#48 Regret

428 91 16
                                    

Seokjin menarik selimut sebatas bahu Naeun. Ia tersenyum sambil menatap tautan tangannya dengan Naeun. Selanjutnya, ia melepas tautan itu perlahan agar Naeun tak terbangun lagi.

Tidurlah yang nyenyak, Naeun-ah, batin Seokjin sebelum berlalu. Ia juga menutup pintu kamar putrinya dengan perlahan, meminimalisir suara apa pun agar Naeun tidak terbangun.

"Bagaimana?"

"Dia sudah tidur. Tidak perlu khawatir," ujar Seokjin, membuat Nayeon menghela napasnya. Ia sungguh tak menyangka jika Naeun akan senekad itu untuk mengakhiri hidupnya.

Seokjin menyentuh bahu kanan Nayeon kemudian tersenyum. "Naeun pasti bisa melawannya, sama seperti sebelumnya."

"Aku harap begitu." Ini seperti mimpi buruk berulang bagi Nayeon. Sebelumnya ia juga harap-harap cemas atas kondisi Naeun. Terlebih dulu saat Leukimia itu menyerang Naeun, putrinya baru menginjak usia 3 tahun. Ia pikir Naeun takkan mengalaminya lagi. Ternyata takdir justru berkata lain.

"Lebih baik kau juga tidur. Aku perlu menghubungi seseorang dulu."

Apa aku harus meminta bantuan Jihyo? Hanya dia yang mungkin bisa menyelamatkan Naeun, batin Nayeon setelah Seokjin pergi. Ia tak mau melihat Naeun menjalani kemoterapi lagi. Ia yakin Jihyo pasti bisa menyelamatkan putrinya.









Taehyung mendesah kesal saat otaknya seolah tak mau bekerja. Bagaimana tidak? Ia terus memikirkan soal siapa yang membantu Dalmi. Namun, ia tetap tak bisa menentukan siapa yang terlibat.

Taehyung terlonjak saat otaknya tiba-tiba mengarah pada seseorang. "Apa Nakyung terlibat? Sangat mustahil jika Bibi Dalmi tidak mengenalinya 'kan?"

"Appa masih belum tidur?"

Taehyung segera menurunkan kakinya dari meja saat putrinya meletakan 2 cangkir teh. "Kau juga belum tidur."

"Aku baru selesai belajar," jawab Taeyeon kemudian menyesap tehnya. Selanjutnya, ia menatap sang Ayah sebab lagi-lagi pria itu terlihat melamun. "Apa soal keluarga lagi? Appa, lebih baik kita tinggal di Amerika saja."

"Taeyeon, kau pernah menemukan sesuatu di file yang ada di memori itu?"

Taeyeon sejenak mengingat. Yang ia temukan di sana, hanya dokumen Naeun, sebuah video dan dokumen penerima yayasan saja. "Tidak ada."

"Sungguh?"

Taeyeon mengangguk. Namun, ia membulatkan mata saat mengingat sesuatu. "Aku juga menemukan foto seorang wanita dan bayi. Aku tidak tahu itu siapa, tapi mirip Halmeoni."

Apa Bibi Dalmi punya anak? Sepertinya aku harus menanyakan sesuatu pada Nakyung, batin Taehyung sebelum akhirnya beranjak. Hal ini tentu membuat Taeyeon kesal sebab ia ingin Taehyung menemaninya.

"Baiklah, sepertinya aku harus tidur saja."

*
*
*

Jihyo hanya menanggapi ocehan Yoongi dengan santai. Ia tahu seharusnya ia pergi bersama bodyguard-bodyguard itu. Namun, apa salahnya pergi menggunakan motor 'kan? Ia hanya merasa jika ia terlalu sombong karena pergi kemana pun dengan pengawalan ketat seperti orang penting.

Jihyo menutup majalah yang tadi ia baca. "Sudah selesai?"

"Jihyo, tanganmu patah dan kau tetap santai saja? Bagaimana jika kedepannya, nyawamu yang berada dalam bahaya?"

"Kau hanya cerewet jika aku membuat kesalahan saja." Jihyo meletekan majalah itu kemudian berdiri di hadapan Yoongi. "Begini ya, suamiku. Aku terjatuh karena kebetulan saja. Lagi pula Daniel Oppa tidak muncul lagi 'kan? Kau terlalu berlebihan."

Athena✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang