#24 The Past

485 94 33
                                        

Mina menutup bukunya kemudian mendongak saat seseorang berdiri di depan mejanya. "Jaehwan? Apa kau ingin menanyakan sesuatu? Pelajaran kali ini sepertinya cukup sulit."

"Aku ingin menagih janji," ujar Jaehwan, membuat Mina menepuk tangannya sekali.

"Ah ... Benar, soal daging? Tapi, sekarang kau belum jadi juara kelas 'kan? Aku hanya akan memberikannya jika kau jadi juara kelas." Sebenarnya Mina sangat senang saat perlahan Jaehwan mulai melunak. Bahkan putranya itu tak lagi bersikap kasar. Ia harap Jaehwan akan terus seperti ini.

"Aku sedang tidak ingin makan di rumah." Jaehwan menarik kursi dan duduk di dekat Mina. "Sekarang saja ya? Aku janji akan jadi juara kelas."

Mina tersenyum saat Jaehwan mulai merengek. Terpisah untuk waktu yang lama, tentu membuat Mina ingin sekali memiliki banyak kenangan manis bersama sang putra. Sehingga, meski ia tak dapat membuktikan jika Jaehwan putranya, ia masih bisa hidup dalam kenangan bersama putranya.

"Apa kau sedang bertengkar dengan orang tuamu?"

"Mereka bukan orang tuaku."

"Jaehwan, kau tidak boleh mengatakan hal itu. Mereka merawatmu sejak bayi 'kan? Tidak baik mengatakan hal seperti itu. Apalagi pada Ibumu," jelas Mina dengan nada lembut. Ia tahu alasan Jaehwan selalu bersikap keras. Mungkin karena Dahyun terlalu memanjakannya hingga Jaehwan berontak. "Kau harus berjanji padaku untuk bersikap baik pada siapa pun, hm?"

"Ssaem, aku ingin seperti itu, tapi kenyataan itu membuatku sulit untuk berkomunikasi dengan mereka. Bahkan aku selalu melewatkan sarapan, makan siang, atau makan malam."

"Jaehwan, Eomma-mu pasti sudah memasak dengan cintanya. Tidak baik jika kau memilih makan di luar. Meski dia bukan Ibu kandungmu, dia sangat menyayangimu 'kan?" Mina tahu, seharusnya ia bisa bersikap egois. Terlebih karena Jaehwan memang direbut paksa oleh Dahyun. Namun, ia yakin Dahyun akan sangat terpukul jika ia membawa pergi Jaehwan. Bahkan untuk bisa berbincang dengan akrab seperti ini saja, Mina sudah merasa sangat senang.

"Baiklah, aku akan pulang sekarang."

"Anak pintar. Aku janji akan membawamu makan di luar nanti. Jangan ragu untuk menghubungiku jika kau mengalami kesulitan."

Jaehwan tersenyum kemudian beranjak. Namun, hal lucu justru terjadi hingga membuat Mina terkekeh. Yap, Jaehwan kembali membuka pintu hanya untuk melambaikan tangan pada Mina.

"Kau sangat menggemaskan jika tak bersikap kasar, Jaehwanie," gumam Mina. Ia segera membereskan alat-alat tulisnya. Namun, hal itu harus terhenti saat seseorang menggenggam erat tangannya.

"Jangan berpikir kau bisa mengambil Jaehwan." Ancaman Jimin tentu membuat Mina melepas genggaman tangan itu. Ia juga tersenyum sebab yakin jika pria itu memang ada di sana sejak tadi.

"Apa yang salah dengan itu?" tanya Mina. Ia segera menutup mata saat Jimin hampir menamparnya. Namun, hal mengejutkan justru terjadi.

"Apa hakmu ingin menampar Myoui ssaem?!" Jaehwan menurunkan tangan sang Ayah kemudian berdiri di depan Mina. "Aku ingin mengoreksi soal kata 'merebut' ssaem memang mulai dekat denganku. Apa itu salah? Bahkan aku juga bukan putramu 'kan?"

"Park Jaehwan!"

"Apa? Appa pikir aku akan menangis? Tidak. Aku tidak selemah itu," ujar Jaehwan. Ia kemudian menyeringai saat sang Ayah tak bisa mengatakan apa-apa. Ia lalu melirik ke arah Mina yang ada di belakangnya. "Jika Appa menyakiti Myoui ssaem, aku tidak akan ragu untuk membalas."

Bagi Jaehwan, Mina sudah seperti penyokong semangatnya sekarang. Apalagi dengan sandwich atau kotak makan yang selalu ia berikan. Ia sungguh merasa diperhatikan meski biasanya Dahyun juga membekalinya kotak makan. Namun, saat tahu kebenaran jika ia bukan putra Dahyun, ia sangat terpukul. Untung saja Mina mengajaknya bicara hingga Jaehwan lupa soal masalahnya.

Athena✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang