mulai melepas alat bantu Jeon yang dimulai dari alat bantu pernapasan yang selama ini sudah terpelungkup diwajah Jeon. Wajah Jeon terlihat ada bekas merah akibat karet ventilator.

Saat seorang suster hendak melepas jarum infus pada punggung tangan Jeon, tiba tiba mereka dikejutkan dengan bedside monitor yang kembali berbunyi namun agak putus putus panjang.

"Dokter! Detak jantungnya!" sang dokter pun segera mendekat pada Jeon dan kembali mengambil tindakan cepat. Bedside monitor menunjukkan jantung Jeon kembali berdetak namun sangat lemah.

LATENT ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang