#22 Who?

506 100 35
                                    

Yuna tengah duduk di tepi lapang dengan memangku sebuah buku dan mengenakan earphone. Ia kemudian mendongak saat seseorang melepas earphone miliknya. Ia kemudian berdesis dengan tatapan tajamnya. "Jangan menggangguku."

Junseo justru tersenyum kemudian merebut buku yang tengah Yuna baca. Ia mengangguk sambil membuka halaman demi halamannya. "Kau yakin akan membawakan lagu ini? Nada tingginya sungguh sulit."

"Aku ingin ada di jurusan musik klasik di kelas 11 nanti." Yuna kembali merebut buku itu, membuat Junseo mengacak poni gadis itu. "Bagaimana denganmu?"

"Aku? Aku lebih suka alat musik. Mungkin aku akan berusaha agar masuk jurusan musik klasik. Aku berjanji akan mengiringimu saat kelulusan nanti," jelasnya, membuat Yuna mengangguk dengan ekspresi pura-pura percaya.

"Mungkin akan lebih bagus jika aku yang mengiringinya. Aku bisa bermain biola," ujar Jeongsan kemudian duduk di samping Yuna. Hal ini tentu membuat Yuna menghela napas.

"Kalian bertengkar? Kau bisa bermain piano dan kau bisa bermain biola. Lupakan soal itu." Yuna mengeluarkan sesuatu dari sakunya kemudian menunjukannya. "Ini untuk Oppa dan ini untuk Junseo."

Gelang yang masing-masing memiliki sebuah bola kecil dan tali hitam itu juga digunakan oleh Yuna. "Lihat? Bagus, bukan? Aku membuatnya sendiri karena tidak mungkin menggunakan banyak manik-manik."

Jeongsan merogoh sakunya kemudian memberikan sebuah kotak pada Yuna. Namun, ia menatap lurus ke depan seolah tak peduli gadis itu akan membukanya atau tidak. "Sebagai gantinya."

Yuna hanya tersenyum. Jeongsan memang terlihat dingin. Namun, tidak bagi Yuna. Di matanya, Jeongsan sama manisnya dengan pria-pria yang ia lihat di dalam drama.

"Woah ... Jepit rambut?" gumamnya lalu mengenakan hadiah yang Jeongsan berikan. Ia lalu mencolek bahu Jeongsan untuk menunjukannya. "Eotte?"

"Itu cocok untukmu," ujar Jeongsan, membuat Yuna tersenyum.

"Gomawo. Ah, bagaimana jika kita berfoto?" Yuna mengeluarkan ponselnya kemudian meminta Junseo dan Jeongsan untuk mendekat.

Dari kejauhan, tentu Naeun melihat hal ini. Ia cukup iri sebab Yuna dikelilingi kasih sayang. Entah itu dari keluarganya atau temannya. Bahkan Naeun merasa jika Yuna merebut Jeongsan darinya. Meski dingin, Jeongsan sudah menyelamatkannya malam itu. Hal itu tentu saja cukup untuk membuat Naeun salah paham.

Taeyeon menaikan salah satu sudut bibirnya saat Naeun berbalik. Ia melipat kedua tangannya dengan tatapan meremehkan. "Kau gagal?"

"Lupakan." Naeun melewati Taeyeon begitu saja. Ia benar-benar malas berdebat dengan siapa pun sekarang.

"Aku sudah katakan jika kau akan kalah sampai kapan pun. Ah, satu hal lagi, kesombonganmu benar-benar tak ada artinya," jelas Taeyeon sambil mendorong bahu Naeun. "Aku tidak akan tunduk pada seseorang sepertimu."

"Terserah." Naeun kembali melangkah. Namun, Taeyeon sudah lebih dulu menahannya. "Jika kau tidak mau jadi temanku, setidaknya tidak perlu berpura-pura. Aku tidak membutuhkannya."

Naeun melepas tangan Taeyeon kemudian berlalu. Ia sungguh malas mencari masalah atau sang Ayah akan berceramah panjang lebar. Lagi pula, mau dia terluka pun, orang tuanya tidak akan terlalu peduli. Apalagi saat ini Naeun yakin jika ia bukan putri keluarga Kim.

"Kenapa dia jadi aneh? Apa dia tahu jika dia bukan bagian dari keluarga Kim? Tapi bagaimana bisa? Dokumen itu ada dalam kartu memori," gumamnya kemudian berdesis. Ia jadi ingat lagi soal kartu memori itu. Ia yakin jika sang Ayah yang membawanya. Namun, ia tak akan bisa masuk ke kamar orang tuanya.

Athena✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang