#64 Victory

584 88 18
                                    

Jimin meletakan gelas itu, menatap Mina dengan penuh kecanggungan. Setelah meminta wanita itu menemuinya, Jimin justru bingung harus mengatakan apa. Bahkan, sejak tadi ia terus menyesap kopi yang ia pesan tanpa bicara.

Mina melirik jam di tangan kirinya. "Jika tidak ada yang mau kau bicarakan, bisa aku pergi sekarang? Jaehwan mungkin menungguku."

"T-tunggu." Jimin menghentikan Mina saat wanita itu hampir beranjak. "Ada yang ingin kubicarakan. Soal ...."

"Ayah? Apa Dahyun sungguh menceritakan semuanya?" Mina menghela napas. Memang semua ini lambat-laun harus dijelaskan. Namun, Mina sudah katakan pada Dahyun untuk tak menceritakannya sekarang, tapi gadis itu sepertinya sangat keras kepala.

"Kau pasti melalui banyak hal sulit karena sikap gegabahku. Maaf, seharusnya aku lebih percaya padamu dibanding orang lain," ujar Jimin. Ia sungguh menyesal sebab keputusannya saat itu, membuat hidup Mina sangat berantakan. Bahkan, Dahyun juga berulah dengan mengambil Jaehwan.

"Lalu kau berpikir untuk kembali? Sayangnya aku tidak akan membuat wanita lain merasakan hal yang sama. Dahyun sedang sangat membutuhkanmu sekarang," ujar Mina. Namun, hal ini malah membuat pria Park itu marah. Bahkan hingga memukul meja dan mengundang atensi beberapa pengunjung kafe itu.

"Dia membuat pernikahan kita hancur."

Mina berdecih. Menurutnya, bukan ulah Dahyun yang menyebabkan kehancuran hidupnya, tapi sikap Jimin yang mudah percaya pada orang lain. Mungkin jika Jimin lebih percaya pada sang istri, semua kekacauan takkan pernah terjadi. 

Mina beranjak sambil meraih tas selempangnya. Ia tak mau mendengar apa pun dari Jimin. Lagi pula, kembali bukanlah satu-satunya jalan untuk memperbaiki semuanya.

Namun, langkah Mina terhenti saat Jimin berlari, menyusulnya, kemudian berdiri di hadapannya. Bahkan menggenggam tangan kanannya.

"Kau tidak akan mendengar apa pun?"

"Jangan menjadi pria berengsek untuk yang kedua kalinya dan membiarkan istrimu sendirian di kondisi saat ini. Satu lagi, semua hal diantara kita sudah berakhir, aku takkan membuka pintu untukmu masuk ke dalam hidupku lagi. Urusan kita hanya satu, Jaehwan saja. Selebihnya, jangan harapkan apa pun." Mina melepas genggaman tangan Jimin, berlalu dengan wajah dingin, tanpa empati sedikit pun pada pria Park itu. Ia pikir Jimin datang untuk membicarakan soal Jaehwan, atau setidaknya, menitipkan hadiah untuk putranya. Namun, Jimin malah membicarakan hal lain.

Mina menghela napas setelah tiba di dalam mobil. Ia segera meraih ponselnya, menghubungi Dahyun untuk meminta penjelasan. Namun, wanita itu sangat sulit untuk dihubungi.

"Apa yang dia lakukan? Apa dia melakukan sesuatu yang nekad? Astaga," gumamnya. Ia segera melajukan mobilnya, berharap bisa menyelamatkan Dahyun jika seandainya wanita itu memang melakukan hal yang nekad.







"Ah, Eomma senang saat kau menyukainya." Dahyun tersenyum lalu meletakan kue yang sengaja ia buat. Dugaan Mina sungguh salah. Bahkan Dahyun terlihat tak terlalu peduli soal permasalahannya.

"Eomma selalu membuat kue yang enak. Kenapa Eomma kemari sendirian? Bukankah Eomma harus banyak beristirahat? Ah, seharusnya aku saja yang pergi ke sana."

"Tidak perlu mengkhawatirkan Eomma. Eomma baik-baik saja."

Dahyun tersenyum getir. Mulai hari ini, ia putuskan untuk mandiri. Setidaknya, ia takkan kerepotan jika Jimin memang benar-benar pergi.

"Lain kali jangan seperti ini. Aku yang akan mengunjungi Eomma jika Eomma merindukanku." Jaehwan sangat tahu kondisi Dahyun. Jadi, ia tak mau jika sesuatu yang buruk terjadi pada Ibunya juga calon Adiknya. 

Athena✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang