Happy Reading🌱
Ana membawa sebagian pekerjaannya ke ruang tamu, dan merangkainya di sana. Semula Ning Aisy ikut membantunya sebelum akhirnya ia masuk ke dalam kamarnya untuk tidur. Ana meneruskan pekerjaannya sendiri di ruang tamu.
Ia sudah beberapa kali menguap sambil terus menggunting beberapa kertas yang bertumpuk di depannya. Sampai akhirnya matanya pun tak kuasa menahan kantuknya.
Ia menjatuhkan kepalanya di atas tumpukan kertas-kertas yang sudah terpotong rapi, masih dengan tangan memegang gunting dan kertas.
Jam menunjukkan pukul 02:30. Gus Azmi yang sudah bersiap menuju masjid untuk melaksanakan sholat malamnya terhenti di depan pintu kamarnya karena melihat Ana yang tengah terlelap di ruang tamunya. Ia tersenyum, lalu kembali ke dalam kamarnya. Mengambil selimut hangat miliknya, dan menutup tubuh Ana dengan selimut.
Perlahan ia mencoba mengambil gunting dari tangan Ana. Berharap Ana takkan terbangun karena ulahnya. Gunting itu berhasil terlepas dari tangan Ana.
Lantas, ia mulai mencoba membereskan beberapa kertas yang tampak berceceran di sekitarnya. Merapikannya di samping Ana sambil lalu menatap wajah polos Ana dengan tersenyum. Ada doa yang terpanjat dalam hatinya.
Gus Fahmi menghentikan langkahnya yang sudah membuka pintu kamarnya. Ia mundur karena melihat sikap Gus Azmi terhadap Ana. Jantungnya berdebar melihat tatapan Gus Azmi. Saat ini ia benar-benar tak menginginkan kecemasannya menjadi nyata. Tangannya terkepal memegang gagang pintu.
'Apa Ana wanita yang dibicarakan Kak Azmi tadi?
Wanita yang ilmu agamanya masih sangat minim?
Apa itu artinya, Kak Azmi berniat untuk mengkhitbah Ana? ' Batinnya.
Gus Fahmi menatap kepergian Gus Azmi. Setelah dirasa Gus Azmi sudah benar-benar keluar, ia berjalan menghampiri Ana yang masih terlelap dalam mimpinya.
Ia terduduk di samping Ana sambil lalu mengingat tatapan Gus Azmi pada Ana.
Seolah putus asa, ingin sekali ia membangunkan Ana dan bertanya bagaimana perasaannya kali ini.
Namun ia tak kuasa melihat mata Ana yang terpejam begitu indah. Ia beralih meraih kertas-kertas yang masih belum tergunting sesuai bentuknya. Dan mencoba menyelesaikan guntingan-guntingan pada kertas itu tanpa harus membangunkan Ana.
Ana menggeser kepalanya, mendekat ke ujung meja. Jika Ana bergeser sedikit lagi, maka tak ayal kepala itu akan meluncur bebas ke lantai. Cepat Gus Fahmi mengambil bantal sofa dan berjaga-jaga di samping Ana.
Benar saja, baru saja Gus Fahmi selesai mengukur posisi bantal sofanya, kepala Ana sudah mendarat cantik di tangannya.
"Astaghfirullah... " Ucapnya lirih.
Sontak Ana terbangun mendengar suara Gus Fahmi dan segera membetulkan jilbabnya.
Ia benar-benar sangat malu pada Gus Fahmi, hingga tangannya pun terangkat menutup wajahnya. Gus Fahmi mulai gugup.
Ia menaruh kembali bantal sofanya. Dan bangkit dari duduknya. Ia pun ikut merasa malu karena terpergok tengah menemani Ana saat itu.
"Ma-mau .. mau sholat malam?" tanya Gus Fahmi terbata-bata.
Ana mengangguk tanpa membuka tangannya yang masih saja menutupi wajahnya.
"Kalau begitu, cepat wudhu! Sudah hampir Subuh."
"Cepatlah! Aku tunggu di musholla" Gus Fahmi beranjak meninggalkan Ana.
Ia buru-buru masuk ke dalam kamarnya, dan memukul-mukul bantal guling karena merasa malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella Pesantren༊*·˚ [END]
Ficção Adolescente[SUDAH DI TERBITKAN] sekelumit tentang... #Ana : Perempuan yang mempunyai sifat ceria, ceplas ceplos dan santri baru yang mondok karena rasa ingin taunya, mengenai penyebab kakak sepupunya yang tiba tiba pergi ke Turki tanpa pamit padanya. dan Pen...