#7 Warisan

648 133 52
                                    

Tzuyu tengah asyik berbincang dengan Jeongyeon. Mereka membicarakan soal hal yang benar-benar jauh dari anak-anak. Tzuyu hanya tak ingin membuat Jeongyeon tersinggung nantinya. 

"Tzuyu, aku punya sesuatu untuk Mirae." Jeongyeon meletakan sebuah kotak di atas meja. "Aku harap putrimu menyukainya."

"Eonni, ini sungguh--"

"Ini hadiah dariku. Aku membelinya saat membelikan hadiah untuk Hanjun," ujar Jeongyeon, membuat Tzuyu tersenyum. Ia kemudian meraih tangan Jeongyeon.

"Eonni, jangan dengarkan Nakyung Eonni, ya?" Tzuyu tahu, tinggal di Athena benar-benar membuat Jeongyeon merasa sangat tak nyaman. Hanya Jeongyeon saja yang mendapat cibiran karena tak punya anak setelah kematian Hanjun.

"Aku sudah biasa mendengarnya. Tidak perlu khawatir." Jeongyeon tahu jika dirinya lemah, orang-orang akan semakin menjatuhkannya. Itulah kenapa ia mencoba untuk tak peduli dengan apa yang orang lain katakan tentang dirinya. Lagi pula, sekarang ia juga akan punya bayi. Ia tak mungkin memikirkan hal-hal tak penting.

Sebuah pesan masuk ke ponsel Jeongyeon, membuat wanita itu segera memeriksanya. Ia membulatkan mata saat tahu isi pesan yang dikirimkan oleh sang suami.

"Tzuyu, aku harus pergi sekarang."

"Baiklah, hati-hati."

*
*
*

Jeongyeon tiba tanpa mengganti bajunya. Ia tahu, seharusnya ia mengenakan pakaian hitam. Namun, ia tak punya waktu untuk hal itu. "Apa--"

Namjoon mengangguk. "Ayah sudah pergi."

Dahyun sebisa mungkin menahan tangisnya. Ia tak boleh menangis di hadapan sang Ayah. Terlebih karena sebelumnya ia berjanji takkan menangis di hari kematian sang Ayah.

Sebagai satu-satunya putri keluarga Kim, tentu membuat Dahyun sangat dimanja oleh sang Ayah. Namun, semuanya sudah sirna mulai hari ini. Sang Ayah tiada tepat sebelum ujian seleksi itu dilaksanakan.

Satu-satunya orang yang menyadari sebuah kejanggalan dalam kematian tuan Kim adalah Namjoon. Pria itu terus menatap satu persatu anggota keluarga yang ada di sana. Ia bukan mencurigai mereka. Ia hanya berusaha untuk menemukan seseorang yang mungkin saja berencana melenyapkan tuan Kim. Terlebih, kematian tuan Kim akan membuat seseorang naik sebagai pengganti.

"Kau mau pergi ke mana?" tanya Jeongyeon saat sang suami berniat untuk pergi.

"Aku perlu keluar sebentar." Namjoon berniat untuk mencari rekaman CCTV. Ia yakin semua ini memang sudah direncanakan dengan sangat matang. Bahkan kematian sang ayah terlalu mustahil untuk dikatakan sebuah kebetulan. Apa lagi beberapa hari ke depan, akan ada peluncuran SMP Jeong.

Langkahnya terhenti saat seseorang menarik tangannya kemudian mendorong hingga punggungnya membentur dinding.

"Sudah kukira kau pasti akan mencari tahu sesuatu. Namjoon-ah, jangan terlalu naif. Aku tahu, kau juga ingin warisan itu 'kan?"

"K-kau yang membunuhnya? Hyung, apa uang benar-benar membuatmu buta?"

Seokjin terkekeh setelah mendengar pertanyaan dari Namjoon. "Kau pikir aku sekejam itu? Kau sungguh berani menuduhku?"

"Jika aku tahu kau yang melakukannya, aku sungguh tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja," ujar Namjoon dengan penuh penekanan. Namun, hal ini malah membuat Seokjin memutar matanya malas.

"Namjoon-ah, haruskah aku katakan jika kau juga pembunuh? Kau rela membunuh putramu demi Jeongyeon dan Dahyun. Haruskah aku laporkan juga?" bisik Seokjin. Ia tersenyum menang sebab ia sudah jelas memiliki kartu as dari Namjoon. "Jangan munafik, kau dan aku punya kejahatan masing-masing."

Athena✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang