Naeun nendongak saat seseorang menyodorkan kotak makan padanya. Namun, orang itu sama sekali tak mengatakan apa pun dan memilih untuk menunjuk kotak makan itu dengan matanya. Hal ini tentu membuat Naeun bingung kenapa orang itu memberikan kotak makan padanya.
"Eomma-ku yang membuatkannya."
"Tidak perlu."
"Kebiasaanmu benar-benar tak berubah. Kau mau keras kepala dan membiarkan perutmu kosong? Padahal otakmu harus bekerja keras," gerutu Yuna kemudian meletakan kotak makan itu di hadapan Naeun. "Dan ya, aku kesal karena kau menolak pemberian Ibuku."
Naeun meraih tangan Yuna saat gadis itu akan pergi. "Terima kasih."
Yuna tersenyum kemudian berbalik. Ia lalu menarik kursi dan duduk di samping Naeun. "Karena kau sendirian sekarang, aku akan menemanimu makan."
Naeun tersenyum lalu membuka kotak makannya. Yuna memang sangat baik dan ia mengakuinya. Bahkan setelah ia sangat jahat sebelumnya, Yuna tak membencinya. "Kau sungguh tidak marah padaku?"
"Untuk apa?" Yuna merogoh sakunya, memberikan lip tint yang belum sempat ia gunakan setelah ia beli. "Gunakan ini. Bibirmu terlihat sangat pucat."
"Terima kasih."
Yuna memutar malas kedua bola matanya saat Naeun malah menangis. Ia beranjak lalu menyeka air mata gadis itu. "Sebelumnya kau mudah berteriak dan sekarang kau mudah menangis. Aku akan katakan ini padamu, jika kau lemah, orang-orang yang menindasmu akan semakin senang. Setidaknya kau harus angkat kepalamu untuk melawan mereka. Lagi pula meskipun kau bukan putri keluarga Kim, apa masalahnya? Aku juga bukan putri Ayahku."
"Aku hanya tidak bisa menyangkal."
"Kalau begitu pura-puralah untuk menyangkalnya." Yuna memberikan sapu tangannya. "Selanjutnya kau harus menyeka air matamu sendiri. Aku lapar."
Naeun menatap sapu tangan itu lalu tersenyum. Ia baru sadar soal ucapan Jaehwan mengenai alasannya terus kesepian. Buktinya saat ini ia tak lagi merasa kesepian saat mencoba membuka hatinya.
Naeun meletakan sapu tangan itu kemudian membuka kotak makannya. "Bagaimana bisa Ibumu tahu makanan kesukaanku?"
Yuna mengerutkan dahi. Padahal yang ia bawa adalah nasi goreng kimchi, kesukaannya. "Mungkin ini hanya kebetulan. Itu makanan kesukaanku. Habiskan makananmu, Junseo sudah menungguku di pintu. Lihat? Dia seperti kucing."
Naeun terkekeh lalu mengangguk. "Baiklah."
Perkumpulan para wanita Athena memang sudah lama tak diadakan. Namun, hari ini secara tiba-tiba, Tzuyu justru mengundang mereka untuk bertemu.
Meja itu hening. Tak ada satu pun yang membuka suara. Mereka sama-sama larut dalam pikiran masing-masing. Bahkan Sana yang terlihat tak memikirkan apa pun, memilih tetap diam. Namun, pada akhirnya kehadiran Nakyung membuat Sana menyapa.
"Akhirnya kau sampai."
Nakyung segera menatap Naeyon. Tatapan wanita itu benar-benar sama seperti saat mengira jika Nakyung merebut suaminya. Namun, Nakyung memilih untuk menanggapinya biasa saja. Lagi pula ia tak bersalah.
"Ah ya, kenapa tiba-tiba mengajak bertemu?" tanya Nakyung sambil melepas scarf di lehernya. Ia baru pulang pemotretan dan Tzuyu tiba-tiba mengirimkan pesan jika mereka harus berkumpul.
"Aku hanya merasa kesepian di rumah," jawab Tzuyu di akhiri senyum. Namun, jauh dalam hati, niatnya bukanlah seperti itu. Ia hanya ingin tahu siapa yang sudah berani melenyapkan putranya.
"Ah, astaga." Sana tak sengaja menjatuhkan gelasnya hingga membuat gelas milik Nayeon ikut jatuh. "Eonni, maafkan aku. Tanganku terasa licin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Athena✔️
Fanfiction"Sejatinya, peperangan bukan untuk saling melenyapkan. melainkan untuk mengembalikan keteraturan serta perdamaian." Dalam hidup setiap orang perlu menghadapi peperangan mereka masing-masing. Tak terkecuali para penghuni apartemen mewah--Athena palac...