Nayeon menghela napasnya. Sejak tadi yang ia dengar hanyalah cacian juga makian. Namun, ia takkan marah. Sebab, karirnya sejak awal memang sudah tak sehat.
"Aku akan benar-benar berhenti. Terima kasih untuk semua orang yang sudah mendukungku selama ini. Maaf, sepertinya aku belum bisa memberikan yang terbaik selama aku berkarir." Nayeon beranjak dari duduknya, meninggalkan pada wartawan juga beberapa penggemarnya sambil menahan air mata. Namun, saat Seokjin menggenggam tangannya, segala rasa takut itu mulai mereda. Terlebih saat Seokjin tersenyum.
"Maaf, pertanyaan apa pun tidak akan diterima. Terima kasih karena sudah hadir." Sebisa mungkin Seokjin menolak para wartawan. Ia juga melindungi Nayeon dari orang-orang yang mungkin saja akan menyakitinya. Akan sangat berbahaya jika kali ini, Nayeon mengalami hal serupa dengan yang sebelumnya.
"Gwaenchana, kau sudah melakukannya dengan sangat baik tadi. Tidak perlu menangis, ya?" Seokjin tahu, meninggalkan karir adalah hal yang pasti membuat Nayeon terguncang. Namun, menurutnya ini merupakan keputusan yang sangat tepat. Setidaknya, sang istri bisa beristirahat setelah bertahun-tahun harus nengikuti tuntutan agensi juga penggemarnya.
Seokjin mendekap Nayeon agar sang istri bisa lebih tenang. "Nayeon-ah, jangan pernah berpikir kau sendirian, aku selalu bersamamu."
Seokjin tersenyum saat kenangan masa lalu mulai merasuk dalam pikirannya.
"Aku tak pantas menerima cinta dari siapa pun." Suara Nayeon saat putus asa itu membuat Seokjin mengeratkan dekapannya. Dulu, Nayeon dengan berani mengakui soal kelicikannya pada Seokjin dan pria Kim itu berjanji, takkan pernah meninggalkannya sendirian. Ia bangga karena bisa menepati janjinya hingga detik ini.
"Sekarang berhentilah menangis. Mau makan sesuatu? Aku bisa memasak apa pun untukmu," ujar Seokjin setelah ia melepas pelukannya. Bahkan ini sampai membuat Nayeon sedikit terkekeh.
"Air mata tidak cocok untuk wajahmu. Berjanjilah ini adalah yang terakhir kali."
Namjoon tersenyum menang. Ia menumpangkan kaki kemudian menatap Daniel yang kini sudah diringkus oleh 2 orang suruhannya. "Kau mau lari lagi? Astaga, aku sungguh tak menyangka jika dalang di balik semua kekacauan yang adalah kau."
"Jika Ayah tak melakukan kesalahan, aku tidak akan melakukan semua ini."
Namjoon mengangguk dengan wajah meledek. Ia lantas beranjak, memasukan kedua tangan ke saku sambil melangkah mendekat ke arah Daniel. "Jadi semua ini kesalahan Ayah sepenuhnya? Aku rasa tidak."
Namjoon menbenahi jas Daniel lalu merapikan dasinya. "Begini, seharusnya Ibumu tidak mencelakai Ibuku. Jadi, ini juga kesalahan Ibumu."
"Ah ya, kau ingin hakmu 'kan? Ibuku sudah menyiapkan semuanya. Kau hanya perlu ikut denganku," lanjut Namjoon sebelum memberikan kode agar 2 pria itu membawa Daniel.
"Kau tidak sedang menjebakku 'kan?"
"Jika kau menganggapnya seperti itu, bisa kukatakan iya."
*
*
*Dahyun benar-benar gugup hingga menjatuhkan sumpit yang ia pegang. Ia merasa jika Jimin seharusnya tahu soal Jaehwan. Ia tak mau menyembunyikan apa pun lagi dari suaminya meski itu pasti akan berakibat fatal untuknya.
"Oppa, aku ingin mengatakan sesuatu."
"Sesuatu?" Jimin meletakan sumpitnya, memilih untuk mendengarkan apa yang akan Dahyun katakan.
"Jaehwan adalah putra kandungmu. Dia benar-benar putramu." Dahyun segera memejamkan mata, bersiap dengan amarah yang mungkin akan diluapkan sang suami. Namun, yang ia dapat justru usapan halus di punggung tangannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/260984154-288-k822084.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Athena✔️
Fanfiction"Sejatinya, peperangan bukan untuk saling melenyapkan. melainkan untuk mengembalikan keteraturan serta perdamaian." Dalam hidup setiap orang perlu menghadapi peperangan mereka masing-masing. Tak terkecuali para penghuni apartemen mewah--Athena palac...